Aku kembali mengecek lemari, aku terkejut karena tas yang biasa digunakan untuk liburan tidak ada di tempatnya.
"Mah! Mas kabur Mah. Tas yang buat liburan hilang!" Aku menangis sejadi-jadinya. Mamahku menjelaskan sesuatu tapi aku tidak mendengarkannya dan tentu saja Mamah jadi bingung dan mencoba menghubungi Mas. Namun sepertinya apa yang dilakukan Mamah gagal. Aku memeluk Mamah. Aku mencoba untuk mencerna semuanya. Aku berfikir bagaimana ini cara menghidupi Raka. Sedangkan aku sendiri tidak bekerja lagi. Aku bahkan sudah memikirkan hal yang tidak-tidak.
***
Saat menangis, tiba-tiba suara mobil Mas terdengar di telingaku. Seketika aku loncat dari pelukan Mamah dan langsung berlari ke arah ruang tamu. Aku melihat muka Mas. Tanpa memberikan penjelasan aku langsung menampar muka Mas.
"Kamu tega ya Mas! Kamu Tega!"
Mamah yang tepat dibelakangku menarik tanganku. "Lho kok kamu tampar suami kamu sih?"
"Dia udah tega mah! Dia mau ninggalin aku sama Raka!" Ucapku teriak keras-keras yang aku pikir agar di dengar tetangga.
Lalu Mas menyalakan lampu ruang tamu. Aku duduk di sebelah Mamah sembari ditenangkan. Aku tidak menyadari jika Mas membawa plastik kresek yang isinya empat bungkus bubur ayam kesukaanku. Aku mulai berpikir sekali lagi. Dalam hati pun aku menyadari, kalau Mas kabur lalu mengapa ia membawa bubur ayam kesukaanku.
Dengan tenang mas menyodorkan bubur ayam untuk aku dan Mamah. Lalu dengan tenangnya ia memakan bubur ayam miliknya, Lalu setelah itu dia bertanya apa yang terjadi tadi.
"Kamu kenapa kok nampar muka Mas gini, mana depan Mamah lagi!" Ucap Mas.
"Mas tuh yang kenapa? Semalam kenapa nggak pulang, malah tas liburan kita nggak ada. Kamu mau kabur!"