Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawa Yang Tertunda

1 Agustus 2025   04:00 Diperbarui: 31 Juli 2025   13:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hartini (Sumber:DokPri Yudaningsih)

Tak ada yang lebih mulia bagi Hartini selain menjadi ibu. Dan tak ada yang lebih menyiksa daripada dituduh lalai sebagai ibu---oleh orang-orang yang bahkan tak pernah benar-benar melihatnya begadang memeluk tiga anak laki-lakinya sambil menyesap bab demi bab disertasi.

Di balik toga S3 yang ia raih dari kampus ternama di Bandung, terdapat air mata yang dikeringkan di sudut musholla kecil rumahnya di Tasikmalaya. Antara tugas rumah tangga, kelas daring, perjalanan PP Bandung--Tasik, mengajar di Madrasah Aliyah, dan sesekali memandikan si bungsu yang baru disapih.

"Bu Hartini, Bismillah... Semangat ya..." kata dosennya suatu pagi.
Ia tersenyum. Tidak semua orang tahu, pagi itu Hartini baru saja bangun dari pingsan karena begadang. Anak-anaknya demam. Suaminya, Andri? Sudah dua minggu berjibaku di Jateng, katanya ada urusan dagang batik.

Semuanya berubah sejak Hartini menemukan laptop terbuka di kamar. Tak ada firasat apa-apa sebelumnya. Ibu-ibu pintar jarang punya waktu curiga---hingga akhirnya mereka disodori bukti telanjang.

Inbox Facebook itu...

Awalnya ia mengira akun "Doni" adalah laki-laki yang menjalin hubungan gelap dengan suaminya. Tapi perlahan-lahan, cara bicara akun itu... mulai terasa sangat familiar. Terlalu familiar.

"Mas, malam ini aku bawa lingeri merah ya... yang kamu bilang paling kamu suka."

Hartini menggigil. Menyimak narasi inbox yang sungguh menyesakan dada, ragam narasi adegan dewasa berkelindan di inbox tersebut.

Gaya bahasanya... tanda bacanya...

Ini bukan gaya laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun