Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Makanan Biasa Terasa Begitu Istimewa

20 September 2025   09:20 Diperbarui: 20 September 2025   09:20 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roti goreng, sumber gambar: Maksindo

Roti goreng. Siapa yang tidak kenal makanan satu ini? Hidangan yang mudah dijumpai. Biasanya dijual oleh pedagang keliling ataupun gerobak kaki lima.

 Roti goreng atau odading, hidangan yang sangat akrab di lidah juga ramah di kantong. Di daerah saya dengan dua ribu rupiah kita sudah bisa mendapatkan sebuah roti goreng yang lumayan untuk pengganjal perut di kala lapar.

Roti goreng paling enak disantap kala hangat.  Jajanan ini  terbuat dari tepung terigu sebagai bahan utama, dicampur dengan air, gula, ragi (untuk mengembangkan adonan), garam, dan lemak (seperti mentega atau margarin). 

Adonan diuleni sampai kalis, lalu dibentuk dan digoreng dalam minyak panas untuk menghasilkan tekstur luar yang renyah dan dalam yang lembut. 

Supaya lebih sedap dan aromanya gurih kadang roti goreng diberi taburan wijen.

Bicara mengenai roti goreng,  beberapa hari yang lalu ketika mengikuti jalan sehat peringatan HUT RI di kampung, saya tiba- tiba bertemu seseorang yang mengingatkan saya pada cerita tentang jajanan ini. Ya, cerita masa lalu yang menyimpan banyak kenangan 

Hari itu ceritanya saya dan Mbak Parti yang juga peserta gerak jalan terpisah dari rombongan. Karena sama-sama terpisah akhirnya kami jalan bareng dan jadinya ngobrol kian kemari. Biasalah emak- emak. Kami selalu punya banyak hal yang bisa diobrolkan.

"Mbak Parti , njenengan tinggalnya di RT berapa? " tanya saya begitu menyadari kami sudah akrab ngobrol tapi belum tahu tempat tinggal masing-masing.

"Ya tetaplah, di RT 6..," jawabnya sambil tersenyum.

"Saya kan cucunya Mbah Nem, penjual roti goreng itu..," tambahnya.

Saya langsung terkejut. Siapa tidak kenal Mbah Nem? Penjual roti goreng legendaris di masa saya kecil. 

Tiap pagi Mbah Nem keliling kampung menawarkan dagangannya berupa aneka kue yang diletakkan dalam sebuah wadah besar yang ditaruh di atas kepala.

"Bener, Mbak?" tanya saya takjub

"Iya.., keluarga njenengan kan dulu sering beli roti goreng sama Mbah Nem. Nah, saya anak kecil yang sering diajak Mbah Nem sambil membawakan keranjang untuk bungkus, " kata Mbak Parti lagi.

Ya ampun...

Ingatan saya tiba-tiba terlempar ke masa lalu. Masa di mana tiap pagi kami menunggu kedatangan Mbah Nem penjual kue keliling di kampung kami.

"Roti goreng, roti..."

"Gedhang goreng tambane lempeng..,"

"Onde-onde tambane lambe..,"

Teriakan itu rasanya langsung terngiang.  Sebuah teriakan yang selalu membuat kami lari ke dapur sambil berteriak, "Buuk, roti..,"

Begitu mendengar teriakan kami, Mbah Nem biasanya langsung menurunkan dagangan dari atas kepala, lalu meletakkannya di lantai ruang tamu dan membukanya. 

Anak kecil di sebelahnya langsung mengeluarkan bungkus berupa lembaran kertas dari keranjang yang dibawanya.

Hmmm, bau aneka kue langsung menggoda. Cacing- cacing di perut kami seolah menari-nari.

"Ayo ambil satu-satu," kata ibuk sambil menyerahkan selembar uang ribuan pada Mbah Nem. Bapak yang sedang menjahit langsung beranjak dan ikut memilih jajanan yang dijual Mbah Nem.

Aih, senang sekali.

Roti goreng, sumber gambar: Maksindo
Roti goreng, sumber gambar: Maksindo

"Dua boleh, Buk?" tanya adik saya saat itu.

"Tidak boleh, semua ambil satu, uangnya pas, " kata ibuk sambil tertawa.

Rutinitas membeli roti goreng adalah hal yang paling menyenangkan bagi kami. Ya, Mbah Nem selalu lewat di depan rumah ketika kami habis bersih-bersih. 

Sejak kecil kami sudah mendapat tugas bersih bersih sesuai 'kemampuan' kami. Saya bagian menyapu lantai,  kakak saya bagian membersihkan kamar dan adik membersihkan halaman.

Karena masih kecil saya belum boleh ngepel. Kata ibuk kalau saya ngepel airnya masih berceceran ke mana-mana. Jadi setelah saya menyapu, ibuk akan mengepel lantai rumah kami dengan sedikit memberikan karbol.

"Mbah Nem itu buat rotinya pakai resep tertentu ya? Kok enak sekali?" tanya saya pada Mbak Parti ingin tahu.

 Ya, dari zaman dulu sampai sekarang saya belum pernah merasakan roti yang lebih enak daripada buatan Mbah Nem.

Roti goreng dengan rasa empuk, gurih , hangat, dan rasa manis di bagian kulitnya. Roti Mbah Nem is the best pokoknya.

Mbak Parti tertawa. "Ya roti goreng biasalah Mbak.., Mbah selalu nguleni dan menggoreng sendiri . Mungkin karena njenengan belinya pas hangat ya, jadi terasa enak?"

Saya mengangguk. Benar, kami selalu beli pas hangat, dan roti goreng paling lezat disantap selagi hangat. Kalau sudah agak dingin teksturnya jadi keras.

"Masak tidak ada resep rahasia gitu?" tanya saya penasaran. 

Mbak Parti lagi lagi tertawa.

"Mboten wonten, pakai resep biasa, tidak ada yang istimewa .., enakan jajan sekarang Mbak..," tambah Mbak Parti.

Kali ini saya ikut tertawa. Jajan kekinian memang banyak yang enak, tapi roti goreng Mbah Nem benar-benar tiada banding.

Kami terus berjalan. Jarak perjalanan masih lumayan jauh. Dalam perjalanan tiba- tiba terbayang oleh saya suasana rumah kala itu. Rumah kecil yang bersih, bau obat pel, alunan lagu-lagu instrumentalia  dan deru suara mesin jahit bapak, adalah suasana yang yang sungguh tak terlupakan. Manis juga hangat 

Apakah mungkin rasa lezat tercipta karena rasa hangat saat kami makan roti goreng bersama ibuk dan bapak? Bisa jadi.

Makanan biasa bisa menjadi istimewa ketika ada cerita, cinta dan kenangan manis yang menyertainya

Akhirnya roti goreng Mbah Nem bukan sekedar cerita tentang tepung, gula dan minyak panas. Ia adalah ingatan yang membawa saya pada kenangan masa lalu. Setiap gigitannya selalu mengingatkan saya pada senyum ibuk dan bapak, serta tawa kami anak- anaknya.

Aih, benar kata beberapa nasehat bijak, bahwa makanan biasa bisa menjadi istimewa ketika ada cerita, cinta dan kenangan manis yang menyertainya.

Selamat berakhir pekan..:)

Arti istilah:

Gedhang goreng tambane lempeng = pisang goreng obatnya perut (lapar)

Onde-onde tambane lambe = onde onde obatnya mulut (yang kepingin makan)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun