Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar di Rumah Gara-gara Corona, Ternyata Tak Semudah yang Dibayangkan

18 Maret 2020   12:45 Diperbarui: 18 Maret 2020   14:46 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pexels.com

Gara-gara kewaspadaan terhadap virus corona, sekolah-sekolah memberlakukan kegiatan belajar di rumah. Ingat, bukan diliburkan ya, tetapi belajar di rumah.

Sebagai orangtua yang memiliki anak usia SD, instruksi dari sekolah sudah jelas bahwa orangtua bertanggung jawab mengawasi dan mendampingi anak yang belajar di rumah.

Bagaimana metodenya?

Guru tetap memberikan materi pelajaran sesuai jadwal dan mengirimkannya secara online, bisa melalui WA, email, bahkan ada yang menggunakan aplikasi macam Google Classroom.

Meskipun di rumah, anak-anak tidak bisa leluasa bermain atau rebahan karena guru terus meminta output dari materi pelajaran yang diberikan. Misalnya ,mengerjakan soal-soal dan mengirimkan foto jawabannya kepada guru.

Ada juga saat siswa harus memaparkan hasil bacaannya dari suatu tema pelajaran dengan cara mengirimkan dokumentasi video presentasi kepada guru.

Tak hanya itu, tiap mata pelajaran minimal harus dibuktikan dengan adanya foto saat siswa sedang mempelajarinya.

Kelihatannya memang menarik dan menjadi solusi yang jitu menyikapi kegiatan belajar di rumah.

Tapi faktanya tidak semua siswa dan orang tua mampu mengikuti ritme pelajaran yang diterapkan.

"Maaf bu guru, pelan-pelan saja dulu, kami sebagai orangtua sama-sama harus bekerja, jadi susah mendampingi anak belajar," demikianlah salah satu keluh kesah orangtua kepada guru.

Suasana di rumah dan di sekolah jelas sangat berbeda. Tidak semua anak akan memiliki semangat belajar yang sama baiknya seperti di sekolah. Apalagi untuk anak SD yang masih harus banyak dipandu dalam belajar.

Kerepotan orangtua minimal adalah menyampaikan materi yang disampaikan guru melalui media seperti email atau pesan dari ponsel. Anak paling mandiri sekalipun tidak akan bisa mengaksesnya jika memang belum saatnya diberikan keistimewaan memiliki ponsel oleh orang tuanya.

Masalah metode online ini juga mulai terdengar dikeluhkan oleh para orang tua yang berpenghasilan pas-pasan dan tidak terbiasa menyediakan lebih banyak kuota data internet.

"Anak saya minta beli kuota terus, buat tugas sekolahnya," keluh seorang ibu.

Lain lagi dengan para orang tua yang berprofesi sebagai pegawai kantoran dan harus menjalankan WFH alias Work From Home. Pada akhirnya pekerjaan paling utama yang dilakukan saat di rumah adalah sebagai guru bagi anak-anaknya.

"Untungnya anak saya yang SD masih satu, banyak banget tugasnya, mana susah-susah pula, saya sudah lupa pelajaran begitu..." cerocos pegawai WFH yang berperan ganda sebagai guru di rumah.

Iya juga, anak satu saja sudah memeras tenaga dan otak, bagaimana yang punya beberapa anak.

Katakanlah ada orangtua yang memiliki tiga anak, masing-masing kelas 1, 3, dan 6 SD. Guru di sekolah saja hanya mengampu satu kelas, ini guru dadakan di rumah harus mengawal tiga tingkat kelas sekaligus.

Sudah begitu kalau si anak manjanya kumat, malesnya muncul, atau gaya santuy-nya terlalu menyatu dengan suasana rumah, tentu bakal ambyar pembelajaran jarak jauh yang diterapkan. Belum lagi kalau sudah berantem dengan kakak atau adiknya, ohmaigat pusiiing....

Memang sudah sewajarnya dan menjadi tanggung jawab orang tua untuk membantu anak belajar, bahkan dalam kondisi keseharian normal tanpa adanya situasi seperti saat ini.

Tapi dengan tugas-tugas anak yang semakin banyak dan ada target-target yang harus dilakukan, mau tidak mau orangtua harus lebih banyak turun tangan dalam pembelajaran.

Maka bisa dipastikan ada yang kalang kabut antara pekerjaan memasak, jadi guru, ngepel, jadi guru, nyuci, jadi guru, dan seterusnya sampai corona lenyap dari muka bumi ini.

Padahal orangtua yang bisa bekerja di rumah, seharusnya memiliki tugas yang tak kalah urgent dalam kondisi saat ini, yaitu memastikan seluruh anggota keluarga sehat dan terjaga daya tahan tubuhnya. Sudah pasti hal ini secara simultan harus disiasati seiring dengan kewajiban mendampingi pembelajaran anak dan menggantikan peran guru sekolah.

Di satu sisi guru juga dihadapkan pada dilema kewajiban memastikan anak didiknya terus belajar di rumah dan tidak ketinggalan materi pelajaran yang seharusnya diberikan di sekolah.

Jika kondisi belajar di rumah terus berlanjut, bisa-bisa saat anak-anak masuk sekolah sudah harus langsung dihadapkan pada ujian kenaikan kelas atau ujian penting lainnya.

Saat ini dengan metode jarak jauh, bisa saja terdapat banyak anak yang tidak melaksanakan kegiatan belajar di rumah dengan maksimal karena berbagai faktor. Entah karena orang tua cuek, terlalu sibuk, orangtua harus bekerja di luar, atau karena faktor-faktor lainnya.

Tentu saja ketika para siswa kembali masuk sekolah, pemahaman materi pelajaran akan tidak merata satu sama lain. Duh memang serba salah.

Semoga saja kondisi ini tidak berlarut-larut dan makin membuat pendidikan anak keteteran. Semoga pemangku kebijakan di bidang pendidikan sudah menyiapkan langkah-langkah tepat untuk mengantisipasi kondisi ke depan.

Jangan sampai ada yang terus menyuarakan "online-online" untuk kegiatan belajar dan mengajar, tanpa mempertimbangkan banyak faktor penggerusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun