Hai para bidadari Dunia
Sayap nan indah putih kau kepakkan di atas pegunungan
Mata bulat bagai rembulan
Sayu, kelopak sipit kulit putih susu
Indah dan keindahan yang hanya ada pada dirimu
Bersihnya kulitmu, dan cahaya yang menyinarimu nampak kemilauÂ
Hai bidadari dunia
Bibirmu nan indah dan manis sekali
ucapanmu yang terasa merdu dan menenangkan hati
Aku merindukanmu sekian purnama
Banyak hal yang terjadi padaku
Tak pernah sekalipun telinga indahmu mendengarkan rintihan kerinduanku
Sungguh kekagumanku hampir berhenti pada titik dimana aku memandangmu
Sinar matahari menyinari ku dari sorot dedaunan..
Kau halangi ia menyentuh kulitku,
Semakin kau berusaha menjangkau sinar matahari agar tak menyinari kulit-kulitku
Semakin kau terbakar bagai arang
Teriakanmu memekikkan telinga penjuru dunia
Ku terdiam pasrah mengadu pada langit
Langit memberikan petuah bahwa aku harus kuat dan tegar dalam kegelapan
Disinilah tempatku banyak belajarÂ
Langkah demi langkah, perih demi perih, bahkan nafas yang menyesakkan pun sudah aku lalui
Akar-akar pepohonan yang melintang, duri yang menusuk hingga darah mengalir bagai sungai pernah aku rasakan
Bumi yang terang namun hanya pada dirikulah yang engkau halangi dari sinar matahari,
Entah apa tujuanmu, melindungiku dari panasnya matahari atau kau renggut cahayaku
Bidadari dunia..
Aku sangat mengagumimu lebih dari diriku menyayangi tanamanku, kucing peliharaanku
Namun keindahanmu hanya dapat menyiksa diriku
Bidadariku kini kau telah kulepas untuk bebas
Kekagumanku telah sampai pada titik dimana aku berdiri menekuk segala bentuk overthinking dan haluan lubang hitam
Tepat ku berdiri disamping bunga terompet (bunga pukul empat)
Kupasrahkan segalanya,
Ku letakkan segala bebanku, kekagumanku, kesedihan, kesengangan, dan emosi jiwaku
Benar-benar kupasrahkan dan kujalani apa yang ada di hadapanku
Kau lengah dari penjagaanmu terhadapku
Tepat pukul 4 cahaya matahari menembus kulitku dan bunga terompet
Menyingsingnya matahari membuka katup-katup mahkota bunga
Inilah Kemekaran yang tak dinanti tapi pasti
Inilah hadiah dari sang penguasa kehidupan untuk mempersembahkan keindahan tepat dihadapanku
Analogi sederhana kehidupanÂ
Penulis: Yuniar RosyidahÂ