Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tujuh Belas Tahun Lalu

22 Desember 2020   18:21 Diperbarui: 22 Desember 2020   21:54 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya. Pakai lontong?"

"Boleh. Cabainya sebelas, Mak!"

Sejenak, Mak ijah tertegun menatapku. Tangan kanan kuajukan beserta senyuman. Perlahan tanganku disambut tangan penuh kerut itu. Pelan, Mak ijah menepuk lengan kiriku.

"Wah! Mas ganteng, ternyata!"

"Mak masih ingat aku?"

"Hanya Mas yang pesan sebelas cabai!"


Aku tertawa, Mak ijah kubiarkan bekerja. Dulu. Lotek Mak Ijah tak pernah sepi pelanggan. Tetapi, siang itu, hanya ada aku, Mak Ijah dan gerobak lotek.

"Ini resep ibuku. Rahasia!"

Seperti mesin penjawab otomatis. Kalimat itu, adalah jawaban Mak Ijah. Jika ada pelanggan yang ajukan pertanyaan. Saat menikmati lotek, pelanggan akan ditemani cerita masa lalu yang terus diulang oleh Mak Ijah.

Mak Ijah anak tertua. Ayahnya seorang tentara rakyat yang ditemukan mati, saat agresi militer pertama Belanda. Ibunya terpaksa berjualan lotek, untuk membesarkan tiga orang anak. Namun, usia kedua adiknya tak lama. Mereka menyusul kepergian sang ayah pada waktu yang nyaris sama. Karena terjangkit wabah kolera

"Silakan, Mas."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun