Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mama dan Cinta Masa Kecilnya

1 Mei 2021   11:09 Diperbarui: 1 Mei 2021   17:54 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Hippopx


Kubetulkan kain gendonganku yang mulai kendor.  Bobby, bayi sembilan bulan itu begitu lelap dalam dekapanku.  Sesekali kucium pipinya yang gembil.  Paduan bau bedak dan minyak telon adalah sesuatu  yang membuatku selalu merindukan Bobby.

Tiba tiba hpku bergetar.  Sebuah notifikasi pesan whatsapp masuk.  Aku melirik sekilas.  Pasti mama.  Tiap jam sekian mama selalu mengirim pesan untuk menanyakan kabar Bobby.  Bobby sudah bisa apa.. ? Bobby lagi apa?  Dan di akhir obrolan mama selalu minta foto Bobby yang terbaru. 

Biasanya aku akan membalasnya dengan antusias.  Tapi tidak untuk hari ini. Ini hari ketiga aku malas membuka atau membalas semua pesan mama.

Hpku bergetar lagi.  Kini panggilan telpon masuk.  Dari mama lagi.  Ah, aku pura-pura tak melihat.  Kuelus- elus rambut Bobby dan kucium aroma shampoo bayi yang lembut dan wangi untuk menenangkan pikiranku.

Mama.. Desisku. Ada sedikit genangan air di sudut mataku tapi cepat-cepat kuhapus.

Jangan katakan aku tidak sayang mama.  Sungguh, jika ditanya siapa yang paling kucintai di dunia ini?  Pasti aku akan menjawab mama.  Mama yang lembut,  mama yang penuh kasih sayang,  mama yang begitu tegar membesarkan kami bertiga meski sudah ditinggal papa sejak sepuluh tahun yang lalu.  Mama yang selalu tersenyum menghadapi masalah seberat apapun .


Mama yang tak pernah mencela pilihanku.  Saat  musim pendaftaran kuliah dan  teman-temanku memilih kampus di dalam kota,  aku justru memilih kuliah di luar kota.  Sungguh,  saat itu aku tak berpikir bahwa kuliah di luar kota memerlukan biaya yang tak sedikit.

 Ketika aku diterima di sebuah perguruan tinggi di Bandung mama begitu bangga.  Mama mencari uang untuk membayar semua kebutuhan kuliahku. Aku sebenarnya kasihan pada mama.  Tapi mama selalu memberikan semangat.  Jangan dengarkan kata orang,  begitu nasehat mama jika mulai ada suara suara sumbang yang mengatakan aku anak egois.  Sudah tahu mamanya janda,  mencari uang sendiri ,kok masih ingin kuliah keluar kota. Benar-benar tidak peka. 

Dan entah bagaimana caranya mama selalu berhasil mengatasi masalah pembiayaan kuliahku. Hingga akhirnya aku bisa lulus S1 dengan nilai yang bagus. Aku masih ingat betapa mama memelukku erat sambil menangis.

"Mama kok sedih? " tanyaku saat itu.  Sambil masih berlinangan air mata mama menjawab,  " Ingat papamu, Nduk.. "

Ah mama,  betapa ingin aku membahagiakanmu.

Waktu terus bergulir. 

Mama langsung setuju ketika aku memperkenalkan Mas Dandy laki-laki pilihan hatiku. Mas Dandy yang baik,taat beragama pula.  Aku ingat, mama tampak begitu bahagia melihat aku bersanding dengan laki-laki pilihan hatiku di pelaminan.  Senyum selalu mengembang di wajah mama yang cantik.

Di hari-hari berikutnya aku tinggal di Jogja bersama Mas Dandy, sementara mama tetap  tinggal di Malang .Meski jarak kami berjauhan,  kami selalu mengirim pesan atau video call . Mama adalah wanita yang penuh cinta. Mengobrol dengan mama selalu terasa hangat dan menyenangkan.

Namun semua itu langsung berubah ketika tiba-tiba suatu hari mama menceritakan tentang Om Tono temannya.

"Nduk,  Om Tono ini baik sekali,  kelihatannya serius sama mama, apa pendapatmu? " tanya mama saat itu.

Ah,  mamaku , setelah sepuluh tahun ditinggal papa akhirnya terbuka juga hatinya untuk kehadiran laki- laki lain.  Mama demikian cantik.  Ada darah indo dari nenek yang mengalir dalam dirinya.  Tidak heran jika banyak lak- laki yang mencoba mendekatinya.  Namun semua pendekatan itu selalu ditolak  dengan alasan ingin konsentrasi membesarkan kami, anak-anaknya.

Ada rasa penasaran dalam hatiku  ketika mama bercerita tentang Om Tono.  Aku benar-benar ingin tahu laki-laki  seperti apa yang berhasil meluluhkan hati mamaku. 

"Ajak ke Jogja,  Ma,  aku kepingin kenal, " kataku manis. Harusnya aku yang ke Malang, tapi Bobby baru sembuh dari sakit.

"Iya Cantik,  insya Allah minggu depan ya..  Sama nenek juga.., " jawab mama senang.

Sama nenek?  Berarti pihak keluarga sudah tahu.  Aku merasa mama tidak main-main kali ini. 

Sore itu aku menunggu kedatangan mama dengan Mas Dandy di serambi depan.  Sebuah mobil berhenti di depan rumah.  Mama turun diikuti nenek dan seorang laki-laki berperawakan tinggi agak kurus.  Aku langsung bisa menebak.  Pasti dia Om Tono.

Mama memelukku erat dan meraih Bobby ke dalam gendongannya. 

Aku berkenalan dengan Om Tono.  Orangnya ramah meski agak pendiam.  Om Tono juga sayang anak kecil, terbukti  Bobby begitu anteng dalam pangkuannya.  Diam-diam kubandingkan Om Tono dengan sosok papa.  Sebaik apapun dia,  tetap tak bisa mengalahkan papa, bisik hatiku.

Saat ngobrol bersama,  aku sering melihat mama memandang Om Tono dengan mata berbinar.  Binar yang lama tak kujumpai sejak meninggalnya papa.  Entah mengapa tiba-tiba hatiku jadi sakit. Aku jadi begitu kasihan pada papa. Harusnya tatapan seperti itu hanya diberikan pada papa saja. 

Aku tiba-tiba tidak suka pada mama. Tidak suka pada caranya memandang Om Tono, atau tertawa pada lelucon Om Tono yang menurutku garing. Tidak lucu sama sekali.  Aku merasa mama telah mengkhianati papa.

Puncaknya malam menjelang tidur aku ngobrol dengan mama.  Iseng aku bertanya,  bagaimana perasaan mama pada Om Tono.  Mama tersenyum.  Om Tono adalah cinta masa kecilnya,  dan mama sayang padanya.  Duh,  hatiku sungguh sakit mendengar jawaban itu.  Wajah papa terus terbayang dalam benakku malam itu. 

Esok hari sampai kepulangan mama ke Malang aku tidak begitu banyak bicara.  Aku hanya ngobrol dengan nenek yang banyak bertanya tentang Bobby. Ketika mama bertanya kenapa aku banyak diam aku hanya menjawab agak pusing.

***

Mentari semakin beringsut menuju tempat peristirahatannya.  Di langit semburat warna merah berpadu dengan oranye.  Indah sekali. Mas Dandy tiba-tiba sudah duduk di hadapanku dengan dua cangkir teh hangat.  Aroma melati langsung menguar di antara kami.

"Mikir mama lagi? " tanya Mas Dandy sambil tersenyum . Aku tidak menjawab.  Mas Dandy selalu tahu apa yang kupikirkan.

Kugoyang-goyangkan gendonganku supaya Bobby yang mulai bergerak-gerak kembali tenang.

"Kamu masih ingat ketika kutinggal survey ke luar kota seminggu? " tanya Mas Dandy sambil menyeruput tehnya.

"Tentu saja,  aku bingung di rumah sendiri,  Bobby belum lahir pula, " jawabku cepat. 

"Kenapa?" tanyaku curiga. Jangan-jangan ia ada tugas lagi. Padahal saat seperti itu sungguh tidak menyenangkan.

"Aku 'kan cuma meninggalkanmu seminggu," tambah Mas Dandy ringan.

"Cuma? " tanyaku gemas.

Mas Dandy tersenyum lembut.

"Berapa tahun mama ditinggal papa?  Berapa tahun mama sendirian ditinggal anak- anaknya berumah tangga dan mengurusi kehidupannya sendiri-sendiri? " lanjutnya.

 Aku terkesiap.  Tidak menduga ada pertanyaan semacam itu.

"Tapi aku kan.., "

"Sstt,  jangan merasa paling bisa mengobati kesepian di hati mama.  Mama membutuhkan seseorang yang bisa selalu hadir menemani.  Seperti contohnya aku yang tiap sore bisa membuatkan teh hangat untukmu.. " kata Mas Dandy sambil tersenyum.

Aku tercenung.  Tiba tiba saja aku  membayangkan kesepian yang melanda hati mama. Hal yang tak pernah kupikirkan selama ini. Ya, apalagi mama hampir memasuki usia pensiun. Hari-harinya pasti lebih banyak digunakan untuk membaca buku di rumah sendiri.

Ah mama,  sedang apa sekarang ini?

Kuhirup tehku sebelum mulai dingin.  Mendadak ada rasa rindu yang begitu dalam pada mamaku.  Pada chatnya,  senyumnya,  dan tawanya yang selama beberapa hari ini kuabaikan. 

Kuambil hp , kubuka whatsapp, dan segera kuketik:  Ma, Andin kangen...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun