Wajah-wajah mereka cerah, mengandung kesabaran yang melampaui logika,
Membawa harapan bahwa rumah yang rata, pasti akan dibangun kembali.
Â
Luka Palestina adalah lukaku, sebuah sumpah yang terukir di nadi,
Sebab kita adalah satu tubuh, di mana satu bagian sakit, semua merasakan.
Setiap puing adalah rasa sakit, setiap tangisan adalah jeritan di telingaku,
Hati seperti disayat-sayat membayangkan penderitaan yang tak terperikan.
Namun, melihat kepulangan mereka, aku belajar tentang keteguhan transenden,
Mereka mengajarkanku bahwa iman adalah benteng yang tak bisa ditembus oleh rudal.
Â
Di tengah hening jeda, ku kirimkan pelukan doa yang lembut,