Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Pendisiplinan Murid di Era Digital Perspektif Kurikulum Merdeka

4 September 2023   11:00 Diperbarui: 8 September 2023   05:42 42386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penerapan peraturan di sekolah. (KOMPAS.COM/HANDOUT)

Kabar mengenai aksi seorang guru yang viral karena menggunduli siswi-siswinya yang terbukti tidak menggunakan ciput atau dalaman jilbab di sekolah telah mengguncang jagad maya dan mengusik perhatian kita bersama. [simak Kompas.com]

Kontroversi ini mencerminkan perdebatan mendalam antara dua sudut pandang yang berlawanan, dan mengundang kita untuk merenungkan batasan antara pendisiplinan dan tindakan yang terlalu ekstrim.

Di satu sisi, dukungan bagi guru tersebut datang dari pengertian bahwa pendidikan tidak hanya mengacu pada pembelajaran materi atau bahan ajar, tetapi juga membentuk karakter dan disiplin siswa. 

Guru-guru yang berdedikasi tinggi seringkali berusaha untuk mengajarkan kepada siswanya nilai-nilai seperti kepatuhan terhadap aturan dan penghormatan terhadap guru. Tindakan guru tersebut mungkin saja memiliki niat baik, yaitu menciptakan lingkungan sekolah yang tertib dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi norma sosial di masyarakat.

Sedangkan, disisi lain kita harus merenungkan apakah tindakan guru tersebut adalah langkah yang tepat dalam mencapai tujuan tersebut. Tindakan ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang menyangkut faktor etis dan psikologis siswa. 

Apakah menggunduli siswi-siswi yang tidak mematuhi aturan mengenai hijab adalah cara yang benar untuk mendidik mereka?
Apakah ada metode lain yang lebih efektif dan lebih manusiawi untuk menyampaikan pesan tentang kepatuhan?

Selain itu, perlu dipertimbangkan mengapa tindakan ekstrim ini terjadi. Adakah faktor-faktor di dalam sekolah atau masyarakat yang mendorong guru untuk mengambil langkah ini. Atau ada masalah yang lebih mendalam yang perlu diatasi seperti kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban siswa dalam berpakaian di kawasan sekolah.

Aksi guru ini juga menggambarkan kekuatan dan dampak media sosial dalam mengekspos kasus seperti ini. seperti kata mereka, "the power of netizen". Viralnya insiden ini di media sosial menciptakan gelombang reaksi dan diskusi yang luas. 

Tindakan ini seharusnya dilihat sebagai upaya guru untuk mendidik siswanya. Namun semestinya proses pendisiplinan siswa tanpa melanggar hak-hak atau merendahkan martabat siswa yang berpotensi siswa terkena bullying. 

Perdebatan ini harus menginspirasi kita untuk kembali mempertimbangkan bagaimana pendidikan karakter dilakukan dengan cara yang bijaksana dan bermakna, tanpa memperburuk situasi atau menciptakan trauma pada siswa. 

Lagi, ini adalah pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, agar kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Bagaimana memerdekakan murid di era Kurikulum Merdeka?

Pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam pembentukan karakter generasi muda. Di era yang terus berubah dan semakin kompleks seperti sekarang, Kurikulum Merdeka muncul sebagai inovasi dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Salah satu tujuan dihadirkannya Kurikulum Merdeka adalah untuk memerdekakan murid dari belenggu proses pengajaran yang kaku dan tidak relevan. Ini bukan hanya tentang mencetak siswa yang unggul dalam hal akademik, tetapi juga tentang membimbing mereka untuk mengembangkan potensi diri dengan penuh kebebasan yang terkontrol.

Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka, ada beberapa pilar yang sangat penting. Salah satunya adalah asesmen diagnostik, yang bertujuan untuk memahami potensi dan kebutuhan masing-masing siswa secara individual. Ini adalah langkah awal dalam memerdekakan siswa, karena memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang setiap siswa sebagai individu yang unik.

Lalu, ada namanya Pembelajaran Berdiferensiasi yakni konsep penting yang meyakini bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan masing-masing siswa (profil siswa). Tidak semua siswa memiliki karakter yang sama, dan pendekatan yang berbeda dapat membantu menangani masalah siswa yang beragam.

Pelaksanaan projek adalah bagian penting dari Kurikulum Merdeka yang mendorong siswa untuk berpikir kreatif, mandiri, dan bekerja sama dalam tim. dimana kemampuan untuk berkolaborasi dan menciptakan solusi kreatif sangat dihargai untuk kehidupan nyata.

Akan tetapi, tidak hanya tentang akademik dan keterampilan, Kurikulum Merdeka juga menekankan pembentukan karakter. Profil Pelajar Pancasila, yang mencakup enam dimensi utama akan menjadi panduan dalam proses ini. Dimensi tersebut mencakup; 

  • 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia,
    2) Mandiri,
    3) Bergotong-royong,
    4) Berkebinekaan global,
    5) Bernalar kritis,
    6) Kreatif.

Kembali pada kontroversi yang muncul akibat tindakan seorang guru yang mendisiplinkan siswanya dengan cara yang kontroversial, ini mengingatkan kita pentingnya mengikuti semangat Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila dalam pendidikan. 

Ini adalah tantangan bagi semua guru untuk mencari cara-cara yang lebih bijaksana, yang tidak hanya mengajarkan kepatuhan, tetapi juga menghargai proses dengan pendekatan-pendekatan yang menghargai potensi siswa.

Mengutip Kemdikbud.go.id, pendidikan yang memerdekakan merupakan sebuah proses yang menuntun dalam pengembangan potensi-potensi pada diri murid yang dilandasi dengan kebebasan dalam mengeksplorasi potensi-potensi tersebut, serta tentunya bebas dari tekanan.

Jika kita ingin menciptakan perubahan positif dalam cara pandang terhadap perilaku siswa zaman now, kita harus berkomitmen untuk menerapkan pendidikan yang memerdekakan, yang menciptakan lingkungan di mana siswa dapat tumbuh dan berkembang secara holistik. 

Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila adalah langkah awal yang baik dalam proses ini, dan kita semua memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pendidikan kita sesuai dengan semangat ini. 

Nah, kalau caranya tepat, tentu akan meninggalkan kesan yang positif bagi siswa. Pendidikan akhirnya bisa ballance, membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia. Itu pasti sudah menjadi cita-cita dan harapan kita semua.

Baca juga : 5 Gagasan Pokok Bagaimana Penerapan Tata Tertib Peraturan Sekolah di Era Digital


Tantangan guru mendisplinkan murid. (ilustrasi via duniadosen.com) 
Tantangan guru mendisplinkan murid. (ilustrasi via duniadosen.com) 

Membentuk karakter murid masa kini, hindari menjadi guru bermental kuno

Era digital membawa perubahan besar dalam cara kita hidup, belajar, dan berinteraksi. Sedangkan generasi Alpha, yang tumbuh bersama teknologi memiliki pemahaman yang berbeda terhadap dunia dan sekitarnya. 

Maka, peran guru tidak hanya transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pemandu. Dan guru harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Sebuah hal yang pasti adalah bahwa dalam dunia yang selalu terhubung dengan arus informasi yang menyebar dengan cepat, maka guru perlu memahami bahwa segala yang mereka lakukan bisa dengan mudah menjadi viral dan menjadi kontroversi bila ditanggapi dengan pemikiran yang sempit. 

Tindakan yang awalnya dimaksudkan sebagai upaya pendisiplinan dapat saja berubah menjadi pergunjingan netizen karena dianggap keliru dari kacamata netizen. Oleh karena itu, tatacara guru dalam mendisiplinkan murid zaman now harus benar-benar mempertimbangkan kenyataan ini.

Penting untuk diingat oleh semua guru di negeri ini bahwa generasi Alpha telah lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang berbeda 180° dengan model kehidupan ketika guru lahir dan tumbuh. 

Dulu, mungkin kita menganggap bahwa proses pendisiplinan secara keras adalah hal yang wajar. Namun, metode pendisiplinan yang terkesan keras dan yang mungkin diterapkan pada generasi masa lampau mungkin tidak lagi relevan untuk saat ini. 

Guru harus mampu menyesuaikan pendekatan mereka dengan realitas anak-anak Alpha yang lebih terbuka terhadap fleksibilitas. Apalagi juga dipengaruhi oleh pemahaman orangtua masa kini yang dilandasi oleh pola parenting zaman now.

Ada satu hal yang tetap harus dipegang teguh oleh guru di tengah semua perubahan ini, yaitunya semangat untuk membentuk karakter peserta didik harus tetap dilakukan sepenuh hati. 

Membentuk karakter anak didik tidak hanya tentang tertib aturan dan kedisiplinan, tetapi juga tentang mengajarkan nilai-nilai humanis. Guru harus menghindari tindakan yang kurang logis atau yang dapat menyakiti hati siswa. Termasuk menghindari tindakan yang bisa dikategorikan sebagai bentuk bullying atau perlakuan tidak adil.

Guru juga harus memprioritaskan semangat "memanusiakan manusia" dalam menyesuaikan tatacara pendisiplinan siswa. Bila dilakukan dengan cara humanis dapat membentuk individu yang berkualitas dengan etika yang kuat dan pemahaman akan hak serta kewajiban mereka sebagai seorang manusia dalam kehidupan sosial masyarakat.

Zaman terus berubah, dan guru harus terus memperbaharui metode mereka. Jangan lah ada lagi yang mengatakan bahwa masih banyak guru yang bermental kuno dan dikatakan guru tersebut masih merasa hidup di jaman batu.

Bila guru mampu menjaga keseimbangan antara adaptasi proses dengan nilai-nilai mendasar dalam pendidikan, maka guru dapat memainkan peran penting dalam membimbing generasi Alpha.

Wahai guru, tetaplah menjadi utuh dalam memenuhi panggilan jiwa dan tanggung jawab untuk mendidik anak bangsa menuju masa depan yang cerah dan beretika di era digital yang terus berkembang.

Salam hormat, dan salam sayang untuk seluruh guru dan pendidik di negeri tercinta ini.. Jangan lupa bahagia.. Dan semoga sehat selalu untuk Bapak/Ibu guru...

Literasi: 1, 2, 3.

*****
Berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun