Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Make Everyday a Father's Day? Hayuk Antar Jemput Sekolah Anak!

22 Februari 2020   14:12 Diperbarui: 22 Februari 2020   14:13 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://smartnewstapanuli.com/

Sebagai ayah, bagiku proses antar jemput anak ke sekolah adalah suatu ritual. Kegiatan itu biasanya memiliki kisah dan momen kejutan yang berbeda setiap hari. Hingga naluriku menjadi terlatih menghadapi segala kemungkinan. Seperti kejadian pagi tadi.

Hari sabtu ini, Rizqy, anak lelakiku mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Beladiri Tapak Suci di sekolah. Pukul sepuluh, aku jemput menggunakan motor ke sekolah. Anakku sudah menunggu di samping gerbang didampingi pelatihnya.

"Maaf, Pak! Tadi Rizqy jatuh."

Ternyata saat istirahat, Rizqy bermain kejar-kejaran. Terjatuh dan menabrak meja. Ada sedikit luka di pelipis mata sebelah kiri. Aku tertawa, saat mendengar ucapan pelatih, "tadi sudah dibersihkan, tapi Rizqy gak mau diobati! Bilangnya sama ayah aja, Pak!"

Saat perjalanan pulang menuju rumah dan berboncengan di atas motor. Aku mengajak anakku berbincang ulang, tentang kejadian jatuh itu. Maka mengalir lagi cerita anakku, persis sama seperti yang diceritakan pelatih.

"Masih sakit, Nak?"

"Iya. Sedikit!"  

"Tadi nangis?"

"Gak! Malu, Yah!"

"Haha..."

Sampai di rumah. Rizqy bergegas mencari kapas juga obat luka di kamar. Mengambil air hangat, membersihkan lukanya sendiri. Baru menyerahkan kapas dan obat luka padaku. Aku tertawa menyaksikan wajah anakku yang meringis menahan perih.

Aku lanjut cerita lagi, ya?

Usai zuhur, aku musti menjemput anak gadisku. Karena kelas enam, kegiatan eskul-nya happy leaning di sekolah. saat aku memasuki gerbang sekolah, kulihat ada senyum di wajah gadisku. Sambil berlari menghampiri, padahal aku sedikit terlambat.

"Uni pikir, Ayah lupa!"

"Apa?"

"Map merah ini. Kan formulirnya hari ini harus dikumpul!"

Aih, senyum itu bukan untukku. Tapi untuk map formulir pendaftaran SMP yang aku bawa. Gadisku berlari ke kantor, mengantar berkas tersebut. Kemudian, kembali menemuiku dengan isyarat dua jempol.

"Sudah, Nak?"

"Lengkap, Yah!"

"Hamdallah! Tadi nunggu lama pas cetak foto, Nak!"

"Hari senin. Uni buka bersama satu kelas,Yah! Boleh, kan?"

"Orait, Nakdis! Hayuk pulang!"

Ceritanya udahan, ya? Sekarang aku tulis, beberapa alasan kenapa menceritakan ini.

Sumber foto: https://jateng.tribunnews.com/
Sumber foto: https://jateng.tribunnews.com/

Ternyata, jika  Bisa Antar Jemput Itu...

Pertama. Aku terbebas dari praduga dan curiga. Satu hari ini, sebagai ayah, aku menjadi orang yang mendengarkan secara langsung cerita tentang anak lelakiku yang terjatuh. Aku menjalin komunikasi dengan pelatihnya, sekaligus melakukan trianggulasi dengan anakku.

Jadi? Aku tak sempat mendapatkan "bumbu penyedap" dari sumber lain, andai aku tak menjemput dan berbincang langsung dengan pelatihnya. Jadi tingkat "kepercayaan" dengan pihak sekolah dan anakku tetap terjaga.

Kedua. Aku menangkap keresahan anak gadisku, jika aku lupa membawa formulir pendaftaran. Dan, aku tidak lupa! Juga tanpa sengaja, aku pun menjelaskan sebab terlambat menjemput karena menunggu cuci cetak pas foto.

Jadi? Aku aman dari cemberut anak gadisku atau perdebatan yang tidak perlu. Saat perjalanan pulang, malah berbonus kicauan anakku, keseruan di kelas hari ini dengan nada dan tawa renyah. Ahaaay...

Ketiga. Aku mendapatkan satu informasi penting, bahwa ada kegiatan "buka bersama" anak gadisku pada hari senin. Kenapa penting? Artinya, aku mesti mengingatkan anak gadisku buat berpuasa, kan?

Dan, aku masih punya waktu untuk menyiapkan "peralatan perang" yang cukup buat sahur. Agar menjalankan puasa tetap nyaman, walau harus tetap bersekolah. Bayangkan, jika informasi itu aku dapatkan malam senin? Ternyata isi kulkas kosong? Hihi...

Tiga alasan itu, menjadi penghubung ikatan antara aku sebagai orangtua dengan anak juga sekolah. Sebagai orangtua yang bekerja, tentu saja aku memiliki keterbatasan waktu. Jadi momen antar-jemput anak menjadi "quality time" versiku. Boleh, kan?

Sumber foto: pixabay.com
Sumber foto: pixabay.com

Antar Jemput Anak Sendiri Itu, Pilihan Berani!

Aku menghormati keputusan orangtua yang dengan alasan sibuk bekerja, hingga tak sempat mengantar atau menjemput anak. Hingga diwakilkan dengan orang ketiga. Bisa alasan manajemen waktu, jarak atau beban kerja.

Tapi aku lebih menghargai orangtua yang "meluangkan" waktu untuk mengantar dan menjemput anaknya sendiri. Salah satunya, Mas Hadi Santoso, Kompasianer kawakan dan Headliner of The Year Kompasiana Award 2019, malah memutuskan bekerja di rumah.

Dengan alasan agar tak kehilangan momen bersama anak. Demikian juga Mas Yon Bayu yang memilih "jalan ninja" hidup dengan menulis. Salah satunya untuk mendampingi tumbuh kembang anak.  Menurutku, itu keputusan luar biasa dan butuh nyali besar.

Terkadang, aku sepakat juga dengan ujaran beberapa teman di grup parenting. Saat berbincang tentang urusan antar jemput anak ini. Aih, tenyata banyak yang setuju. Ada juga yang utarakan berbagai alasan. Namun dibungkam sesama anggota grup. Ini di antaranya :

"Sekedar antar jemput anak gak sempat? Urusan waktu? Diatur, dong!"

"Kita bekerja untuk anak, kan? Terus kenapa malah anak dititip ke orang lain?"

"Tak selamanya kita dekat dengan anak!"

Di ranah psikologi anak, antar dan jemput anak ke sekolah adalah salah satu cara menjaga ikatan emosi antara orangtua dan anak. Salah satunya karena aka nada percakapan ringan saat di perjalanan pergi dan pulang.

Tak hanya itu, tanpa sengaja, kegiatan itu menjadi dukungan moril bagi anak untuk belajar dan bersekolah. Anak merasa diperhatikan, didukung, didengarkan tentang kegiatannya sehari-hari.

Ada lagi? Anak sekarang, lebih mudah "curhat" dengan teman dibandingkan orangtua. Bila melakukan antar jemput, orangtua jadi tahu dan kenal, siapa saja teman akrab anaknya di sekolah. jadi kalau ada masalah, bisa mencari tahu dari temannya. Atau kenal dengan orangtua dari temannya? Setidaknya teman jadi banyak, kan?  

Terakhir, menjalin komunikasi yang lancar dengan pihak sekolah, terutama guru. Terkadang, sambil menunggu, orangtua bisa saja berbincang dengan salah satu guru, untuk mencari tahu perkembangan, tingkah laku atau kekurangan anak, kan?

Jadi?

Kukira banyak manfaat yang bisa didapatkan, jika orangtua langsung melakukan antar jemput anak sekolah. Secara pribadi, aku berusaha melakukan kegiatan itu sendiri. Kecuali, jika punya kegiatan yang sangat penting. Dan itu, pasti tidak setiap hari. Atau orangtua musti bekerja di luar kota. Pasti akan lain cerita, kan?

Seperti ucapan temanku tadi. Tak sepanjang hidupnya, orangtua bisa dekat dengan anak. Siapa tahu, antar jemput anak sekolah ini, adalah salah satu kenangan terindah anak-anak. Saat mereka dewasa, atau kita telah tiada. Hiks...

Curup, 22.02. 2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun