Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mama dan Cinta Masa Kecilnya

1 Mei 2021   11:09 Diperbarui: 1 Mei 2021   17:54 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Hippopx

Mama memelukku erat dan meraih Bobby ke dalam gendongannya. 

Aku berkenalan dengan Om Tono.  Orangnya ramah meski agak pendiam.  Om Tono juga sayang anak kecil, terbukti  Bobby begitu anteng dalam pangkuannya.  Diam-diam kubandingkan Om Tono dengan sosok papa.  Sebaik apapun dia,  tetap tak bisa mengalahkan papa, bisik hatiku.

Saat ngobrol bersama,  aku sering melihat mama memandang Om Tono dengan mata berbinar.  Binar yang lama tak kujumpai sejak meninggalnya papa.  Entah mengapa tiba-tiba hatiku jadi sakit. Aku jadi begitu kasihan pada papa. Harusnya tatapan seperti itu hanya diberikan pada papa saja. 

Aku tiba-tiba tidak suka pada mama. Tidak suka pada caranya memandang Om Tono, atau tertawa pada lelucon Om Tono yang menurutku garing. Tidak lucu sama sekali.  Aku merasa mama telah mengkhianati papa.

Puncaknya malam menjelang tidur aku ngobrol dengan mama.  Iseng aku bertanya,  bagaimana perasaan mama pada Om Tono.  Mama tersenyum.  Om Tono adalah cinta masa kecilnya,  dan mama sayang padanya.  Duh,  hatiku sungguh sakit mendengar jawaban itu.  Wajah papa terus terbayang dalam benakku malam itu. 

Esok hari sampai kepulangan mama ke Malang aku tidak begitu banyak bicara.  Aku hanya ngobrol dengan nenek yang banyak bertanya tentang Bobby. Ketika mama bertanya kenapa aku banyak diam aku hanya menjawab agak pusing.

***

Mentari semakin beringsut menuju tempat peristirahatannya.  Di langit semburat warna merah berpadu dengan oranye.  Indah sekali. Mas Dandy tiba-tiba sudah duduk di hadapanku dengan dua cangkir teh hangat.  Aroma melati langsung menguar di antara kami.

"Mikir mama lagi? " tanya Mas Dandy sambil tersenyum . Aku tidak menjawab.  Mas Dandy selalu tahu apa yang kupikirkan.

Kugoyang-goyangkan gendonganku supaya Bobby yang mulai bergerak-gerak kembali tenang.

"Kamu masih ingat ketika kutinggal survey ke luar kota seminggu? " tanya Mas Dandy sambil menyeruput tehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun