"terus lo bales?" Adam bertanya agak sinis (kelihatannya).
"belom Dam, gue bingung mau bales apa. Di satu sisi gue emang pengen tau penjelasan dia, tapi disisi lain gue udah terlalu sakit Dam, gue gamau lebih sakit hati lagi, gue ngerasa kegencet sekarang" mataku mulai berkaca-kaca menjelaskan hal itu ke Adam.
"lo gaboleh lari dari masa lalu Qil, sepahit apapun itu lo harus hadapi dan berdiri tegas di depan masa lalu lo itu. Cobalah dengerin penjelasan dia, gaada waktu yang tepat lagi sekarang"
"tapi lo gangerti Dam seberapa rasa sakit hati gue, ketika gue ngeliat dia....." belum sempat ku meneruskan kalimatku, kami sudah sampai di tempat tujuan kami.
"nanti kita lanjutin lagi, sekarang kita makan dulu" Adam tersenyum hangat kepadaku, seakan-akan dia mengerti bahwa aku tidak ingin membahas hal itu lagi.
Kami menghabiskan makan siang bersama tanpa membahas hal itu lagi, aku lebih memilih diam sampai Adam membuka pertanyaan.
"jadi lo bakal diem aja kaya gini Qil?" Tanya Adam setelah mengabiskan mie rebus ala warunk upnormal itu.
Aku masih mengaduk-aduk makanan ku dan menatap Adam sebentar, mendengarkan pertanyaannya.
"iya Dam, setidaknya sampai hati gue bener-bener bisa ikhlas kehilangan dia, dia gatau seberapa banyak usaha gue buat nungguin dia doang, nyisihin waktu pas dia pulang padahal ada banyak kepentingan gue selain dia, semua gue korbanin buat dia" jawabku sambil masih mengaduk-aduk makanan.
"oke oke gue paham banget cerita lo, yaudah artinya lo sekarang udah mulai bisa menerima keadaan sekarang ini? keadaan kalo kenyataannya dia bukan lagi siapa-siapa lo dan lo harus belajar bangkit dari keterpurukan ini. gue yakin lo bisa Qil, hidup lo juga bukan tentang dia kan. Inget cita-cita lo yang mau jadi pengacara hebat supaya bisa membela kebenaran" Â
Aku menunduk semakin dalam ketika Adam melontarkan kalimat demi kalimatnya.