"Di keretaku, Truk. Tengok di belakangku!"
Menyaksikan jasad Abimanyu yang sangat mengenaskan itu, Petruk sontak menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Demikian pula dengan Gareng dan Bagong yang sontak menangis dengan tak kalah kerasnya. Hingga ketiga punakawan itu seperti para peserta kontes nangis.
"Sudah! Sudah!" perintah Karna pada ketiga punakawan itu. "Meninggalnya Abimanyu tak cukup kalian tangisi. Lebih baik kalian berbagi tugas. Hendaklah Petruk segera memberitahukan kabar duka ini pada Adinda Arjuna dan Adinda Bima. Carilah mereka yang sengaja dijauhkan oleh Gardapati dan Wresaya dari barisan Pandawa di kaki Gunung Setrakuru!"
"Tugas dari Kangjeng Adipati akan hamba laksanakan!"
Sepeninggal Petruk yang kelupaan meminta upah dan pelunasan hutang atas pekerjaannya pada dua hari silam, Karna memerintahkan pada Gareng dan Bagong untuk menghadapkan jasad Abimanyu pada Yudistira dan Kresna di perkemahan Randu Watangan. Karena perasaan yang sangat kalut, kedua punakawan itu melaksanakan perintah Karna tanpa meminta upah sepeser pun.
Bayangan Petruk, Gareng, dan Bagong tak lagi terlihat di mata Karna. Bersama sore yang merangkak ke tepi senja, Karna memutar keretanya. Melajukannya dengan membelah padang Kurusetra yang dipenuhi mayat-mayat prajurit rucah. Menuju perkemahan Bulu Pitu. Tempat dimana Doryudana beserta keluarga besar Korawa tengah berduka atas tewasnya Sarjakusuma.
***
Malam di perkemahan Randu Watangan larut dalam duka; ketika Yudistira, Prabu Matsyapati, Nakula, Sadewa, Setyaki, Srikandi, Trustajumena, Udawa, Gatotkaca, dan Jaya Sangasanga menyaksikan mayat Abimanyu yang sangat mengenaskan. Tubuhnya yang terpisah dari kepala dipenuhi tancapan panah-panah.
"Sudahlah, Adinda Yudistira!" Kresna menghibur dengan kata-kata puitis dan filosofis. "Kematian adalah ambang kehidupan sejati. Dengan kematian, sukma akan terbebas dari penjara ragawi. Wadah yang hanya diliputi nafsu selalu mabuk dengan keindagan pelangi. Karenanya, Adinda. Abimanyu kini telah membebaskan diri dari alam vana. Mencapai alam nirwana."
Mengambil saripati dari penuturan Kresna; Yudistira dan seluruh keluarga Pandawa di perkemahan Randu Watangan yang semula terkungkung dalam kegelapan serasa mendapatkan sepercik cahaya. Kedukaan yang semula menyelimuti hatinya perlahan-lahan memudar menjadi keikhlasan. Mereka pun dapat menerima hingga mampu memahami bahwa kematian Abimanyu adalah bagian dari ambisi mereka yang harus terpangkas. Ambisi untuk menobatkan Abimanyu sebagai raja Hastinapura bila Bharatayuda dimenangkan Pandawa.
"Adinda Yudistira." Kresna melanjutkan penuturannya. "Hendaklah gugurnya Ananda Abimanyu di medan laga bukan menyurutkan semangat pasukan Pandawa untuk melanjutkan Bharatayuda. Mengingat Bharatayuda bukan sekadar memperjuangkan ambisi pribadi dan kelompok, namun untuk memperjuangkan darma sebagai kesatria. Manusia yang tak dapat melepaskan diri dari kodrat. Kehendak mutlak dari Tuhan yang tak dapat diwiradat."