Mohon tunggu...
Yudhi Wahyu
Yudhi Wahyu Mohon Tunggu... Guru - Penulis amatir yang nyamar jadi guru STM

Suka nulas-nulis, suka bikin web, suka corat-coret, tapi sekarang lebih sering cuap-cuap.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Menerapkan Metode Pembelajaran di Masa Pandemi

3 November 2022   14:26 Diperbarui: 3 November 2022   14:33 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Telah sekian waktu bangku-bangku kelas tidak dihadiri siswa. Sudah sekian waktu alat-alat praktikum tidak tersentuh untuk latihan bersama. Sejak awal pandemi Covid-19 aktifitas belajar di sekolah memang tak lagi sama. Itulah yang saya rasakan. Saya adalah salah satu guru di SMK N 1 Seyegan, Sleman. Sebuah sekolah yang terletak di kawasan padat pemukiman dengan jumlah siswa lebih dari 1000 anak.

SMK N 1 Seyegan adalah sekolah kejuruan dengan program-program keahlian berbasis teknologi. Sekolah kami memiliki program keahlian di bidang teknik bangunan, otomotif, sepeda motor, fabrikasi logam serta teknik komputer dan jaringan. Sementara, latar belakang siswa saya cenderung berasal dari keluarga menengah ke bawah, jika dilihat dari kemampuan ekonominya. 

Orang tua siswa ada yang menjadi petani, buruh, karyawan, wiraswasta hingga ASN abdi negara. Sudah barang tentu kemampuan dasar dan pola berfikir siswa bisa sangat berbeda. Sehingga suatu tantangan tersendiri untuk mengenalkan materi-materi belajar, apalagi yang berhubungan dengan teknologi terkini.

Di SMK N 1 Seyegan, saya mengajar Simulasi dan Komunikasi Digital (Simdig), sebuah mata pelajaran yang mengenalkan pemanfaatan teknologi komputer dan seluk beluk teknologi informasi. Simdig adalah kelanjutan mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi Komputer) untuk jenjang SLTP dan transisi dari mata pelajaran KKPI (Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi).

Hingga akhir tahun 2020, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih tercatat sebagai kawasan zona merah pandemi Covid-19. Kegiatan belajar mengajar masih harus dijalankan dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Bahkan, berdasarkan Surat Edaran Kepala Dinas Dikpora DIY, 100% guru sekolah diharapkan melaksanakan WFH (Work From Home) dan melakukan pengajaran dari rumah masing-masing. Sebagai pengajar SMK saya merasa semakin ada jarak untuk berbagi ilmu, serta semakin tinggi pula tantangan untuk melaksanakan class control dan memastikan perkembangan siswa.

Di awal semester, saya melakukan survey kecil-kecilan di kelas yang saya ampu. Target saya adalah memetakan kemampuan siswa. Keampuan secara keilmuan sekaligus kemampuan sarana belajar. Beberapa butir pertanyaan saya adalah :

  • Apakah pernah belajar tentang TIK (Teknologi Informasi Komputer) di tingkat sekolah sebelumnya ?
  • Apakah tersedia komputer/laptop untuk belajar di rumah?
  • Apakah tersedia ponsel untuk belajar di rumah ?
  • Apakah ponsel tersebut milik sendiri ?
  • Apakah memiliki koneksi internet untuk belajar di rumah ?

Hasilnya :

  • 80% siswa pernah belajar TIK walaupun sebagian siswa menyampaikan hanya mendapatkan materi teori, sebagian belum bisa menikmati pelajaran praktikum.
  • Hanya sekitar 30%  siswa yang memiliki perangkat komputer/laptop.
  • 100% siswa di kelas saya dapat menyediakan ponsel untuk belajar di rumah.
  • 90% dari mereka memiliki ponsel sendiri, sisanya milik orang tua. Beberapa siswa bahkan menyampaikan bahwa mungkin selalu terlambat mengikuti kelas karena di pagi hari ponsel yang ada digunakan orang tuanya untuk bekerja.
  • 100% siswa memiliki koneksi internet di rumah, namun terbatas. Daerah kami memang tidak termasuk dalam blank spot area, namun ada keterbatasan siswa dalam menyediakan paket data internet. Tidak semua siswa memiliki koneksi internet mandiri di rumah. Hampir semua hanya mengandalkan kuota internet dari kartu pra bayar. Beberapa lagi hanya mampu mengandalkan kuota belajar dari pemerintah untuk mendukung kuota utama ponsel mereka, sehingga tidak memungkinkan untuk terus menerus menggunakan kuota internet untuk mengakses media belajar.

Berangkat dari hal itu saya mencoba memilih metode yang tepat agar materi belajar saya bisa tersampaikan kepada siswa tanpa harus mengabaikan anjuran pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Pada akhirnya, mengingat daerah kami masih masuk dalam zona merah, metode daring (daring method) menjadi pilihan saya, karena dengan metode ini siswa bisa berinteraksi dengan saya tanpa harus bertatap muka di sekolah. 

Metode ini menawarkan interaksi fisik yang minimal antara saya dan peserta didik. Tentu saja ada tantangan tersendiri memilih metode ini, mengingat sarana belajar siswa tidak 100% tersedia setiap saat.

Metode daring akan sangat efektif jika didukung dengan sebuah Learning Management System (LMS), aplikasi untuk kegiatan pembelajaran elektronik. 

LMS biasa juga kita kenal sebagai kelas maya, yaitu sarana untuk membuat jembatan guru dengan siswa untuk tetap saling bertemu dan membahas materi pelajaran, walaupun secara virtual. Seperti dilansir dari situs wikipedia di https://id.wikipedia.org, LMS yang kuat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

  • Menggunakan layanan self-service dan self-guided
  • mengumpulkan dan menyampaikan konten pembelajaran dengan cepat
  • Mengkonsolidasikan inisiatif pelatihan pada platform berbasis ''web scalable''
  • Mendukung portabilitas dan standar
  • Personalisasi isi dan memungkinkan penggunaan kembali pengetahuan

Sebagian besar LMS berbasis web, dibangun dengan menggunakan berbagai platform. Artinya membutuhkan desain yang tidak sekedar unik untuk mendapatkan sebuah kelas maya yang ideal, namun juga persiapan dengan sistem, konten atau materi dan dukungan server yang bisa diandalkan. 

Ada banyak layanan LMS yang ditawarkan di dunia internet, seperti Edmodo, Schoology, Moodle, atau Google Classroom. Persiapan secara dadakan tentu tidak mungkin. Karena itulah saya harus memilih platform yang sesuai untuk karakterisktik siswa dan tempat di mana saya mengajar.

Adalah suatu hal yang istimewa bahwa di awal tahun 2021 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan akun pembelajaran. Akun belajar yang diberi label belajar.id dapat digunakan untuk mengakses layanan/aplikasi pembelajaran elektronik. Dengan mengaktifkan akun belajar.id secara langsung saya telah tercatat sebagai member di Google Workspace for Education, sebuah perangkat produktivitas dan kolaborasi dengan sistem google cloud untuk sekolah dan lembaga pendidikan, guru dan juga siswa untuk memudahkan sistem belajar mengajar. Dengan akun ini kita bisa mengakses seluruh layanan google untuk pembelajaran, dan yang paling penting adalah free alias gratis.

Dengan akun belajar.id saya dapat mengakses bebas ke perangkat-perangkat penting yang ditawarkan google, yaitu :

  • Perangkat kolaborasi seperti Classroom, Dokumen, Spreadsheet, atau Slide
  • Perangkat komunikasi seperti Gmail, Meet dan Chat
  • Perangkat manajemen data seperti Drive

Karena itulah saya memutuskan untuk fokus menggunakan platform google untuk menyiapkan kelas maya.

Menyiapkan kelas maya adalah tantangan tersendiri, karena saya harus merancang sebuah kelas yang siap saji. Artinya, kelas ini harus diisi dengan konten-konten atau materi yang siap akses bagi siswa. Saya harus menyediakan waktu lebih untuk hal ini. Sebagan besar dari siswa merasa kesulitan dengan tingginya konsumsi kuota internet, sehingga mau tidak mau saya juga harus menyiapkan sarana yang simpel, minim kuota namun secara esensi mencakup semua materi.

Di Google Classroom saya klasifikasikan siswa berdasar kelas, dengan harapan lebih mudah mengorganisasi. Jadi saya memiliki beberapa kelas di Google Classroom dengan materi yang sama, namun cara penyampaiannya bisa berbeda tergatung karakteristik kelas.

Saya memisahkan materi belajar berdasarkan topik-topik yang saya turunkan dari kompetensi dasar mata pelajaran. Pada tiap-tiap topik belajar ini siswa dapat mengakses: 

1) presensi kehadiran, 

2) materi belajar, dan 

3) latihan atau ulangan.

Materi belajar bisa berwujud modul teks, maupun audio video. Teks berisi modul singkat belajar dari berbagai sumber, sementara audio video berisi penjelasan tambahan khususnya dari sisi praktikum atau penerapan. 

Modul belajar saya siapkan dalam bentuk file dokumen portabel (PDF) sehingga dapat diunduh dan dibaca sewaktu-waktu tidak harus selalu terkoneksi internet. Modul belajar ini saya unggah dalam dua bentuk, yaitu modul lengkap satu semester dan modul terpisah per topik atau per kompetensi dasar.

Tayangan video lebih banyak saya produksi sendiri dengan harapan lebih sesuai dengan gaya mengajar saya. Terlebih lagi anak-anak hanya memiliki kuota terbatas, sehingga saya harus menyiapkan video yang hemat kuota. Untuk mendapatkan hal ini saya mengatur video seefisien mungkin, durasi pendek dan langsung ke topik materi. 

Untuk mempermudah belajar siswa, saya menyimpan video di kanal youtube, atau cukup meletakkannya di google drive agar sewaktu-waktu mudah diunduh.

Saya mencoba menerapkan personalisasi isi dan memungkinkan penggunaan kembali pengetahuan, sebagai poin penting LMS. Selama mata pelajaran berlangsung, siswa dapat selalu langsung menuju topik yang akan dipelajari, menemukan materi dan mengkaji kembali lembar kerja, soal-soal latihan dan ulangan.

Interaksi di kelas maya saya mulai dengan menyampaikan kode-kode kelas atau tautan untuk bergabung kepada seluruh siswa. Siswa yang telah bergabung dapat langsung mengakses materi pada saat pelaksanaan PJJ sesuai jadwal yang ditentukan sekolah. 

Saya sampaikan kepada seluruh siswa bahwa prosedur belajar di kelas maya saya adalah baca, amati, dan kerjakan. Mereka bisa mengunduh semua materi untuk dipelajari kembali tanpa koneksi internet.

Mengingat keterbatasan kuota siswa, saya memang jarang menggunakan Google Meet atau media telekonferensi yang lain. Saya lebih memanfaatkan email dan pesan pribadi di media chat, kolom komentar kelas, atau menyampaikan pesan dan diskusi melalui grup atau jalur pribadi dengan Whatsapp.

Untuk evaluasi per topik, saya memanfaatkan google form, dengan menampilkan nilai hasil ulangan dan bahasan yang tepat pada setiap nomornya, dengan harapan siswa dapat mempelajari kembali bagian-bagian yang belum dipahami.

Seberapa efektifkah langkah ini ?

Mungkin akan selalu berbeda hasil untuk karakteristik kelas yang berbeda. Sejauh ini sebagian besar siswa di kelas saya antusias manakala mendapatkan materi dan tayangan video terbaru. Ini dibuktikan dengan komentar-komentar mereka di foru kelas atau di kanal youtube. Saya memang selalu mewajibkan mereka berkomentar dan bertanya tentang tayangan atau materi baru. 

Sekali waktu saya lemparkan pertanyaan-pertanyaan ringan, seperti aplikasi apa saja yang mereka pasang di ponsel selama ini atau tentang kesulitan-kesulitan apa yang mereka rasakan dalam belajar secara daring. Disamping menumbuhkan keberanian belajar juga mengetahui sejauh mana keaktifan mereka di kelas.

Rasa jenuh dan bosan adalah tantangan terbesar dalam melaksanakan belajar dan mengajar di masa pandemi ini. Namun saya meyakini kedekatan dan kepedulianlah yang bisa memastikan tercapainya tujuan pendidikan.

-------

Tulisan ini berjudul asli Solusi Belajar Bersama di Zona Bahaya, merupakan salah satu artikel yang pernah saya tulis dan dicetak di buku bertajuk Mendidik Anak Negeri di Masa Pandemi. Buku tersebut berisi kumpulan artikel guru-guru SMK N 1 Seyegan, sebagai ekspresi dan sarana berbagi solusi dalam melaksanakan metode belajar yang sesuai selama masa pandemi.

Sudah 2 tahun berlalu sejak masa itu, semoga pandemi berangsur-angsur usai. Semoga guru-guru seperti kami tetap semangat mengisi kelas, membangun asa anak-anak negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun