Lebih dari 100 hari telah berlalu sejak kabinet baru terbentuk, namun tantangan besar masih menghantui jalannya pemerintahan. Survei terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkap adanya ketimpangan kinerja dalam kabinet ini. Beberapa menteri dinilai menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi ada juga yang mendapat kritik tajam karena tidak menunjukkan kinerja yang optimal. Natalius Pigai (Menteri HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), dan Bahlil Lahadalia (Menteri ESDM) termasuk dalam daftar menteri dengan kinerja terburuk berdasarkan survei Celios. Mereka dinilai gagal memberikan terobosan nyata dan justru memicu kontroversi serta kegaduhan dalam pemerintahan.
Sebaliknya, nama-nama seperti Nasaruddin Umar (Menteri Agama), Meutya Hafid (Menteri Komunikasi dan Digital), dan Budi Gunadi Sadikin (Menteri Kesehatan) masuk dalam daftar menteri terbaik yang dinilai berhasil melaksanakan tugasnya. Perbedaan mencolok dalam kinerja ini menunjukkan bahwa reshuffle kabinet menjadi kebutuhan mendesak guna memastikan efektivitas pemerintahan ke depan.
Menteri Tanpa Percaya Diri dan Tanpa Optimisme Kegagalan yang Tak Perlu Dipertahankan
Seorang menteri adalah perpanjangan tangan dalam mengeksekusi kebijakan negara. Mereka harus memiliki kepercayaan diri dan optimisme dalam menjalankan program-program strategis yang telah dirancang. Namun, beberapa menteri justru terlihat ragu-ragu, kurang inisiatif, dan tidak berani mengambil langkah progresif. Jika seorang menteri tidak memiliki kepercayaan diri untuk melaksanakan kebijakan, bagaimana mereka bisa memimpin kementerian dengan baik?
Kegagalan dalam membangun optimisme dan kepemimpinan yang kuat di dalam kabinet bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan. Jika seorang menteri terlihat lebih sering berdiam diri dan tidak mampu membawa perubahan nyata, maka keberadaannya hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan. Oleh karena itu, para pejabat yang tidak menunjukkan kinerja baik harus segera digantikan oleh figur yang lebih kompeten dan memiliki visi yang jelas.
Menteri Tanpa Kinerja dan Program Kerja Jelas Harus Dievaluasi
Sebuah kementerian tanpa arah yang jelas hanya akan menjadi beban negara. Beberapa menteri dalam kabinet saat ini tampak belum memiliki program kerja konkret yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Bahkan, beberapa dari mereka lebih sibuk dengan pencitraan politik dan kepentingan partai daripada benar-benar bekerja untuk rakyat.
Kepentingan bangsa dan negara harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh kabinet. Menteri yang masih sibuk mengamankan kepentingan politik atau tidak mampu memberikan kontribusi signifikan harus segera dievaluasi. Tidak ada tempat bagi individu yang hanya ingin menumpang di kabinet tanpa memberikan kontribusi nyata.
Sejumlah kebijakan yang dihasilkan oleh beberapa menteri justru menimbulkan kontroversi dan kegaduhan di masyarakat. Hal ini tidak hanya membebani citra pemerintahan, tetapi juga menghambat jalannya kebijakan yang lebih substansial. Beberapa kementerian seolah lebih sibuk merespons polemik di media sosial daripada bekerja menyelesaikan permasalahan riil di lapangan.
Dalam pemerintahan yang efektif, setiap menteri harus bisa menyampaikan kebijakan dengan baik kepada publik, bukan justru memicu ketidakpercayaan dan keresahan di masyarakat. Jika ada menteri yang lebih sering menjadi sumber polemik dibandingkan sebagai solusi bagi permasalahan negara, maka sudah saatnya mempertimbangkan pergantian mereka.
Pembekalan di Magelang Penguatan Integritas yang Harus Diterapkan
Pada awal pemerintahan, para menteri mendapatkan pembekalan kepemimpinan di Magelang, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai loyalitas, integritas, dan tanggung jawab dalam membangun bangsa. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembekalan tersebut belum memberikan dampak yang diharapkan. Masih banyak menteri yang tidak menunjukkan komitmen kuat dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan arahan yang telah diberikan.
Mereka yang diberikan amanah harus membuktikan bahwa mereka layak berada di kabinet. Jika setelah mendapatkan pembekalan pun masih ada menteri yang tidak mampu menunjukkan profesionalisme dan komitmen terhadap pembangunan negara, maka tidak ada alasan untuk mempertahankan mereka.
Koalisi, Â Kesempatan Sudah Diberikan, Jangan Menjadi Beban
Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada berbagai pihak dalam koalisi untuk berkontribusi dalam kabinet. Bahkan, untuk memperkuat stabilitas politik, dipilihlah kabinet gemuk dengan banyak Wakil Menteri agar semua kepentingan politik dapat terakomodasi. Namun, jika setelah diberikan kepercayaan mereka tidak mampu memenuhi harapan rakyat dan menjalankan tugas dengan baik, maka sudah saatnya mereka mundur. Tidak ada gunanya mempertahankan menteri hanya demi menjaga keseimbangan politik jika kinerja mereka tidak sejalan dengan kepentingan nasional.
Aspek Anggaran, Â Kabinet Gemuk Membebani Negara
Anggaran yang Membengkak -- Penambahan jumlah menteri dan wakil menteri berimplikasi langsung pada peningkatan gaji, tunjangan, serta biaya operasional yang tinggi, sehingga membebani APBN tanpa hasil nyata yang sepadan.
Kinerja Tidak Efisien -- Meskipun kabinet besar dibentuk untuk mengakomodasi kepentingan politik, selama 100 hari mereka belum menemukan chemistry kerja yang solid, yang membuat koordinasi antar-kementerian menjadi lamban dan tidak efektif.
Komitmen Politik Tanpa Hasil -- Keputusan mempertahankan kabinet gemuk dilakukan demi menjaga persatuan dalam koalisi. Namun, jika setelah diberi kesempatan mereka tetap tidak bisa bekerja secara efektif, maka tidak ada pilihan lain selain melakukan reshuffle.
Proyek Besar Tidak Memberikan Dampak Signifikan -- Meskipun ada proyek-proyek besar yang sedang dijalankan, efisiensi dalam pelaksanaan anggaran masih menjadi permasalahan utama, yang mengarah pada pemborosan dan ketidakefektifan kebijakan fiskal.
Saatnya Reshuffle untuk Pemerintahan yang Lebih Baik
Evaluasi 100 hari kabinet telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa ada ketimpangan kinerja yang harus segera dibenahi. Menteri yang tidak memiliki optimisme, gagal menjalankan tugasnya, tidak memiliki program yang jelas, lebih sibuk dengan pencitraan, dan membuat kebijakan yang memicu kegaduhan tidak boleh dibiarkan bertahan dalam kabinet.
Saat ini, pemerintah dihadapkan pada pilihan penting, mempertahankan menteri yang tidak produktif atau segera melakukan reshuffle demi efektivitas pemerintahan. Untuk memastikan keberlanjutan program kerja yang lebih baik, reshuffle bukan hanya opsi, tetapi sebuah keharusan.
------------------
Referensi
Center of Economic and Law Studies (Celios), Laporan Evaluasi 100 Hari Kabinet.
Laporan Litbang Kompas, Survei Opini Publik terhadap Pemerintahan Saat Ini.
Analisis Ekonomi dan Kebijakan Publik, Data APBN dan Efektivitas Anggaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI