Superioritas tikungan, itu adalah nilai plus mutlak yang selama ini dimiliki oleh Yamaha YZR M1 di Motogp.
Terkenal dengan respon mesin yang halus, namun tetap memiliki tenaga yang mumpuni di lintasan lurus. M1 adalah representasi motor-motor Yamaha yang memiliki karakter berimbang antara performa dan keasyikan berkendara.
Mengandalan mesin Inline sejak kelahirannya, Yamaha M1 terkenal sebagai motor beginner serta user friendly di Motogp.
Namun poin plus ini lama kelamaan hilang karena kehadiran satu inovasi baru dari Ducati, yakni Aero Fairing.
Menghapus Keunggulan Yamaha di Tikungan.Â
Aero fairing memungkinkan pabrikan seperti Ducati yang tadinya mengandalkan motor buas di lintasan lurus, untuk juga mempunyai kemampuan menikung yang baik.
Alhasil, nilai lebih mesin Inline perlahan tereliminasi karena kini delivery halus Inline bisa diimbangi, bahkan dikalahkan oleh mesin V4 dengan bantuan Aero Fairing.
Mesin V4 yang lebih bertenaga, ditambah Aero Fairing yang mumpuni serta penguasaan elektronik yang lebih baik. Membuat pabrikan Eropa khususnya Ducati, kini mendominasi Motogp.
Ducati dari dulu terkenal dengan masalah sulit dibelokan atau understeer. Membelokan Ducati adalah pekerjaan yang sulit, dan sebelum era Aero Fairing hanya satu pembalap yang bisa membelokan Ducati dengan baik, dia adalah Casey Stoner.
Stoner adalah pembalap dengan bakat yang luar biasa. Motor sesulit Ducati bisa dia jinakkan dan bahkan dia ajak menjadi juara dunia.
Namun setelah Stoner pergi, Ducati benar-benar kesulitan. Bahkan Valentino Rossi yang sebelumnya jadi penyelamat Yamaha, tidak bisa memperbaiki masalah Ducati ini.
Rossi kembali ke Yamaha, Ducati pun sengsara. Citra merk mereka sudah terlanjur rusak karena keterpurukan Rossi bersama mereka.
Alhasil, Ducati mengalami revolusi pada awal tahun 2014. 2015 lahir Desmosedici GP15, motor Ducati dengan winglet massif pertama mereka setelah GP10 yang gagal.
Inovasi ini membawa Ducati bisa kembali menang di Motogp, kali ini tampa harus mengandalkan rider berbakat ekstrem seperti Casey Stoner.
Ducati kini bisa menang dengan siapa saja. Aero Fairing menjadi senjata utama mereka mendominasi Motogp saat ini.
Pabrikan lain kemudian berusaha meniru keunggulan Ducati pada sektor Aero Dinamika ini. Termasuk pabrikan Jepang yang tersisa, yakni Honda dan Yamaha.
Mesin Inline Menjadi Penghalang Yamaha Mengembangkan Aero
Semua pabrikan kini berusaha meniru kesuksesan Aero Fairing Ducati. Aprilia bahkan meluncurkan program khusus yakni Aerodinamix Xperience untuk mengembangkan Aero Fairing mereka.
Pabrikan Jepang yang sebelumnya mendominasi nampak kesulitan. Romano Albesiano yang sebelumnya adalah kepala teknis Aprilia, kini pindah ke Honda mengungkapkan bahwa insinyur Jepang tidak terlalu paham mengenai Aerodinamika.
Keunggulan pabrikan Jepang memang bukan terletak pada sektor itu, melainkan pada sektor elektronik motor. Dimana ECU inhouse pabrikan Jepang adalah kunci dominasi mereka di masa lalu.
Sayangnya sejak aturan single ECU berlaku pada 2016 yang lalu, keunggulan ini jelas terpangkas habis.
Namun untuk Yamaha, masalah yang mereka hadapi jauh lebih besar daripada Honda. Karena kini mereka adalah satu-satunya yang memakai mesin Inline.
Mesin Inline punya dimensi lebih lebar daripada mesin V, sehingga untuk membangun Aero Fairing yang cocok, Yamaha kurang bisa untuk memakai Ducati maupun pabrikan lain sebagai acuan.
Karena semua pabrikan lain kini memakai mesin V4. Sebelumnya ada Suzuki yang juga memakai mesin Inline, namun Suzuki sudah mundur sejak akhir musim 2022 sehingga kini hanya Yamaha yang memakai mesin Inline-Four.
Dimensi yang lebih lebar membuat perangkat Aero yang bisa dipasang dan dikembangkan oleh Yamaha memiliki dimensi yang terbatas.
Karena dimensi motor bisa-bisa menjadi terlalu lebar jika Yamaha tidak berhati-hati membuat Aero Fairing ini. Mesin Inline juga tidak bisa menghasilkan tenaga yang cukup untuk membuat efek hisap dari Aero Fairing Yamaha menjadi optimal.
Hasilnya Aero Fairing yang dimiliki Yamaha tidak efektif untuk menghasilkan efek Aero Dinamika yang kompetitif di lintasan Motogp saat ini.
Keunggulan di tikungan sudah tidak ada, di lintasan lurus Yamaha kurang mengigit. Selain itu, Yamaha juga menghadapi permasalahan Grip ban.
Ban yang disuplai oleh Michelin kini lebih keras daripada sebelumnya, ini terjadi akibat Michelin menyesuaikan bannya pada karakteristik mesin V4 yang lebih bertenaga.
Yamaha sebagi satu-satunya Inline-Four kesulitan untuk memaksimalkan grip ban yang ada, karena lagi-lagi, V4 Engine sudah mendominasi Motogp.
Tidak Hanya Soal Power
Perubahan YZR M1 dari Inline-Four ke V4 menjadi masuk akal karena kini semua keunggulan engine Inline-Four milik Yamaha sudah tidak ada.
Hal ini tidak hanya soal power, namun soal balancing motor secara keseluruhan. Karena mesin crossplane Inline-Four Yamaha sebenarnya masih mampu untuk ditingkatkan tenaganya.
Pengapian crossplane yang dipakai Yamaha bisa membuat mesin Inline-Four meniru produksi energi kinetic mesin V4. Namun kalau hanya menambah power, maka banyak masalah lain yang akan muncul.
Dulu pada 2006, Yamaha berusaha menambah power, alhasil balancing motor jadi kacau balau. Getaran di bagian depan motor dan chasis yang menjadi tidak efektif serta ban menjadi lebih mudah spin karena kelebihan power ini.
Hasilnya? Valentino Rossi kehilangan gelar untuk pertama kalinya sesudah lima kali berturut-turut juara dunia.
Berkaca dari situasi itu, Yamaha tentu pikir berkali-kali untuk menaikan power M1 tanpa disertai solusi lain.
Nah, situasinya kini lebih rumit daripada saat 2006 dengan adanya Aero Fairing dan ECU yang seragam.
Lahir Yamaha YZR M1-V4 Engine
Melalui proyek Blue Shift -- Plan V, Yamaha akhirnya benar-benar Yamaha YZR M1 bermesin V4 dan diperkenalkan pada awal Race Weekend GP Misano 2025.
Secara tampilan fisik, Yamaha M1 V4 tidak terlalu berbeda dengan kakak Inline-Four. Hanya tambahan Aero Fairing ground effect, desain muffler knalpot yang berbeda, serta dimensi  yang lebih compact pada bagian engine.
Tentu dengan dimensi yang lebih kecil ini, Yamaha langsung menambahkan beberapa tambahan Aero Fairing meski tidak jauh berbeda dibanding M1 Inline-Four.
Pada sisi teknis, Yamaha belum membocorkan apa-apa perihal berapa figure power yang dihasilkan maupun spesifikasi teknis dari mesin V4 yang mereka pakai.
Sempat Bermasalah Namun Cukup Kompetitif
Turun bersama Agusto Fernandez sebagai Wildcard di GP Misano, M1 V4 langsung mengeluarakan tajinya.
Setelah sempat bikin geger karena mengalami masalah teknis pada akhir FP 1, M1 V4 berhasil mencatatkan waktu 1 menit 31.678 detik. Catatan itu hanya lebih lambat setengah detik dari Fabio Quartararo yang menjadi pembalap Yamaha tercepat.
Agusto Fernandez bahkan mengungguli dua pembalap reguler Yamaha yakni Alex Rins dan Miguel Oliviera.
Sudah jelas bahwa M1 V4 memiliki potensi tempur yang baik. M1 V4 juga hanya berjarak 1.2 detik dari pimpinan practice tentunya Marc Marquez dengan Desmosedici GP25 miliknya.
Wildcard ini akan menjadi test serta langkah krusial bagi Yamaha dalam pengembangan M1 V4 kedepannya.
Menurut technical director Massimo Bartolini, pengujian dalam keadaan balap ini sangat penting. Karena pada keadaan seperti inilah potensi kekuatan dan kelemahan motor yang sebenarnya akan terlihat.
Setelah Misano, Yamaha menargetkan wildcard pada seri Valencia. Rencananya Yamaha akan total mengembangkan M1 V4 ini agar siap digunakan untuk musim 2026.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI