Mohon tunggu...
Aan Zaputra
Aan Zaputra Mohon Tunggu... Pemburu dan peramu.

Membaca gejala, literatur serta menulis. Adalah makanan bagi rohani.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebuah Esai Imajinatif: Bagaimana Jika, Dwifungsi TNI Beserta Sederet Penderitaan Lainnya Bikin Perlawanan Jadi Semakin Anomali?

20 Maret 2025   08:50 Diperbarui: 20 Maret 2025   18:49 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manga "Homunculus", chapter 2 (sumber gambar: https://readhomunculus.com/manga/homunculus-chapter-2/)

Carut-marut berbagai kebijakan ini bikin saya muak. Memaksa imajinasi liar mencuat dan terburai dari kecemasan saya. Serupa teori “Edgework” dalam kajian Kriminologi Budaya oleh Steve Lying dan Jeff Ferrel. Bagaimana jika, kombinasi dari kepemimpinan rezim anti-kritik beserta perangkat TNI-nya, yang mendominasi segala lini bikin kita mengeluarkan semacam gerak-gerik aneh lagi menyimpang lantaran kerangkeng Negara yang terlampau merepresi mental dan dorongan hasrat kita. Gerak-gerik tersebut seolah hasil campur aduk antara keahlian dan bahaya. Menghadapi bahaya dengan cara-cara anomali demi kenikmatan adrenalin.

Saya membayangkan ini bermula dari seseorang yang bikin konten “Tutorial Maling Ayam dengan Jiwa Kesatria” di sosial media sembari mengenakan kaos bertuliskan: “Sayap Tanah Air". Seseorang lainnya yang bikin mural secara gelap-gelapan dengan corak loreng berwarna hijau, coklat dan hitam di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan di suatu kota. Kemudian, Balap tiarap liar yang diselenggarakan tiap malam, merebak di seluruh daerah.

Atau, di beberapa sekolah terbentang spanduk bertuliskan: “Gibran pernah berkunjung ke sini” ala copywriting desain marketing warung makan. Di tempat lainnya, lahir sekte aliran sesat yang punya tata ibadah memutar kepalan pergelangan tangan ke belakang sembari memukul pelan dada yang dibusungkan sambil meneriakkan “Shinzou Wo Sasageyo!”, persis dalam serial anime “Attack on Titan”. Lalu diulang-ulang sebanyak 20 kali, saban 5 waktu dalam sehari. Umatnya dijanjikan kebahagiaan hakiki di surga oleh para pendetanya, di mana bisa duduk di atas singgasana mewah bersama para Titan Shifter. Asal, rajin bayar iuran 3 juta per-orang.

Entahlah, apakah ini patut disebut distopia. Namun, agaknya upaya-upaya dalam menghentikan gerak-gerik anomali semacam di atas,—terlebih lagi yang memiliki corak perlawanan, justru akan semakin mengembangkan keahlian serta meningkatkan resiko bahayanya. Sebab, perlawanan atas hak hidup layak lagi manusiawi, abadi! Semakin dicegat, maka semakin gawat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun