Perselingkuhan sering kali dipahami dengan menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi atau penolakan. Banyak individu yang mencari alasan untuk membenarkan perilaku mereka, misalnya, dengan mengatakan, "Saya selingkuh karena pasangan saya tidak perhatian lagi." Ini adalah contoh rasionalisasi, di mana seseorang mencoba membenarkan perilaku buruk dengan alasan yang tampaknya masuk akal, meskipun pada kenyataannya, perilaku tersebut bertentangan dengan norma moral.
Selain itu, ada pula mekanisme represi, di mana dorongan untuk berselingkuh ditekan ke alam bawah sadar, namun tetap muncul dalam bentuk tindakan yang tidak disadari. Ketika seseorang menekan dorongan negatif dalam dirinya, itu bisa berujung pada perilaku yang akhirnya melukai dirinya atau orang lain. Namun ada juga :
- Denial: Individu menolak mengakui bahwa mereka telah berselingkuh, bahkan pada diri mereka sendiri. "Saya tidak berselingkuh, saya hanya berteman dekat" adalah contoh penyangkalan yang berfungsi untuk melindungi ego dari rasa bersalah.
- Displacement (Pengalihan): Dorongan seksual atau agresif dialihkan kepada orang lain, misalnya, seseorang yang kecewa dengan pasangannya mengalihkan perasaannya ke orang lain melalui perselingkuhan.
- Projection (Proyeksi): Seseorang mungkin menuduh pasangannya berselingkuh, padahal dirinya sendiri yang sebenarnya memiliki keinginan atau telah berselingkuh.
- Sublimasi: Dorongan seksual diarahkan ke bentuk perilaku yang lebih diterima secara sosial. Namun, dalam kasus perselingkuhan, sublimasi sering gagal dilakukan dan malah menyebabkan perilaku tidak sehat.
Dampak Selingkuh dalam Keluarga dan Anak-anak
Selingkuh dan perceraian tidak hanya mempengaruhi pasangan, tetapi juga berimbas pada anak-anak. Dari sudut pandang Freud, keluarga yang tidak harmonis atau "broken home" memiliki dampak besar pada perkembangan psikologis anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang berantakan cenderung mengalami kesulitan dalam membentuk kepribadian yang sehat. Mereka bisa mengalami gangguan emosional, rasa kesepian, atau bahkan membenci orang tua mereka.
Selain itu, perceraian sering kali menyebabkan anak merasa kehilangan rasa aman dan stabilitas emosional. Anak-anak yang terpengaruh oleh perceraian dapat mengalami perubahan besar dalam kondisi kepribadian mereka, seperti rasa tidak aman, kesepian, atau bahkan kecenderungan untuk mengisolasi diri dari dunia luar. Hal ini, jika tidak ditangani dengan baik, bisa berlanjut hingga mereka dewasa.
Mengubah Siklus: "Break the Cycle"
Meskipun dampak negatif perselingkuhan sangat besar, bukan berarti perubahan tidak mungkin terjadi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Orang tua harus menjadi panutan yang baik, memberikan dukungan emosional yang stabil, dan menciptakan suasana yang penuh kasih sayang dan pengertian. "Break the cycle" atau memutus rantai kesalahan yang sama bisa dimulai dengan memberikan perhatian lebih pada anak, mendengarkan mereka, dan membimbing mereka dengan kasih sayang.
Untuk itu, orang tua harus berperan aktif dalam kehidupan anak, berkomunikasi secara terbuka, dan memastikan bahwa anak merasa dihargai dan diperhatikan. Anak-anak yang merasa didukung akan lebih percaya diri dan mampu menghindari perilaku negatif seperti kenakalan remaja atau penyalahgunaan narkoba.
Perubahan Ada di Tangan Kita