Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Kabar Terakhir dari Masa Lalu

4 Januari 2021   22:12 Diperbarui: 5 Januari 2021   11:29 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orangtua dan Surat Kabar (sumber gambar: pixabay.com)

Malu beranjak malu-malu ke belakang pintu. Barisan senyum tergantung kaku di paku nomor satu. Deretan suara terbungkus plastik hitam di paku nomor dua. Beberapa sisa tawa meringkuk lesu di paku ketiga. Pintu mengunci sunyi.

Berapa lama malu?

Malam berbisik kepada rembulan, sepuluh hari ke depan batas akhir perjanjian. Biarlah langit merajut cerita apa adanya. Tak lagi ada senja sempurna. Tak lagi ada purnama. Tak perlu cahaya.

Untuk apa purnama?

Sebatang pensil tukang kayu berwarna merah saga, terjepit di daun jendela tanpa kaca. Tak lagi melukis angka, Tak pula menulis aksara. Sejak lama malu kepada purnama. Usai jejak maya tenggelam dalam kubangan putus asa.

Mengapa putus asa?

Segaris senyuman terjun bebas ke salah satu dinding. Di dalam kelas, papan tulis hitam ternoda ujaran masa silam yang hening. 

Kau tak pernah belajar?

Wajah baru waktu menatapku. Cemburu pada masa lalu. Satu pesan telah hadir, sebagai kabar terakhir.

"Kalah jadi garang. Menang jadi babu!"

Curup, 04.01.2021
zaldychan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun