Keadaan Indonesia dewasa ini menuai pelbagai persoalan kompleks yang datang dari berbagai isu serta kebijakan pemerintah. Bahwa sampai pada tulisan ini dibuat, terdapat setidaknya satu atau dua perasaan yang mendalam dan tidak dapat diutarakan hanya dengan satu atau dua patah kalimat saja. Dengan demikian, terdorong dari rasa empati yang masih hidup dalam diri, dibuatlah kalimat-kalimat yang datang langsung dari pemikiran terhadap negeri ini.
Berangkat dengan menjunjung rasa keadilan yang mengacu terhadap pemikiran John S. Mill bahwa dampak dari setiap tindakan atas nama 'adil' harus dibubuhi kesenangan yang menjadi taraf kebenaran. Relevansi hal tersebut terhadap persoalan yang terjadi di rezim pemerintahan sekarang, banyak kebijakan yang mengunggah emosi publik. Mulai dari Makan Bergizi Gratis (MBG), efisiensi anggaran, kenaikan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% di Pati, dan dengan klimaks pada kenaikan tunjangan rumah anggota DPR sebesar 50 juta rupiah. Di sisi lain, keburukan public relation dalam menanggapi kritik publik menjadi topping yang problematik. Bupati Sudewo adalah bukti prima atas kebenaran teori keadilan utilitarianisme.
Walau tak cukup mengurai kronologi kausalitas yang terjadi di bulan Agustus --September dengan ringkas, akan dilakukan metode top down yakni kebijakan atau pernyataan yang dikeluarkan pemerintah vs tanggapan rakyat dan tuntutan yang dikeluarkan. Penguraian ini akan dilakukan secara kronologis.
Yang paling utama bahwa sejak sebelum Paslon Prabowo -- Gibran diangkat secara resmi sebagai Presiden dan Wakilnya, jual janji politik yang diumbar agar diingat masyarakat adalah program Makan Siang Gratis yang selanjutnya diubah nama menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk seluruh sekolah dasar yang ada di Indonesia. Realisasinya sampai saat ini tidak semanis apa yang diucapkan pada waktu kampanye. Tercatat kasus keracunan anak akibat konsumsi MBG sudah terjadi di beberapa daerah, seperti 223 anak di Bogor pada bulan Mei 2025 (Hidayat, 2025), hampir 1.000 siswa keracunan di Jogja (Safitri & Prabowo, 2025), Â dan laporan terbaru sebanyak 27 siswa keracunan di Banten (Darmawan & Dzulfaroh, 2025). Hal ini menjadi satu dari banyak kebijakan yang menuai kontroversial. Terlepas dari program yang menjadi beban APBN 2025 sebesar Rp71 triliun ini, evaluasi dampaknya sangat minim jika dinilai dari kasus yang terus terjadi (Saptati, 2025).
Begitu pun efisiensi anggaran melalui Inpres No. 1 Tahun 2025 memicu keributan terkait pemangkasan anggaran yang dinilai ugal-ugalan. Idealnya bahwa pemangkasan pengeluaran dari APBN 2025 dapat menyokong finansial program-program prioritas termasuk MBG yang sudah disebutkan problematik nya di atas. Namun realisasi pemangkasan ini juga menjalar ke dalam lini pendidikan, dari beban operasional dan non-operasional. Bentuk-bentuk pembatasan anggaran menghambat kemajuan bidang pendidikan seperti studi banding, pembatasan sokongan uang perlombaan akademik dan non akademik, serta seminar dan workshop. Jika memakai kacamata analitis dengan melihat dampak real yang terjadi di masyarakat. Tentu, tak heran jika umpatan Indonesia Gelap beredar dewasa ini. Walaupun mungkin pemerintah mengalami bentrokan batin antara pemangkasan anggaran dan keutamaan pendidikan sebagai transformasi bangsa, namun hasil pun tak kunjung sinkron antara kedua komitmen tersebut.
Kebijakan kontroversial lain datang dari Sudewo yang mengeluarkan ketetapan kenaikan PBB-P2 sebesar 250% guna peningkatan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik (Lathif, 2025). Usut punya usut, Bupati Pati itu menantang rakyat sebagai respons penolakan terhadap kebijakannya dengan ucapan, "bawa 50 ribu massa dan keputusan tidak akan berubah." Tentu pernyataan provokatif yang keluar dari mulut Bupati menunjukkan seberapa rendah pemahamannya terhadap rakyatnya. Mengapa begitu? Partisipasi rakyat yang minim tidak membuka mata pembuat kebijakan bahwa Pendapatan Asli Daerah Pati hanya sekitar 14,5% dari APBD yang dengan kenaikan PBB-P2 tidak merefleksikan kebijakan yang responsif (Rumbo, 2025). Belum pula dinilai dari skill sosialisasi yang sangat tidak merakyat. Kenyataan ini tentu tidak dapat diterima yang berujung pada demo besar warga Pati dengan tuntutan pembatalan kenaikan pajak dan pengunduran Sudewo dari jabatan Bupati. Hasilnya, ludah ditelan sendiri, kebijakan pun ditolak dengan emosi warga Pati yang sudah melunjak.
Lalu sebelum jalan cerita menempati resolusi, klimaks yang terjadi adalah kenaikan tunjangan rumah DPR RI sebesar 50 juta rupiah. Â Pemberian tunjangan sebesar 50 juta rupiah per bulan dilakukan setelah anggota dewan tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah dinas di daerah Kalibata. Kebijakan ini menyoroti amarah publik, sebab keadaan ekonomi Indonesia di angka yang tidak baik-baik saja, dengan rata-rata UMP hanya sebesar Rp3 juta rupiah pada tahun 2024. Akibatnya, demonstrasi besar-besaran digelar di berbagai wilayah di Indonesia sebagai tanggapan publik terhadap kebijakan dan sikap pemerintah selama ini.
Konsekuensi Sosiologis atas Kebijakan dan Sikap Pejabat Publik
Awal demonstrasi yang dimulai sejak 25 Agustus dilakukan oleh mahasiswa, kaum buruh, dan aktivis lainnya menyuarakan tuntutan untuk membatalkan kenaikan tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan DPR RI dan beberapa tuntutan lain seperti pembubaran DPR dengan dekrit Presiden seperti era Gus Dur serta pembahasan RUU Peramapasan Aset. Hasil dari proses demokrasi ini dianggap sebagai hal yang buruk dan radikal oleh sebagian pejabat publik. Sikap yang dikeluarkan oleh Ahmad Sahroni dengan ujaran provokatif terhadap demonstran menjadi contoh prima.
"Yang bilang bubarkan DPR adalah orang tolol sedunia," ujar Sahroni, Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Dalam hal ini, kemarahan publik merupakan tanggapan yang sebanding. Sebab, saat pernyataan tersebut diucapkan, ia masuk dalam kategori orang dengan excessive power dan pemegang status terhormat. Bahwa bukti tunjangan kehormatan yang diterima dewan wakil rakyat merupakan manifestasi dari status tersebut. Oleh karena itu, sebagai orang dengan jabatan sebagai wakil rakyat sangat tidak elok untuk melontarkan kalimat yang diucapkan tersebut. Dengan lain hal, perbaikan kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat yang bersifat edukatif dan informatif.
Tragedi demonstrasi pun melonjak saat alm. Affan Kurniawan wafat ditabrak dan dilindas oleh kendaraan taktis Brimob. Peristiwa ini menjadi puncak kemarahan rakyat yang berujung pada kericuhan-kericuhan di masyarakat seperti penjarahan rumah Ahmad Sahroni, Sri Mulyani, dan Surya Utama. Bahwa keributan yang terjadi merupakan implikasi sosiologis atas kronologi yang telah terjadi selama ini.
 17 + 8 Tuntutan Rakyat
Wujud tuntutan rakyat kemudian disusun padu oleh berbagai figur publik (influencer) yang berisi 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang dengan detail sebagai berikut.
Tuntutan Jangka Pendek (Deadline: 5 September 2025)
1. Kepada Presiden Prabowo:
- Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
- Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.
2. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat:
- Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiunan).
- Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR).
- Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).
3. Kepada Ketua Umum Partai Politik:
- Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
- Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
- Libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.
4. Kepada Kepolisian Republik Indonesia:
- Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
- Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
- Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM.
5. Kepada TNI (Tentara Nasional Indonesia):
- Segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.
- Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
- Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
6. Kepada Kementerian Sektor Ekonomi:
- Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk namun tidak terbatas pada guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia.
- Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
- Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.
Tuntutan Jangka Panjang (Deadline: 31 Agustus 2026)
1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran
- Lakukan audit independen yang diumumkan ke publik. Tinggikan standar prasyarat anggota DPR (tolak mantan koruptor) dan tetapkan KPI untuk evaluasi kinerja. Hapuskan perlakuan istimewa: pensiun seumur hidup, transportasi dan pengawalan khusus, dan pajak ditanggung APBN.
2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif
- Partai politik harus mempublikasikan laporan keuangan pertama mereka dalam tahun ini, dan DPR harus memastikan oposisi berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil
- Pertimbangkan kembali keseimbangan transfer APBN dari pusat ke daerah; batalkan rencana kenaikan pajak yang memberatkan rakyat dan susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil.
4. Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor
- DPR harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini untuk menunjukkan komitmen serius memberantas korupsi, diiringi dengan penguatan independensi KPK dan UU Tipikor.
5. Reformasi Kepemimpinan dan Sistem di Kepolisian agar Profesional dan Humanis
- DPR harus merevisi UU Kepolisian. Desentralisasi fungsi polisi: ketertiban umum, keamanan, dan lalu lintas dalam 12 bulan sebagai langkah awal.
6. TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian
- Pemerintah harus mencabut mandat TNI dari proyek sipil seperti pertanian skala besar (food estate) tahun ini, dan DPR harus mulai revisi UU TNI.
7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen
- DPR harus merevisi UU Komnas HAM untuk memperluas kewenangan terhadap kebebasan berekspresi. Presiden harus memperkuat Ombudsman serta Kompolnas.
8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan
- Tinjau serius kebijakan PSN & prioritas ekonomi dengan melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan. Evaluasi UU Cipta Kerja yang memberatkan rakyat khususnya buruh, evaluasi audit tata kelola Danantara dan BUMN.
 Hasil Pertemuan Presiden Prabowo dengan Media
Melansir dari pertemuan yang terjadi antara Prabowo dengan para awak media terkait hasil tuntutan 17+8 yang ditujukan kepada Prabowo menuai berbagai tanggapan. Bahwa jika disimak dalam siaran Mata Najwa terkait diskusi Prabowo dengan para media pada tanggal 6 September, tanggapan yang pertama atas tuntutannya adalah Prabowo akan membentuk tim investigasi independen atas peristiwa yang terjadi pada tanggal 28 -- 29 Agustus. Prabowo juga menanggapi tuntutan tidak boleh adanya kriminalisasi demonstran sebab demonstrasi dilindungi dan dijamin oleh undang-undang selama prosesnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun terkait tuntutan penarikan TNI dari pengamanan sipil dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal. Sebab pungkasnya, tugas TNI adalah menjaga rakyat dari ancaman apapun termasuk terorisme, kerusuhan, dan hal-hal yang negatif yang dapat terjadi dalam proses demonstrasi.
Bahwa betul rangkaian peristiwa yang terjadi terhitung sejak 25 Agustus menjadi tonggak sejarah yang menjadi tanda rasa ketidakadilan yang dialami rakyat. Sampai pada tulisan ini diselesaikan, yakni pada tanggal 11 September 2025, masih terbentuk rasa kepedulian rakyat terhadap negeri ini.
Jika menilik persoalan yang terjadi selama ini, diperlukan yakni perbaikan kualitas public relation pejabat publik terhadap rakyat guna citra baik di masa depan, refleksi kebijakan-kebijakan berdasarkan 17+8 tuntutan rakyat, dan pahami konsekuensi sosiologis dari sikap yang dikeluarkan pejabat publik. Peristiwa Nepal baru-baru ini dapat menjadi contoh bagi penyelenggara negara untuk menyikapi rakyat dengan lebih bijak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI