Malam itu. [Mungkin malam tadi, atau dua puluh tahun lagi].
Kau datang dengan kata-kata usang, yang tak pernah menghilang. Seperti mengulang bebunyian hujan yang dijatuhkan awan, di antara bisikan tubuh-tubuh basah yang memeluk dingin. Berdoa, dan putus asa.
"Salah mereka! Tidur, di saat orang-orang belum tidur! Bangun, ketika orang-orang melupakan embun!"Â Kau menyimpan lupa di Gerbang Kedatangan.
Malam itu. [Mungkin malam kemarin, atau dua puluh tahun sesudah kepergian].
Kau pulang bersama kenangan usang. Yang pernah berulang kali menghilang. Seperti putik jamur yang menjemput kematian sepi di musim kemarau, di antara jeritan sunyi hati-hati yang merajut risau. Kalah, dan lelah.
"Salah mereka! Kedatangan hari ini adalah jejak pengembaraan hari kemarin. Kepergian hari esok untuk menyibak hari depan!" Kau melewatkan cermin yang terpasang di Gerbang Perhitungan.
Malam itu. [Entah kapan].
Tanpa doa, tanpa putus asa. Tanpa kalah, tanpa lelah.
Kau dan aku tertawa. Berbagi cerita, tentang betapa manisnya kopi, dan begitu pahitnya gula.
Curup, 02.06.2021
zaldy chan