Diskusi itu bukan hanya sekedar pembicaraan biasa, melainkan menjadi pertukaran budaya, sejarah, dan filosofi yang mendalam. Ia membawa warga desa lebih dekat satu sama lain, membangun pemahaman yang lebih kuat tentang warisan mereka, dan menegaskan kembali pentingnya menjaga kebijaksanaan dan kebersamaan dalam komunitas. Diskusi ini adalah awal dari perjalanan yang akan mengungkapkan sejarah dan makna sebenarnya di balik nama "Wijahan."
Pengungapan Misteri - Tanya Jawab Lucu
Van Moersidi Breden: (dengan serius) " Kartono, bisakah Anda jelaskan lebih lanjut tentang sumber air yang mengalir ke Wijahan? Ini sangat menarik."
Kartono: (dengan antusias) "Tentu, Pak! Ini semua berkat pegunungan Alas Malang, Karangsalam, dan Bukit Pertapaan. Airnya begitu bening, bersih, dan ikan senang dengan air seperti itu!"
Nyai Noer Gasinah: (tertawa) "Eh, ikan-ikan itu memang punya selera air yang bagus, Pak. Mereka juga tahu mana yang enak dan mana yang nggak."
Van Moersidi Breden: (terkejut) "Benarkah? Bagaimana ikan tahu mana yang enak?"
Pak Jadi Braya: (sambil berkelakar) "Waduh, Pak Breden, ikan-ikan ini memang cerdas. Mereka udah nggak cuma bisa berenang, tapi juga bisa jadi kritikus kuliner air, tahu ikan mana yang lezat!"
Kartono: (tertawa) "Betul, Pak Breden. Kita memang selalu menjaga keberkahan air ini dan menjaga ikan-iakan tetap bahagia. Itu rahasianya."
Nyai Noer Gasinah: (sambil menggerakkan tangannya) "Tapi ya, ikan-ikan itu nggak minta duit, cuma minta air yang bersih. Hemat bukan?"
Mereka tertawa bersama, dan dalam obrolan yang lucu ini, Van Moersidi Breden merasa lebih dekat dengan penduduk desa. Diskusi menjadi lebih santai, namun tetap mengandung makna filosofis dan memperdalam pemahaman tentang warisan budaya dan lingkungan yang mereka cintai.
Menemukan Identitas dan PesanÂ