Tanggal 4 September 2025 selepas Isya...Â
Saya buru-buru berangkat ke Plataran Masjid Gedhe Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Rupanya teman saya berkirim pesan WhatsApp. Mengabarkan kalau dirinya sudah di sana. Berdiri di tempat kami dahulu (setahun lalu) menunggu Ngarsa Dalem.
Begitu sampai di lokasi, saya mengerutkan kening. Kerumunan massa memenuhi seantero Plataran Masjid. Bagaimana caranya menjangkau teman saya itu? Susah membelah massa.
Akhirnya kami putuskan cari tempat nyaman masing-masing. Maksudnya nyaman untuk mengambil foto dan video, saat Ngarsa Dalem (Sultan HB X) tiba di Plataran Masjid Gedhe dilanjut menjalankan prosesi sebar udhik-udhik.
Alhasil, saya lagi-lagi merasa sendiri di tengah keramaian. Oke. Tak jadi soal. Itu cuma perasaan sesaat. Lagi pula, saya sudah terbiasa sendirian juga kok. Hehehe ... #MalahCurhatÂ
Namun, benar saja. Tak perlu berlama-lama saya merasa sendiri. Dengan kepiawaian tertentu, saya akhirnya bisa merangsek maju. Berhasil berdiri di zona nyaman yang saya ciptakan sendiri. Lalu berdiri dalam diam, tetapi sibuk mengamati sekitar.
Di kanan saya rupanya sepasang suami istri dari luar Jawa. Logat bahasa Indonesia mengindikasikan hal itu. Mereka pun bertanya ini dan itu terkait Sekaten kepada seorang bregada. Terutama tentang prosesi sebar udhik-udhik yang sedang kami nantikan.
Di belakang saya seorang bapak terdengar membujuk putri mungilnya agar bertahan, sampai Ngarsa Dalem tiba. Begitulah anak-anak. Pasti merasa lelah dan tak nyaman karena di tengah kerumunan dalam waktu lama.Â
Di sebelah kiri saya ada seorang ibu yang asyik mengobrol dengan putrinya. Entahlah apa yang diobrolkan. Saya tak berhasrat nguping.Â
Saya lebih tertarik mengamati bapak-bapak TNI yang berdiri menyebar di sekeling kami. Ternyata, oh, rupanya. Mereka banyak yang tak paham Sekaten juga. Bregada di sebelah kiri saya pun menjadi narasumber untuk memberikan informasi yang mereka tanyakan.