Mohon tunggu...
Zhee Rafhy
Zhee Rafhy Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

Sajak kecil yang tidak puitis, Lelaki kecil yang tidak romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Takdir

16 Februari 2019   00:04 Diperbarui: 16 Februari 2019   00:05 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kini kamu ketakutan. Takut alasan-alasan yang kau miliki itu meredup setelah sangat berjuang memancarkan cahayanya untukmu. Kamu meghabiskan waktu hari itu menelusuri jejaknya di setiap ruamah sakit di kotamu. Tetapi hasilnya nihil.

Kau kembali dengan perasaan lesu bercampur putus asa dibawa langit senja yang jingga. Dalam perjalanan pulang dari kejauhan, tampak orang-orang yang berseragam serupa denganmu berkerumung. Kau mendekat dengan perasaan yang diliputi tanya. Sebuah acara pemakaman baru saja akan dimulai.

Kau menagis sejadi-jadinya. Air matamu tumpah luruh membanjiri pipimu. Kau merontak, berteriak, menagis meraung dalam diam. Belukar berduri yang sejak lama menghuni kepalamu kini mekar kembali. Air matamu terus terkuras hingga kering dan kau merasa air mata darah mungkin akan segera menggantikannya.

Dalam beberapa menit berselang kamu masih terpaku di tempatmu. Dengan perasaan kosong, kehilangan akal dan warasmu. Sebelum senja bergegas pergi. Tanpa sadar kamu berucap dalam lirih.

"Tuhan, tolong hidupkan ia sekali lagi."

Lalu keajaiban terjadi. Waktu seolah berhenti sesaat dan tubuh yang terbujur kaku dalam peti mati itu yang tak lain adalah Daniel perlahan bangkit kembali. Wajahnya tampak begitu rupawan. Kamu bisa merasakan tanganya yang lembut menyeka sisa-sisa air mata di pipimu.

"Kini, adalah saatnya untuk pergi." Kata Daniel seraya mengulurkan tangannya untukmu.

"Tidak Daniel, sekarang belum saatnya kita untuk pergi." Katamu dengan nada memohon.

"Hahahaha.. Hahahah..  Hahahaha..." Daniel tiba-tiba tertawa cekikikan.

"Bukan kita, tetapi ini adalah saatnya kamu Nalea untuk pergi. Bukan kah kamu begitu merindukan kematian? Hahahahahahaha."

"Da... Daniel... a... aku tidak ingin mati Daniel. Aku tidak ingin pergi lebih dulu darimu. Aku ingin kita tetap bersama-sama sampai seribu tahun lamanya. Melebihi usia manusia di atas rata-rata seperti yang kau katakan di rel kereta waktu itu" Katamu sambil bercucuran air mata. Baru kali ini kamu merasakan ketakutan yang teramat sangat ketika menghadapi kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun