Cerita-cerita itu bisa saja memiliki dasar fakta yang kuat, namun juga seringkali hanya hasil rekayasa yang dilakukan untuk menyesatkan khalayak. Hal yang terakhir itu disebut sebagai "disinformasi".
Lembaga pemerintah yang diketahui aktif mengembangkan metode tersebut adalah dinas rahasia luar negeri AS, CIA.
CIA juga diketahui memanfaatkan jurnalis untuk berbagai operasi intelijen.
Selain pemanfaatan langsung jurnalis sebagai "agen" ini, CIA juga memiliki, mensubsidi, dan mempengaruhi banyak surat kabar, kantor berita, dan media lainnya.
Dimana-mana mereka menanamkan cerita-cerita rekayasa atau cerita sesungguhnya yang diselewengkan framing-nya. Cerita-cerita semacam itu sering digunakan.
Sebagai contoh adalah berita pidato rahasia pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev, pada Kongres Partai Komunis ke-20 pada 1956. Pidato tersebut benar-benar ada, namun versi berita yang dipublikasikan di media massa AS, sudah mendapat tambahan isi oleh para ahli CIA. Jadi, dalam berita yang disajikan di media Barat, terdapat "tambahan 34 paragraf" mengenai kebijakan luar negeri yang tak terdapat dalam naskah aslinya.
Contoh lainnya:
Dari 1970 sampai akhir rezimnya yang dramatis pada 1973, Presiden Chili, Salvador Allende yang terpilih secara demokratik namun tak disukai AS karena kecenderungan sosialistiknya, menjadi korban cerita-cerita ditanam CIA, bahkan di surat kabar prestisius seperti New York Times dan Washington Post.
Olahan ini dari makalah "Keterlibatan Media Massa dalam Disinformasi dan Propaganda Internasional" karya Dr. Ade Armando.