Di tepian kolam tamansari Tanjunganom, Utari yang tengah hamil 3 bulan itu duduk bersantai dengan kedua baturnya. Nyi Lambangsari yang bertubuh tinggi kerempeng dan Nyi Randanunut yang bertubuh tambun pendek serupa babi. Banyak orang menyebut Nyi Randanunut dengan big woman. Perempuan gembrot yang tak kesampaian cita-citanya untuk menjadi penari keraton.
Sembari menyaksikan ikan-ikan emas yang berenangan di antara bunga-bunga teratai, Utari mendapatkan hiburan dari kedua baturnya itu. Nyi Lambangsari yang suka campursari itu menyanyikan lagu dangdut 'Oplosan'. Nyi Randanunut tak mau kalah. Selagi lagu dilantunkan, perempuan gembrot itu bergoyang seperti mentok mabuk. Menyaksikan goyangan Nyi Randanunut, Utari menahan tawanya.
Selagi Utari tengah bersuka cita dengan kedua baturnya, Abimanyu beserta Semar menghampirinya. Tanpa Semar, Nyi Randanunut, dan Nyi Lambangsari; Abimanyu membawa Utari menuju ruang pribadinya. Sebuah ruangan tidur berdinding bercat kuning gading, berlantai marmar hijau zamrud, dan beranjang dengan seprei coklat muda.
Abimanyu duduk di ranjang samping Utari. Sembari mengelus-elus perut Utari yang mengandung tiga bulan itu, Abimanyu menyampaikan pesan Bisma. "Dinda Utari.... Eyang Buyut Bisma meramalkan kalau putera kita kelak menjadi raja agung Hastinapura. Namun, ramalan Eyang Buyut bakal menjadi kenyataan, bila kau melakukan tapa brata di Lembah Cawan. Bagaimana Dinda? Apakah kau bersedia melakukannya?"
"Hanya seorang ibu pendosa yang tak mau hidup berperihatin demi darah dagingnya sendiri, Kanda."
"Bagus, Dinda."
"Apakah ada pesan lain dari Paman Bisma?"
"Pesan Eyang Buyut selanjutnya, agar kau menggugurkan tapa bratamu ketika merasa akan melahirkan si jabang bayi. Sesudah putera kita terlahir, berikanlah nama Parikesit!"
"Akan aku laksanakan pesan Paman Bisma." Utari terdiam sesaat. "Lantas bagaimana dengan Kanda sendiri? Bukankah Kanda akan mengantarkanku sampai Lembah Cawan?"
"Tidak. Sebagai prajurit Pandawa, aku harus kembali ke perkemahan Glagah Tinulu. Menunaikan kewajiban sebagai prajurit dalam perang Bharatayuda." Wajah Abimanyu sontak serupa bentangan langit berselimutkan awan tipis. "Tapi.... Jangan khawatir! Dalam perjalanan menuju Lembah Cawan dan selama melakukan tapa brata, kau akan mendapatkan perlindungan dari Kakang Semar. Karenanya, segeralah berkemas! Pergilah ke Lembah Cawan! Doaku menjadi sahabat perjalananmu."
Tanpa sepatah kata yang perlu diucapkan lagi, Utari beranjak dari ranjang. Demikian pula dengan Abimanyu. Mereka keluar dari ruangan itu dengan erat bergandengan tangan. Mereka seperti sepasang kekasih yang seolah tak akan bertemu lagi untuk selamanya.