Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

6 Alasan Mengapa Investasi di Sektor Properti Masih Selalu Diminati

20 Agustus 2021   12:46 Diperbarui: 22 Agustus 2021   09:12 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investasi properti | Sumber: Thinkstock/Maxsattana

Just Sharing....

Seorang nasabah sebut saja namanya Pak Anis, yang dulunya mengajukan pinjaman seratusan juta menelpon saya. 

Beliau memberi kabar hendak mengambil agunan yang dulu dijaminkan karena sudah melunasi cicilan terakhir.

Saya tetiba sadar bahwa memang jika melakukan kredit, Pak Anis yang pengusaha bahan bangunan ini tak pernah lama-lama. 

Hampir 5 tahunan saya dan tim yang menangani aplikasi beliau, cukup kenal karakter dan profil usahanya.

Padahal cicilannya termasuk gede lho sebulan. Rata-rata 10 jutaan hingga 20 jutaan. Itu lantaran pilihan beliau kekeh pada prinsipnya kalau kredit tak mau lebih dari 12 bulan, setahun harus sudah lunas.  

Untuk sebuah kabupaten kecil bukan skala ibu kota atau kota madya, tidak banyak tipikal nasabah seperti ini. 

Meski pokok utang sama dan mendekati, yang lain rata-rata mengambil tenor di kisaran 2 hingga 3 tahun apalagi di masa Covid sedang mengganas. 

Beliau lalu mengirimkan WA beserta kuitansi pembayaran terakhir. Meminta informasi persyaratan pengambilan. Setelah itu bila ada waktu meminta agar bisa mampir ke rumahnya. Sekadar ngopi-ngopi sekalian ngobrol. Hmm....

Tipikal nasabah yang berinvestasi di tanah dan properti dan alasan di baliknya

Kita mungkin pernah membaca atau mengenal sejumlah orang yang kerap menginvestasikan dananya ke aset seperti tanah rumah dan bangunan. Meski likuiditas tak secepat investasi emas bila hendak diuangkan, namun nilainya meningkat seiring berjalannya waktu. 

Dari ngobrol bersama dengan Pak Anis selaku investor langsung, juga pengalaman sharing dengan sejumlah nasabah lain, ini antara lain 6 alasan mereka yang kerap berbisnis di seputar aset tak bergerak ini : 

1. Daripada sebagian uangnya ditabung di bank, mending dialihkan ke sana

Berapa bunga deposito per bulan, per 6 bulan bahkan per tahun? Dengan rata-rata di kisaran 4 persen, para investor ini menghitung analisa untung dan rugi. 

Tanah di pinggiran jalan di sebuah Kabupaten di NTB kini harganya sudah jauh melonjak | Sumber: Dokumentasi pribadi di tahun 2011
Tanah di pinggiran jalan di sebuah Kabupaten di NTB kini harganya sudah jauh melonjak | Sumber: Dokumentasi pribadi di tahun 2011

Mendiamkan uang mungkin hasilnya aman tapi nambahnya dikit. Tapi bila diputar, meski mengendap lama tapi nambahnya banyak. 

2. Mereka berpikir praktis, rasional, dan cepat mengambil keputusan 

Di tengah meningkatnya Covid 19, sebagian warga melego tanah, rumah, dan bangunan. Saking kepepet dan BUC (Butuh Uang Cepat), dilepas dengan harga miring. 

Para investor ini menyambut cepat mumpung lagi murah-murahnya apalagi bila lokasi strategis. 

Dananya bisa dari stok tabungan yang ada, atau meminjam ke lembaga pendanaan. 

3. Tanah atau properti yang dibeli, bisa dijual pada waktunya, atau dilimpahkan

Ini alasan lain mereka berinvestasi jangka panjang. Sekian tahun mendatang, harganya sudah melonjak. 

Toh bila tak dijual, bisa diwariskan ke anak atau dijadikan agunan di bank untuk mendapatkan pinjaman yang jauh lebih besar dibanding membeli dulu. 

Bentuk tanah yang dibeli bisa tanah kosong atau tanah sawah (tanah ladang). Yang pasti bukan tanah sengketa atau tanah yang statusnya tak jelas. 

Jelek-jeleknya tanah yang tidak terjual pun, bisa dijadikan lokasi berjualan milik sendiri, atau mendirikan rumah atau bangunan pribadi.

Di saat yang lain masih berkutat susahnya mengumpulkan uang demi membeli gara-gara harganya sudah naik-naik ke puncak gunung. 

4. Penghasilan pasif di hari tua, selain pensiun bila ada

Saya punya nasabah pasangan suami istri, si bapak usia 75 tahun sedangkan ibu 61 tahun. 

Di usia muda dulu, mereka membeli tanah ngganggur di sebelah rumah mereka, lalu dibangun dan dibuat sebagai kios. Ukurannya hanya 4m X 6m, di sisi kiri dan kanan rumah. 

Tahun dulu belumlah ramai komplek perumahan. Kini jadi jalan utama membelah kota. 

Kedua bangunan itu dikontrakkan ke pedagang bakso dan pedagang nasi goreng dengan harga sewa per tahun 20 juta. 

Setiap tahun mereka mendapat 40 juta sebagai pendapatan pasif. Lumayan bisa mandiri sedikit-sedikit tanpa menyusahkan anak dan cucu. Mereka bersyukur dulunya bisa membeli tanah itu selagi masih kuat-kuatnya dan ada uang di tabungan.

"Itu pensiunnya bapak dan ibu, daripada lenyap ngga tau uangnya ke mana," canda bapak sambil ketawa melirik istrinya. 

5. Mereka mengolah kepercayaan dari lembaga yang memberi pinjaman

Mereka yang punya modal besar dan bisa berinvestasi di tanah dan properti, sebagian adalah nasabah juga. Dalam arti mereka meminjam juga dan mengelola hutang sesuai peruntukkannya. 

Ketika dipercaya, hampir selalu pengajuan akan disetujui karena kewajibannya juga dilakukan. Dan mana kala dana sudah di tangan, celah dan jaringan bisnis makin kebuka. 

Semakin lama semakin terlatih. Membedakan mana yang potensial untuk dirintis dengan memanfaatkan jaringan sesama pebisnis yang sebelumnya sudah terbangun.

 Atau memanfaatkan aset yang dulunya dibeli dari pinjaman sebelumnya dan telah lunas, untuk mendapatkan aset lainnya dengan memberdayakannya. 

Masuk akal bila dulunya hanya mengelola satu kedai, lalu makin bertambah tahun, sudah jadi 2 atau 3 kedai di beberapa tempat. 

Mungkin ini yang namanya "hukum pelipatgandaan" sebagai hasil dari hukum kepercayaan.

6. Ini paling penting, bunga kredit sama pokok pinjaman dikalahkan sama keuntungan dari aset

Selama 2 jam duduk ngopi dengan Pak Anis, ada hal menarik yang diungkap. 

Beliau ini selain punya toko bahan bangunan, juga memiliki usaha air minum isi ulang dan minimarket. Beliau berkisah dengan ilutrasi. 

"Nasabah meminjam 200 juta untuk membeli tanah di pinggir jalan utama. Katakanlah misal bunga pinjaman itu 75  juta selama satu tahun. Total hutang 200 juta + 75 juta = 275 juta. Tapi 5 tahun kemudian, harga tanah itu sudah jauh lebih tinggi dari 275 juta" 

Bayangkan bila makin lama, makin berkembang daerah tersebut. Maka, makin banyak yang membutuhkan tanah di lokasi strategis, bisa berapa banyak untungnya. Toh ngga dijual pun, bisa buat yang lain. 

"Orang awam berpikir, bank untung nasabah rugi. Bank dapat puluhan juta dengan meminjamkan .Tapi sebenarnya nasabah seperti kami (investor) yang malah untung. Dengan modal kepercayaan, bisa menambah aset," katanya menutup obrolan hangat sehangat kopi hitam yang masih mengepul. 

Hmm...benar juga ya. Ternyata berutang juga bisa produktif asalkan tau cara mengelolanya dengan membaca tren dan kebutuhan bisnis, di masa sekarang dan di masa mendatang. 

Salam, 

Baca juga : Indonesia Jaya, Lagu Kebangsaan dengan Pesan Relevan Kekinian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun