Mohon tunggu...
Yustisia Septiani
Yustisia Septiani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog / Muslim Mental Health

Refleksi setiap kehidupan. Kadang suka menulis, kadang suka fangirling.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Untukmu yang Sedang Dilanda Kegelisahan Resign

10 Februari 2023   12:28 Diperbarui: 17 Februari 2023   08:15 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kegelisahan untuk Resign. (sumber: unsplash.com/@jannerboy62)

Seseorang bertanya padaku beberapa pekan lalu, apakah aku sudah menemukan apa yang aku cari setelah resign? 

Pertanyaan ini cukup menggelitik karena setelah satu tahun aku memutuskan untuk keluar dari kantor sebelumnya, ternyata kebutuhan untuk mencari dan mencapai itu masih ada. 

Aku hanya bisa menjawabnya bahwa keputusan ku untuk resign adalah keputusan tepat. Bukan berarti bahwa tepat yang kumakskud selalu gembira dan tidak mengalami lelah atau ketakutan lainnya, hanya previllegenya yang kudapatkan berbeda. 

Aku dapat melakukan suatu hal tanpa perlu mengikuti aturan-aturan yang cukup menguji kesabaran ku.  

Bagiku, memutuskan untuk resign sendiri adalah hasil sebuah proses berpikir dalam waktu yang relatif tidak singkat. Proses resign ku sendiri memakan waktu 6 tahun setelah bekerja di kantor sebelumnya. 

Perjalanan resign sendiri adalah perjalan yang cukup rumit karena selalu ada emosi-emosi yang menyertaiku. 

Aku harus berhadapan dengan kecemasan, ketakutanya, serta kebiasaan yang telah terbentuk begitu lama harus tiba-tiba beralih, sehingga hal ini membuat maju mundur keputusan resign-nya memakan waktu. 

Apalagi posisi ku saat itu belum ada jaminan sumber pemasukan ku akan datang dari tempat yang mana. Bukannya aku tak percaya akan jalannya rezeki, tapi sebagai manusia kita pun perlu perencanaan yang matang untuk menjalaninya bukan? 

Selebihnya bagaimana  persiapan yang telah ku susun tadi dapat berjalan semuanya atas izin Allah akan mengatur. 

Hal ini mungkin berbeda dengan seseorang yang memang akan berpindah karena ia sudah diterima di tempat lainnya, mungkin tidak terlalu lama untuk mengeksekusi keinginannya. 

Ada banyak alasan seseorang untuk mengajukan resign. Butuh waktu pula agar proses resign itu terealisasi. 

Salah satu alasan seseorang untuk resign adalah kebutuhan untuk mencari peluang mengembangkan diri baik dari sisi finansial, kemampuan profesinya atau karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ia pegang.  

Tujuanku sendiri waktu itu karena alasan kemampuan profesi ku yang tidak akan aku dapatkan jika masih bertahan di dalamnya. Bagaimana dengan pemasukan ku setelahnya? 

Jujur aku pun tidak dapat menjawab, aku pun tidak dapat menjamin setelahnya apakah kekayaanku akan meningkat. 

Setelah menjalaninya, ternyata aku tahu bahwa rasa cukup itu lebih dari rasa kekhawatiranku seberapa besar mendapatkan nominal uang. Saat itu memang banyak pekerjaan yang aku ambil selain pekerjaan tetap ku di kantor sebelumnya. 

Berbekal pengalaman tersebut, aku meyakini bahwa segala ketidakpastian akan selalu ada dan sebagai manusia yang sering memprediksi hari esok dengan mengandalakan emosinya saat ini, aku memaksakan diri untuk membuka diri terhadap relasi dan kemauan untuk belajar lagi agar dapat bertahan hidup. 

Namun satu hal yang paling mendasar keputusan ku untuk memberanikan resign adalah aku perlu memastikan bahwa tidak ada kewajiban untuk membayar cicilan hutang, kalau pun ada, aku perlu memastikan bahwa cicilan hutang dapat ku lunasi nantinya dengan tabungan yang ada. 

Bisa dibilang aku diuntungkan oleh takdir karena aku dilahirkan sebagai perempuan muslim, yang menjelaskan tidak ada kewajiban bagi seorang wanita untuk mencari nafkah. 

Artinya jika seorang perempuan bekerja dan mendapat bayaran dari hasilnya bekerjanya itu, maka uang yang ia dapatkan tadi tidak ada tanggung jawab harus ia berikan kepada siapa. 

Bukan berarti perempuan tidak boleh bekerja ya, justru ia wajib untuk dapat berkarya di lingkungan yang lebih luas untuk turut berkontribusi dalam membangun peradaban yang ada.

Di sini aku tidak akan membahas tips atau cara persiapan resign, karena sudah banyak artikel di internet yang bisa dibaca secara bebas. 

Aku pun sangat tidak menyarankan untuk keluar atau resign dengan perasaan marah dan frustasi yang begitu besar, mengapa? Karena keputusan besar akan berbahaya nantinya jika hanya mengandalkan muatan emosi tanpa proses logika yang jernih. 

Lewat tulisan ini harapanya buat yang sedang berjuang menghadapi gejolak-gejolak resign dapat mendapatkan jawaban yang dibutuhkan. Entah apakah akan memutuskan untuk bertahan atau pergi, semuanya memiliki risiko dan kebaikan. Take your time!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun