Mohon tunggu...
Sri Wahyuni Masudah
Sri Wahyuni Masudah Mohon Tunggu... Guru - An English Teacher

Menjadi guru bukan berarti tau segalanya dan selalu benar. Guru juga manusia pembelajar yang harus selalu upgrade dan mengikuti perkembangan jaman. Long life education!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Episode 2 :Sepenggal Kisah Putih Abu-abu

29 Mei 2020   19:15 Diperbarui: 29 Mei 2020   21:18 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


#Ada yang tak biasa


Baru kutahu namanya Ary.
Setelah penampilan dari siswa-siswa baru sebagai penutup acara spontanitas aku mewakili panitia tampil menyanyikan sebuah lagu diiringi gitar akustik. Bait demi bait dengan mulus dan di penghujung lagu tanpa sadar aku bersitatap dengan Ary, mata sayunya sontak membuatku hampir lupa dengar syair di bagian akhir. Tepuk tangan dari semua yang menonton mengiringi penampilan kami. Ary langsung mengulurkan tangannya menjabat tanganku sembari mengucapkan kalimat yang membuatku yang tersipu kali ini.


“Suara kakak bagus, kapan-kapan kita nyanyi lagi ya.”

Ary sudah membuatku menjadi semakin bersemangat bermusik. Dia seringkali memberi referensi lagu yang pas dengan karakter vocalku. Dia juga yang sudah membuatku menjadi bersemangat ke sekolah, padahal aku sempat mau pindah sekolah karena gk betah di sekolah yang dipilih orang tuaku. 

Kegiatan latihan musik menggiat kembali. Ternyata animo siswa baru di bidang musik lumayan tinggi sampai akhirnya di akhir semester ganjil aku mengusulkan program pentas seni yang rupanya juga didukung oleh para guru. Saking semangatnya kami tidak hanya latihan di sekolah tapi sampai sewa studio musik untuk latihan berharap bisa tampil dengan maksimal.


Sampai suatu hari entah ada masalah apa Ary terkesan menghindar kalau ada aku. Tidak biasanya dia bersikap seperti itu, latihan juga jarang datang dan terakhir aku dengar dia pindah latihan di studio lain sehingga tidak pernah latihan bareng dengan kelompokku. Aku mencoba mencari tahu tapi teman-temannya tak satu pun yang tahu masalahnya. Sementara aku biarkan Ary dengan sikapnya karena aku fokus latihan untuk persiapan pentas seni yang kurang beberapa hari lagi.


Sehari sebelum acara pentas seni teman sekelasku, Rani memberi tahu tentang kejadian dimana Ary diancam oleh Toni, temanku satu angkatan tapi beda kelas. Kejadiannya 2 minggu yang lalu, waktu itu Ary pulang sekolah langsung dihadang oleh sekelompok remaja laki-laki berseragam sekolah, mereka mengancam kalau Ary masih tetap sering bareng dengan aku mereka tak segan-segan akan menghajarnya.


Mendengar cerita Rani seketika mataku nanar dan jantungku berdegup lencang sekali, ingin rasanya aku labrak Toni yang sudah kelewatan sampai mengancam Ary tapi Rani menahanku karena kuatir dengan keselamatan Ary.


“Ran, kamu tahu darimana kejadian itu? Kenapa baru cerita sekarang?”


“Aku juga baru dengar kemarin, Yudia. Hendra yang cerita ke aku karena dia merasa bersalah ikut menghadang Ary yang sama sekali tidak bersalah.” Rani masih terus berusaha menenangkan aku.


“Kamu fokus saja dengan acara besok ya, masalah itu kita selesaikan nanti setelah acara selesai.” Rani menyemangatiku.


Jujur aku masih belum bisa menerima perlakuan Toni terhadap.Ary. 

Sebelum acara dimulai semua pengisi acara dibriefing oleh panitia dan jadwal tampil sudah ditempel di ruang transit. Aku lebih banyak diam dan menunduk menghindari bertatapan dengan Ary. Aku tak sanggup menatap mata sayunya yang seolah ingin menyampaikan bahwa dia tak bermaksud menghindariku. Saat briefing selesai aku tetap tak beranjak keluar dari ruang musik. 

Kali ini aku benar-benar tidak bersemangat. Kubuka novel baru yang belum selesai aku baca berharap bisa mengalihkan kegalauanku.
Sepasang kaki bersepatu boot hitam berdiri didepanku yang tengah asyik membaca novel sambil duduk lesehan di lantai. Merasa terganggu aku mendongak sedikit mencari tahu siapa pemilik sepasang kaki itu. Rupanya Ary....aku sengaja tak mengacuhkannya dan melanjutkan fokusku ke novel lagi. Tiba2 Ary jongkok di depanku.


“Kamu gk siap-siap? Kelompokmu tampil.di urutan ke 2.” Suara itu seketika menetralkan kegalauanku.


Aku cuma mengangguk, membereskan novelku dan berdiri meninggalkan Ary yang masih jongkok di tempatnya. Tak lama nama kelompokku dipanggil untuk mempersiapkan diri. Rupanya teman- teman bingung mencari cari aku dimana. Dengan tersenyum seolah tak berdosa sudah membuat mereka bingung aku langsung menemui teman-temanku di belakang panggung.


“Kemana saja kamu Yud, dicari-cari sampai semua bingung. Aku kira kamu disembunyiin Kunti.” Edo langsung meninju lenganku. Aku meringis saja sambil mengangkat jari telunjuk dan tengah mengisyaratkan tanda “peace” supaya mereka gk banyak tanya.


#bersambung lagi ya....yang ngetik mau mandi dulu...hehehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun