Ibu juga dilekatkan dengan pekerjaan domestik seperti memasak dan mengurus anak. Sehingga tagar tersebut berharap anak-anak dan para suami akan selalu mengingat pesan ibu atau istri nya dalam mematuhi protokol kesehatan, seperti ucapan “nak, jangan lupa maskernya” atau “yah, maskernya sudah dipakai?”.
Namun bagi penulis, tagar #IngatPesanIbu justru mengkerdilkan peran perempuan di masa pandemi. Karena tidak semua perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga, bahkan beberapa perempuan mungkin memilih tidak mempunyai anak dan urusan domestik bukan hanya tanggung jawab perempuan namun juga laki-laki.
Sebagaiman tugas pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab ibu namun kedua orang tua. Untuk itu tagar #IngatPesanIbu lebih baik diganti dengan tagar yang lebih ‘sehat’ seperti #AyoPakaiMasker #WargaBantuWarga dan hashtag lainnya yang lebih sensitif gender. Karena di masa pandemi perempuan tidak hanya berperan sebagai ‘agen penasihat’ sebagaimana tagar #IngatPesanIbu.
Namun perempuan juga dapat menjadi aktor pembentuk opini publik, aktor penangkal hoax terkait Covid-19, terjun sebagai relawan yang menyalurkan bantuan Covid-19, bahkan sebagian besar nakes kita adalah perempuan.
Sebagaimana ajakan dokter Mesty untuk mendorong perempuan ikut andil dalam melawan wabah. Doskter Mesty Ariotedjo merupakan salah saorang dokter yang mendapatkan penghargaan ‘forbes 30 under 30 Asia’, founder wecare.id dan salah satu inisiator konser amal virtual para musisi Indonesia untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Perempuan seharusnya juga ikut berperan sebagai relawan untuk menyalurkan bantuan. Sebagaimana keterlibatan perempuan Kulonprogo DIY.
Ketika perempuan terlibat menjadi relawan perempuan mempunyai hak untuk membuat keputusan.
Misalnya memutuskan sasaran bantuan covid-19 yakni para lansia, janda, anak yatim piatu dan ibu hamil (melihat banyaknya kasus ibu hamil yang meninggal karena positif Covid-19) dan perempuan menyusui.
Perempuan juga turut menentukan isi atau jenis bantuannya seperti popok, susu, minyak telon, sembako, makanan bergizi dan bumbu dapur. Sehingga perempuan tidak hanya diposisikan sebagai korban bencana Covid-19 namun juga berperan membantu korban Covid-19.
Peran lainnya adalah kepemimpinan perempuan.
Banyak pemimpin perempuan yang berhasil melawan pandemi melalui kebijakan yang dilakukan. Misalnya perdana menteri Sint Maarten di kepulauan karibia, Silveria Jacobs. Silveria Jacobs mempunyai ketegasan dalam penyampaian pesan dan mampu memberikan contoh tindakan tegas penanganan pandemi di daerahnya.
Pemimpin perempuan lainnya adalah perdana menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern yang juga mempunyai sikap yang tegas dalam penanganan pandemi seperti menutup perbatasan dan pemberlakuan lockdown.