Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pembunuhan di Rue Morgue (Bag. 5)

19 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 20 Maret 2020   00:57 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto ilustrasi pada cerita asli | The Murder in The Rue Morgue-Edgar Allan Poe

Cerita: Edgar Allan Poe

ORANG Prancis yang luar biasa itu, August Dupin, masih menjelaskan padaku bagaimana ia mencari jawaban atas pertanyaan siapa yang membunuh kedua wanita di rumah di Rue Morgue itu. Kami sekarang tahu sangat mungkin bagi pembunuh itu masuk dan kembali keluar melalui salah satu jendela dan tetap meninggalkan keduanya tertutup rapat, terkunci dari dalam. 

Dan aku sepakat dengan Dupin saat dia katakan hanya seseorang dengan tenaga dan latihan yang sangat khusus dapat menaiki tiang penangkal petir pada sisi rumah dan karenanya masuk jendela. Tapi siapa pembunuh itu, kami masih belum tahu.

 "Mari kita lihat lagi," kata dupin, "kamar di lantai empat itu. Mari sekarang kita kembali, melalui angan-angan, ke kamar yang kita lihat kemarin. Bayangkan suasananya. Pakaian berserakan di dalam kamar; nampak belum satupun yang diambil. Wanita tua itu dan anak gadisnya hampir tidak pernah meninggalkan rumah. 

Mereka hanya memakai beberapa dari banyak pakaiannya. Itulah yang ditemukan di dalam kamar bagus-bagus seperti milik mereka lainnya. Jika pembunuh itu mengambil beberapa, kenapa dia tidak mengambil yang terbaik---atau mengambil seluruhnya? Dan kenapa dia mengambil sedikit pakaian dan meninggalkan seluruh uang? Hampir seluruh jumlah yang dibawa dari bank ditemukan, di dalam tas-tas, di atas lantai.

"Aku ingin kamu karenanya melupakan pemikiran polisi, pemikiran bahwa keinginan terhadap uang adalah apa yang mereka sebut motif, alasan pembunuhan itu. Pemikiran ini muncul dalam pikiran mereka saat mereka dengar uang dibawa ke rumah tiga hari sebelum pembunuhan itu. 

Tapi ini hanya apa yang kita sebut kebetulan---dua hal terjadi pada waktu yang sama, tapi hanya begitu saja dan tidak karena beberapa sebab, beberapa sebab yang mempertemukannya. Kebetulan-kebetulan terjadi pada kita setiap hari dalam kehidupan kita. Jika emas adalah alasan pembunuhan itu, pembunuhnya mesti telah menjadi benar-benar seorang yang tolol melupakan dan meninggalkannya di sana.

"Tidak. Aku tidak berpikir keinginan terhadap uang adalah alasan atas pembunuhan itu. Aku pikir tidak ada alasan atas pembunuhan itu ... kecuali, mungkin, takut.

"Sekarang kita lihat pembunuhan itu sendiri. Seorang gadis terbunuh oleh cekikan-cekikan kuat di sekeliling lehernya, lalu mayatnya diletakkan pada lubang atas tungku perapian, dengan kepala ke bawah. Tidak ada pembunuhan yang biasa kita dengar seperti ini.

Ada sesuatu di sini yang tidak sesuai dengan nalar manusiawi kita, bahkan jika kita bayangkan orang yang paling gila sekalipun. Bayangkan juga, tenaga besar yang diperlukan untuk mengangkat mayat itu dari mana ia ditemukan. Tenaga beberapa orang diperlukan untuk menurunkannya.

"Ada tanda-tanda lain dari tenaga dahsyat ini. Di depan tungku perapian banyak rambut uban manusia berserakan, tercerabut dari kepala wanita tua itu. Kau lihat sendiri rambut di atas lantai itu, dan kau lihat darah dan kulit padanya. Kamu tahu dan aku tahu, tenaga yang besar diperlukan untuk mencabut dua atau tiga puluh helai rambut sekaligus. Tenaga lebih besar lagi diperlukan untuk mencabut ratusan helai rambut sekaligus. Pun, kepala wanita tua itu hampir betul terlepas dari tubuhnya. Kenapa? Untuk membunuh seorang wanita dengan pisau tidak perlu memenggal kepalanya!!

"Jika, sekarang, memperhatikan hal-hal ini, kita perhatikan pula keadaan kamar, kita dapat mengumpulkan gambaran-gambaran berikut: tenaga yang melebihi tenaga manusia; tidak lebih liar daripada manusia; pembunuhan tanpa alasan; kengerian di luar nalar manusia; dan suara yang terucap yang orang-orang tidak dapat memahami. Apa kesimpulannya, lalu, menurutmu? Apakah aku telah membantumu mencarinya?"

Hawa dingin menyelimuti tengkukku saat Dupin menanyaiku. "Orang ... Seseorang yang kehilangan akalnya," kataku. "Orang gila!! Orang gila!! Hanya orang gila dapat melakukan pembunuhan ini!"

"Aku pikir bukan. Dalam beberapa hal pemikiranmu bagus. Tapi orang-orang gila itu berasal dari suatu negara atau lainnya. Jeritan-jeritan mereka mungkin mengerikan, tapi itu terucap dengan kata-kata, dan beberapa kata dapat dipahami.

"Kemarilah! Lihat! Lihat rambut ini. Aku mengambilnya dari tangan wanita tua itu. Rambut orang gila tidak seperti ini. Katakan padaku apa menurutmu ini."

"Dupin! Rambut ini ... rambut ini bukan rambut manusia!!"

"Aku tidak mengatakan demikian. Tapi, sebelum kita memastikan hal ini, lihat gambar yang telah aku buat pada carik kertas ini. Itu adalah gambar goresan-goresan pada leher gadis itu. Dokter mengatakan goresan-goresan ini dibuat oleh jari-jari. Biar kubentangkan kertasnya ke atas meja di depan kita itu. Coba kau letakkan jari-jarimu, semuanya sekaligus, pada gambar, hingga tangan dan jari-jarimu akan merengkuhi gambar goresan-goresan pada leher si gadis itu."

 "Aku tidak bisa!"

"Tidak. Tapi mungkin kita tidak melakukannya dengan cara yang benar. Kertasnya terbentang di atas meja; leher manusia itu bundar. Ini potongan kayu kira-kira sebesar leher gadis itu. Gulungkan kertas padanya dan cobalah lagi. Ayo cobalah!"

Aku coba mencengkramkan tanganku ke potongan kayu itu, seolah-olah itu adalah leher si gadis. Tapi tetap tanganku tidak cukup besar untuk merangkuhi goresan-goresan yang ditinggalkan si pembunuh. "Dupin! Goresan-goresan ini tidak dibuat oleh tangan manusia!"

"Ya. Itu bukan. Aku hampir yakin itu dibuat oleh tangan orangutan, salah satu binatang mirip manusia yang tinggal di hutan-hutan belantara. Ukuran yang besar, tenaga, keliaran dari binatang-binatang ini begitu terkenal. Sekarang lihat bukunya Cuvier ini. Bacalah. Lihatlah gambarnya."

Aku menurut, dan seketika aku tahu Dupin benar dengan semua yang dia katakan. Warna rambut ... ukuran tangan ... tenaga yang besar ... kebuasan pembunuhan ... suara-suara itu yang terucap bukan sebagai kata-kata ... semuanya persis sesuai apa adanya.

 Tidak, tidak semuanya. "Dupin!" kataku. "Ada dua suara. Suara siapa yang kedua?"

Suara yang kedua! Ya! Ingat: kita yakin hanya orang dengan tenaga yang sangat khusus dapat menaiki tiang penangkal petir itu, menaiki sisi rumah menuju jendela di lantai empat itu---mungkin seekor binatang, mungkin seorang laki-laki yang kuat dari sebuah sirkus, mungkin seorang pelaut. 

Kita sekarang tahu salah satu suara itu adalah suara binatang, seekor orangutan. Yang lainnya adalah suara manusia. Suara ini terucap hanya dua kata; yaitu "Oh, Tuhan!" yang terucap dalam bahasa Prancis.

"Pada dua kata itu aku berharap menemukan sebuah jawaban bulat untuk kasus yang mengerikan ini. Kata-kata itu adalah sebuah ekspresi ketakutan. Ini berarti ada orang Prancis yang mengetahui pembunuhan ini. Mungkin---sangat mungkin---orang Prancis itu sendiri tidak membantu orangutan itu melakukan pembunuhan. Mungkin binatang itu kabur darinya, dan dia mengejarnya hingga ke rumah di Rue Morgue itu. Dia tidak dapat menangkapnya lagi. Binatang itu tentu masih bebas berkeliaran di Paris.

"Aku tidak akan melanjtkan dugaan-dugaan ini---sebab aku tidak bisa menyebutkannya lebih dari itu. Jika aku benar, dan jika orang Prancis itu tidak terlibat dalam pembunuhan, aku harap dia datang ke sini. Baca ini. Aku membayar agar ini terpasang di suratkabar."

Aku mengambil surat kabarnya dan membaca yang berikut:

DITEMUKAN---pada dini hari tanggal tujuh bulan ini: seekor orangutan besar. Pemiliknya, yang diketahui adalah seorang pelaut, dapat membawa binatang itu kembali jika ia dapat membuktikan itu adalah miliknya.

"Tapi, Dupin. Bagaimana  kau dapat tahu orang itu adalah pelaut?"

"Aku tidak tahu itu. Aku tidak yakin. Aku kira orang itu pelaut. Pelaut dapat menaiki tiang di sisi rumah itu. Para pelaut berlayar hingga ke tempat-tempat yang jauh, asing di mana banyak hal seperti orangutan dapat ditemukan. Jika aku benar ...

"Pikirkan sejenak! Pelaut itu akan mengatakan pada dirinya: 'Binatang itu berharga. Kenapa aku tidak datang dan mengambilnya? Polisi tidak tahubinatang itu membunuh dua orang wanita. Dan jelas-jelas seseorang tahu aku ada di Paris. Jika aku tidak datang mengambil binatang itu, mereka akan bertanya kenapa. Aku tidak ingin ada orang mulai bertanya-tanya tentang binatang itu. Maka aku akan datang mengambil orangutan itu dan menyembunyikannya di mana tidak ada satupun yang akan melihatnya, sampai persoalan ini berlalu.' Ini, aku yakin, adalah apa yang akan pelaut itu pikirkan. Tapi dengar! Aku mendengar langkah orang di tangga."

Dupin telah membiarkan pintu depan rumah terbuka, dan tamu itu masuk tanpa memencet bel. Dia beberapa langkah menaiki tangga, lalu berhenti. Kami mendengarnya melangkah turun kembali. 

Dupin beranjak ke pintu saat kami kembali mendengar orang asing itu naik. Dia tidak berbalik untuk yang kedua kali, tapi melangkah terus menuju pintu kamar kami.

Dengan suara yang lantang, hangat, bersahabat, Dupin berkata:

"Kemarilah, Teman! Kemarilah!"

Perlahan pintu terbuka, dan masuklah---seorang pelaut!  (bersambung ke bag. 6)

* dialihbahasakan dari The Murder in The Rue Morgue, sebuah cerita berseri dalam booklet antologi cerita Edgar Allan Poe: Storyteller yang diterbitkan oleh radio Voice of America

Baca juga artikel menarik lain KBC-43: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun