Mohon tunggu...
Abdul Rahman
Abdul Rahman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

Kenikmatan yang diberikan Allah juga ujian.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Keluarga Soemijat (4)

21 Juli 2019   20:44 Diperbarui: 21 Juli 2019   20:52 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Belajar agama secara privat bukan terhadap satu orang kyai saja. Soemijat berpindah dari satu guru ke guru yang lain. Dan hampir semua guru Soemijat ada di daerah Jawa Barat. Pernah juga Soemijat diberi pelajaran kanuragan. Agar matanya bisa setajam singa pernah oleh gurunya matanya ditetesi jeruk purut dengan menggunakan keris.

Ujung keris diarahkan ke kornea mata Soemiyat, lalu di dekat gagang keris tersebut jeruk diperas. Sehingga air jeruk tersebut mengalir ke bawah mengikuti lekuk keris.  Perihnya luar biasa. Tapi ketika rasa perih itu sudah mencapai puncaknya malah tidak terasa perih lagi.

Seperti juga menjadi puncak petualangan Soemijat dalam belajar agama. Dia kemudian mendaftar sekolah  Hollandsche Indische Kweekschool (Kursus Normal) atau Sekolah Guru Bantu zaman Belanda.  Setingkat SMP tapi ditempuh dalam tempo empat tahun.

Mungkin karena nilai HIS menunjang, Soemijat diterima di sekolah yang letaknya di kota Purwokerto. Tapi salah satu alasan yang memungkinkan Soemijat diijinkan bisa mendaftar di sekolah yang istimewa tersebut lantaran Soemijat mendaftar sebagai anak Wedana Kalibakung. Demi kemajuan pendidikan Soemijat, Kandra merelakan anaknya diangkat anak oleh Wedana Kalibakung.  

Tentu tak ada makan siang yang gratis.   Soemijat telah di sekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi dan sangat prestise, Wedana Kalibakung berharap kelak bisa dinikahkan dengan anak perempuannya. Tapi Soemijat menolak dinikahkan dengan anak wedana tersebut.  

Sekira tahun 1926 saat usia Soemijat menginjak 14 tahun, dengan menumpang kereta api dari stasiun Balapulang pergi ke Purwokerto untuk  menuntut ilmu di Hollandsche Indische Kweekschool. Sebuah Sekolah Guru Bantu yang kelak kalau sudah lulus bisa mengajar di HIS, Sekolah Rakyat atau guru TweedeSchool.

Di sekolah Normal, begitu masyarakat saat itu menyebutnya, seluruh siswa harus tinggal di asrama. Begitu juga Soemijat berarti harus berpisah dengan kedua orangtuanya. Sejak kecil, Soemijat memang selalu ingat keluarga besarnya. Ingat adik-adiknya, ingat ayah dan ibunya. Di asrama, segala kebutuhan hidupnya ditanggung pihak pemerintah Belanda.  Dari kebutuhan  makan, pakaian hingga tempat tinggal.

 Tentu saja semua menggunakan standar Belanda. Sehingga untuk keperluan makan harus memenuhi standar gizi pada saat itu. Setiap hari harus makan telur dan daging. Tak lupa buah-buahan. Nah Soemiyat ini salah satu siswa yang hemat dan tidak mau serakah. Dia bilang kepada pihak juru masak, agar semua jatah telur yang diberikan untuknya tidak dimasak.

Tapi disimpan saja. Setiap hari setidaknya Soemiyat menyisihkan  dua butir telur ayam. Sebab setiap kali makan selalu ada menu telur goreng atau rebus. Pagi selalu ada telur rebus, susu dan roti. Soemijat hanya memakan roti dan susu, telur disimpan pihak juru masak.

Begitu musim liburan tiba, Soemijat pulang dengan membawa telur yang telah ditabungnya selama ini. Tentu jumlahnya sampai ratusan butir. Soemijat juga bisa membeli oleh-oleh yang lain. Setiap siswa dapat jatah dari sekolah berupa uang saku. Dan Soemijat salah satu siswa yang pintar mengelola keuangan. Hidupnya selalu hemat karena memikirkan keluarga di rumah. 

Banyak suka dan dukanya menuntut ilmu di sekolah Normal tersebut. Dibanding dukanya tentu lebih banyak sukanya.  Kelemahannya cuma satu, masih di bawah pemerintahan Belanda.  Yang belajar di sekolah tersebut bukan hanya masyarakat pribumi. Orang Belanda juga ada.  Sekolah tersebut menggunakan standar berbeda  antara murid pribumi dan murid Belanda. Untuk murid pribumi jika mendapat nilai enam, sudah cukup untuk persyaratan kelulusannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun