Mohon tunggu...
Zhee Rafhy
Zhee Rafhy Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

Sajak kecil yang tidak puitis, Lelaki kecil yang tidak romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Takdir

16 Februari 2019   00:04 Diperbarui: 16 Februari 2019   00:05 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naluri-naluri untuk mengakhiri hidup dengan melakukan percobaan bunuh diri entah kenapa selalu muncul begitu saja dalam benakmu. Kamu tidak begitu paham akan apa penyebabnya. Bisikan-bisikan muncul tiba-tiba, semacam sugesti untuk melakukannya. Dan kini, perasaan seperti itu tiba-tiba muncul menghapirimu kembali.

Kini kamu merasa bahwa tak ada seorang pun yang memperdulikan kamu dan kamu sekarang benar-benar sendirian. Tiba-tiba air matamu bercucuran tanpa bisa kamu bendung. Dadamu terasa sesak, serasa sengaja dimasukkan sesuatu sehingga terasa penuh dan tak ada cela untuk mengambil nafas. Kau menangis. Menangis sejadi-jadinya di taman itu. Menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang melewatimu tanpa rasa peduli terhadapmu.

Kau lantas berlari. Berlari sekuat tenagamu. Meninggalkan taman itu dengan air mata yang masih terus bercucuran. Ketika tak ada seorang pun yang peduli, saat itulah waktu yang tepat untuk mati pikirmu.

Kamu berhenti di tepian jalan raya dengan kendaraan-kendaraan yang melaju kencang. Kamu lantas menerobos ke tengah-tengah jalan sambil membentangkan kedua tanganmu dengan mata terpejam, kamu menunggu takdirmu menjemput. Dari arah berlawanan sebuah mobir merah melaju kencang ke arahmu, namun kemudian mendadak berhenti tetapat di depanmu. Kau tak mendapatkan apa yang kau inginkan, melainkan hardikan. Cacian dan makian san supir yang ia lontarkan kepadamu.

Kamu gagal namun tak mematahkan keinginanmu. Sekali lagi kamu mencoba di sebuah jembatan yang menghadap kelaut dengan ketinggian berpuluh-puluh meter ke bawah. Namun sekali lagi kamu gagal. Kamu diciduk oleh petugas keamanan. Lantas kau di bawah ke pos kepolisan terdekat dan di tahan sampai kemudian ayahmu datang menjemput dengan wajah garang. Kau dikurung di dalam kamar selama berhari-hari dengan penjagaan ketat bodyguard-bodyguard ayahmu.

Barkali-kali kamu mencoba untuk kabur kembali namun selalu saja gagal oleh mereka. Tetapi kamu sama sekali tidak kehabisan akal. Melalui akal bulusmu, kamu berhasi keluar dengan bersembunyi di bagasi mobil Ayahmu.

Dan sekarang kamu sedang berjalan lurus di tengah-tengah rel kereta api. Menghitung langka kakimu langkah-demi langkah. Seolah tak ingin satu pergerakan kakimu terluput dari pandangan matamu. Kamu begitu menikmati langkah-langkah kakimu itu. Sambil menghitung detik-detik waktumu yang berharga. Kamu tahu tak lama lagi akan ada kereta yang melalui rel yang kini sedang kau jelajahi.

"Hey, kamu ingin mati yah? Pasti ingin bunuh dirikan?" Teriak sebuah suara yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Kau menoleh ke arah sumber suara tersebut. Menyaksikan seorang laki-laki berperawakan tinggi dibalut dengan seragam yang kamu kenal.

"Kau yang waktu itu melompat dari atap sekolah kan?" Tanya lelaki itu lagi.

Kau tak menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun