"Terima kasih tak terhingga atas nasihatnya, Kanda Prabu Kresna." Yudistira menghirup napas untuk melongkarkan dadanya yang terasa sesak. "Lantas apa yang harus kita laksanakan sekarang, Kanda Prabu? Semakin tak tega aku memandang jasad Abimanyu yang sangat mengenaskan itu."
"Kita rawat dan semayamkan dulu jasad Ananda Abimanyu, Adinda. Namun sebelum kita sempurnakan jasad Ananda Abimanyu dengan api suci pancaka; terlebih dahulu kita beritahukan kabar duka ini pada Arjuna, Bima, Ninek Utari, dan Ananda Siti Sendari."
"Mohon ampun, Gusti Prabu." Gareng yang semula hanya terdiam sontak bicara. "Kini Kang Petruk tengah dalam perjalanan menuju kaki Gunung Setrakuru untuk memberitahukan kabar duka atas gugurnya Gus Abimanyu pada Tuan Arjuna dan Tuan Bima. Menurut Kangjeng Adipati Karna, Tuan Ajurna dan Tuan Bima yang dijauhkan oleh Gardapati dan Wresaya dari pasukan Pandawa dalam perang Bharatayuda siang tadi sekarang berada di kaki gunung itu."
"Karena Petruk sudah bekerja, sekarang giliranmu dan Bagong. Sebelum pagi menjelang, berangkatlah ke Tanjunganom. Beritahukan kabar duka ini pada Ninek Utari dan Ananda Siti Sendari!"
"Tugas akan kami laksanakan dengan baik, Gusti Prabu Kresna. Tapi harap Gusti Prabu ketahui, kalau Gusti Ayu Utari sekarang sudah tidak tinggal di Tanjunganom. Dengan diantar Rama Semar, Gusti Ayu akan melaksanakan tapa brata di Lembah Cawan."
Mendengar penuturan Gareng tentang kepergian Utari yang disertai Semar dari Tanjunganom, Kresna segera menggunakan Kaca Paesan untuk mengetahui tujuan tapa brata Utari. Sesudah mengetahuinya, legalah hati Kresna.
"Apakah hamba dan Bagong harus pergi ke Lembah Cawan untuk memberitahukan kabar duka tentang wafatnya Gus Abimanyu, Gusti Prabu?"
"Tak perlu. Tapi kau dan Bagong harus tetap pergi ke Tanjunganom menjelang pagi nanti. Kabarkan berita duka ini kepada Ananda Siti Sendari. Ia harus mengetahuinya perihal kematian suaminya itu."
"Perintah Gusti Prabu Kresna akan hamba laksanakan."
Sepeninggal Gareng dan Bagong, Kresna memerintahkan pada dua orang prajurit untuk mencabuti seluruh panah yang menancap di sekujur jasad Abimanyu. Menyatukan antara jasad Abimanyu yang telah bersih dari panah-panah itu dengan kepalanya. Membaringkan jasad Abimanyu di atas papan kayu.Â
Menyelimuti jasad itu dengan kain putih. Doapun kemudian dilafalkan khusyuk oleh seluruh penghuni perkemahan Randu Watangan. Doa yang diharapkan menjadi pengantar roh Abimanyu ke alam nirwana. Alam yang keindahannya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata puitis dari seorang pujangga pilihan.