Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Betapa Manisnya Kopi, Begitu Pahitnya Gula

2 Juni 2021   18:14 Diperbarui: 2 Juni 2021   18:26 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan (sumber gambar: pixabay.com)

Malam itu. [Mungkin malam tadi, atau dua puluh tahun lagi].

Kau datang dengan kata-kata usang, yang tak pernah menghilang. Seperti mengulang bebunyian hujan yang dijatuhkan awan, di antara bisikan tubuh-tubuh basah yang memeluk dingin. Berdoa, dan putus asa.

"Salah mereka! Tidur, di saat orang-orang belum tidur! Bangun, ketika orang-orang melupakan embun!" Kau menyimpan lupa di Gerbang Kedatangan.

Malam itu. [Mungkin malam kemarin, atau dua puluh tahun sesudah kepergian].

Kau pulang bersama kenangan usang. Yang pernah berulang kali menghilang. Seperti putik jamur yang menjemput kematian sepi di musim kemarau, di antara jeritan sunyi hati-hati yang merajut risau. Kalah, dan lelah.

"Salah mereka! Kedatangan hari ini adalah jejak pengembaraan hari kemarin. Kepergian hari esok untuk menyibak hari depan!" Kau melewatkan cermin yang terpasang di Gerbang Perhitungan.

Malam itu. [Entah kapan].

Tanpa doa, tanpa putus asa. Tanpa kalah, tanpa lelah.

Kau dan aku tertawa. Berbagi cerita, tentang betapa manisnya kopi, dan begitu pahitnya gula.

Curup, 02.06.2021
zaldy chan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun