Mohon tunggu...
Zainab canu
Zainab canu Mohon Tunggu... Dosen

Penyuka olahraga HIIT _ baca buku_fashion

Selanjutnya

Tutup

Love

Cinta Menurut Ibn Athailah Assakandari

27 Februari 2025   07:49 Diperbarui: 23 Agustus 2025   10:25 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Ibn Atha'illah As-Sakandari, seorang sufi besar dalam tarekat Syadziliyah, memiliki pandangan mendalam tentang cinta (Al-Hub) dalam hubungan antara hamba dan Allah. Dalam perspektif beliau, cinta kepada Allah memiliki dsar hukum yang dibangun atas tiga pilar utama, semuanya dapat ditemukan dalam Surah Al-Fatihah:

1.Al-Hub (Cinta Murni) Manifestasi dari "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin"

Ayat ini menggambarkan rasa syukur dan pengagungan kepada Allah sebagai Rabb seluruh alam. Dalam tasawuf, rasa cinta kepada Allah bermula dari pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya dan semua pujian hanya milik-Nya. Cinta yang murni adalah bentuk penghambaan yang tidak mengharapkan balasan, melainkan lahir dari kesadaran akan keagungan dan kasih sayang-Nya.

2.Ar-Raja' (Harapan) Ditunjukkan dalam "Ar-Rahmanir Rahim"

Ar-Rahman dan Ar-Rahim menggambarkan sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini menumbuhkan harapan dalam diri seorang hamba bahwa Allah selalu memberikan rahmat-Nya, mengampuni dosa, dan memberikan kebaikan di dunia maupun akhirat. Dalam konsep cinta, harapan ini membuat seorang hamba terus mendekat kepada Allah dengan penuh optimisme.

3.Al-Khouf (Takut) Tercermin dalam "Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in"

Ayat ini menunjukkan sikap ketundukan dan kepatuhan penuh kepada Allah. Rasa takut kepada Allah bukan berarti ketakutan yang membuat lari, melainkan ketakutan yang melahirkan kepatuhan dan penghambaan yang tulus. Takut ini berlandaskan kesadaran bahwa Allah Maha Melihat dan akan meminta pertanggungjawaban atas setiap amal perbuatan.

Ketiga unsur ini cinta, harapan, dan takut adalah keseimbangan dalam hubungan seorang hamba dengan Allah. Jika hanya cinta tanpa takut dan harapan, seseorang bisa menjadi lalai. Jika hanya harapan tanpa cinta dan takut, ia bisa menjadi terlalu berani dalam bermaksiat. Jika hanya takut tanpa cinta dan harapan, ia bisa terjerumus dalam keputusasaan. Oleh karena itu, Ibn Atha'illah mengajarkan bahwa keseimbangan antara ketiga hal ini adalah kunci dalam perjalanan spiritual seorang hamba menuju Allah.

Dalam perspektif tasawuf, Al-Hub (cinta kepada Allah) bukan hanya sebatas pengalaman spiritual pribadi, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas. Cinta yang benar kepada Allah melahirkan kelembutan hati, mawaddah (kasih sayang), dan rahmah (rahmat), yang harus diwujudkan dalam interaksi sosial.

1. Al-Hub Melahirkan Kelembutan Hati

Cinta kepada Allah menjadikan seseorang lebih lembut hatinya, tidak mudah marah, dan lebih sabar dalam menghadapi manusia.

Orang yang memiliki cinta sejati kepada Allah akan selalu memandang makhluk dengan kasih sayang, karena ia menyadari bahwa semua berasal dari Allah.

2. Mawaddah wa Rahmah dalam Interaksi Sosial

Mawaddah adalah kasih yang bersifat aktif, yaitu cinta yang diwujudkan dengan tindakan nyata, seperti menolong sesama, berbagi, dan menjaga persaudaraan.

Rahmah adalah bentuk cinta yang penuh kelembutan, di mana seseorang tidak hanya menyayangi tetapi juga memaafkan dan memahami kekurangan orang lain.

Dalam Al-Qur'an, Allah menggambarkan mawaddah wa rahmah dalam konteks hubungan suami istri (QS. Ar-Rum: 21), tetapi secara lebih luas, ini juga menjadi dasar bagi hubungan sosial dalam masyarakat.

3. Menyebarkan Cinta dalam Kehidupan Sosial

Orang yang memiliki cinta kepada Allah tidak akan membiarkan dirinya hanya tenggelam dalam hubungan vertikal dengan-Nya, tetapi juga akan menyebarkan nilai-nilai cinta itu dalam kehidupan sosial.

Dalam hadits, Rasulullah bersabda:

"Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim) ini menunjukkan bahwa cinta kepada Allah harus diwujudkan dalam bentuk kepedulian kepada sesama manusia.

4. Tasawuf dan Spirit Cinta dalm Masyarakat

Para sufi seperti Ibn Atha'illah As-Sakandari menekankan bahwa tasawuf bukan hanya soal ibadah dan dzikir, tetapi juga bagaimana hati seseorang dipenuhi dengan cinta, sehingga ia menjadi pembawa kedamaian di tengah masyarakat.

Orang yang benar-benar mencintai Allah akan menjadi sumber ketenangan bagi orang lain, karena mereka memiliki akhlak yang lembut, penuh kasih sayang, dan menjauhi kebencian serta permusuhan.

Maka, Al-Hub yang sejati harus diwujudkan dalam tindkan sosial: berbuat baik kepada sesama, saling tolong-menolong, menyebarkan cinta dan kedamaian, serta menjaga persatuan dalam masyarakat. Inilah esensi dari cinta yang diajarkan dalam Islam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun