Mohon tunggu...
Elin Khanin
Elin Khanin Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Cerita

Membaca Buku, Menulis Cerita Romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gus Kafi's Bride

1 Agustus 2022   10:35 Diperbarui: 1 Agustus 2022   15:19 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah, aku jadi teringat Bapak dan Ibuk di kampung. Mereka yang hanya seorang petani dengan sepetak sawah mana bisa membiayaiku kuliah. Cita-cita setinggi langit, jika materi tak mendukung, aku harus apa.

"Nduk, Hajah Maimunah-Bos Terasi di kampung kita nembung ke Ibuk, minta kamu jadi menantunya. Apa kamu setuju?" Tanya Ibuk suatu hari dengan wajah sendu dan dilema.

Beliau pasti tahu anaknya Hajah Maimunah itu seperti apa. Layaknya anak muda zaman sekarang. Suka keluyuran dan ugal-ugalan.

Untung saja ada Bu Nyai Kampung yang sangat disegani di desa kami dengan senang hati mau membantu kami menolak lamaran itu.

Setelah itu, lamaran lain datang bertubi-tubi tahu aku sebentar lagi lulus Aliyah. Bagaimanapun aku pribadi memiliki kriteria calon suami--yaitu pria saleh dan pintar mengaji. Dan sayang sekali, selama ini yang datang untuk melamar hanya mengunggulkan hal yang bersifat duniawi.

Kini aku disergap resah. Setelah lulus nanti aku tak boleh lagi pilih-pilih. Ibuk dan Bapak akan terus mendesakku agar segera menikah karena anak sulungnya ini harus segera mentas. Jadi berkurang bebannya mengurus empat putra putrinya. Ya, ketiga adikku masih kecil-kecil dan aku harus tahu diri untuk tidak menuntut agar bisa kuliah.

Hanya ada dua jalan. Kerja keras agar bisa kuliah atau ... Menikah.

Jadi, waktu posonan ini takkan kusia-siakan. Masa-masa indah ini akan segera berakhir. Jadi akan kuisi waktu yang tak tersisa banyak ini dengan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dan menuntaskan hafalan alqur'an. Beruntung sekali aku menemukan tempat posonan tanpa harus mengeluarkan biaya banyak karena Abah Fatah menganjurkan untuk membayar seikhlasnya. Sungguh beliau benar-benar seorang Kiai yang zuhud dan waro'.

Abah Fatah sendiri belum memiliki pondok pesantren. Beliau adalah Kiai Kampung yang khidmat kepada masyarakat dengan menyelenggarakan ngaji bagi para santri kalong yang sudah berusia lanjut setiap hari selasa sore dan menampung santri posonan setiap bulan ramadhan. Selain mengajar di Madrasah dan mengisi pengaosan di rumah, beliau juga sering diundang ceramah-ceramah.

Beliau termasuk salah satu Kiai sepuh yang sangat disegani di Madrasah Manba'ul Ulum tempatku menimba ilmu. Gaya mengajarnya asyik dan tidak membosankan. Selalu diselingi dengan guyonan di tengah-tengah pelajaran.

Selain supel dan humoris, beliau adalah orang yang sangat alim. Badannya gagah dan wajahnya kharismatik. Aku yakin waktu muda, beliau merupakan sosok lelaki idaman. Garis ketampanan masih tergurat jelas di wajahnya yang meski sudah berusia lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun