Setelah puas makan dan berkeliling , kami segera beranjak dari Onze Grootouders Cafe untuk menuju mobil. Kian sore hawa dingin kian terasa.
Hujan masih turun begitu deras.
Mobil kami terus berjalan meninggalkan halaman De Karanganjar Koffieplantage. Sebuah cafe di antara perkebunan kopi yang dikemas dengan nuansa sejarah yang demikian kental.Â
Berjalan di area ini membuat kita seolah terlempar ke masa lalu menyusuri jejak peristiwa yang pernah terjadi Blitar era kolonial Belanda.Â
 Blitar ternyata punya banyak cerita. Sebenarnya kami ingin terus menjelajah, tapi karena waktu jua yang membuat kami harus segera balik ke Malang.
"Pulang?" tanya Kimi. Rupanya ia sudah mulai lelah dan mengantuk.
"Ya, kita pulang," kata saya sambil tersenyum.Â
Mobil kami terus melaju melalui jalan yang berkelok-kelok.Â
Berjalan-jalan sehari di Blitar memang lelah, tapi sangat menyenangkan. Kampung Coklat, Museum Bung Karno, De Karanganjar Koffieplantage, semua punya cerita sendiri-sendiri bagaikan mozaik yang memperindah tampilan kota ini.
Menurut rencana sebenarnya satu destinasi lagi akan kami datangi yaitu Candi Penataran. Tapi waktu tidak memungkinkan, karena sebentar lagi langit akan gelap.
Matahari perlahan tenggelam, dan deretan pohon seakan berlarian di kiri kanan jalan. Perjalanan yang sungguh meninggalkan kesan yang begitu dalam. Dengan senyum lelah namun puas, kami pun pulang, membawa  kenangan manis serta berbagai cerita dalam ingatan.Â