Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jurnalisme di Era Pengabdi Klik

11 Februari 2023   00:03 Diperbarui: 11 Februari 2023   00:08 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era kekinian, medium digital adalah rumah bagi begitu banyak media. Otomatis, senjata andalannya bukan lagi iklan baris dan oplah koran cetak, tapi "traffic" website, iklan digital dan jumlah klik yang datang.

Sebenarnya, kehadiran medium digital ini telah menciptakan banyak hal positif. Mulai dari jumlah berita yang banyak dan cepat, sampai kesempatan mendapat penghasilan lebih banyak.

Masalahnya, makin kesini, titik fokus konten tidak lagi berada pada kualitas isi, tapi kuantitas, khususnya pada jumlah klik. Semakin banyak kliknya, semakin bagus, karena peluang mendapat lebih banyak uang jadi lebih besar.

Seiring dengan makin banyaknya media digital, fokus pada kuantitas juga semakin menjadi. Bukan hanya mengejar banyak klik lewat judul "clickbait", tapi melebar ke target produksi artikel.

Apa boleh buat, perspektif yang ada jadi kurang beragam. Target produksi tinggi membuat ruang untuk mengembangkan perspektif jadi terbatas. Bodo amat dengan kebaruan perspektif, yang penting target tercapai.

Dari sudut pandang profesional, tak ada yang salah di sini. Tugas beres, deadline pun tak jadi masalah.

Tapi, ini jadi satu kerugian fatal, karena dengan perspektif beragam saja, ada masalah berupa minat baca rendah di Indonesia. Jadi, tidak mengejutkan kalau orang semakin enggan membaca, dan cenderung memilih konten audiovisual atau membuka media sosial. 

Masih banyak orang yang hanya membaca judul tapi sudah berkomentar terlalu jauh. Sebuah kebiasaan yang (masih) membudaya.

Ditambah lagi, belakangan makin banyak platform berita yang menggandeng berbagai kalangan sebagai kontributor. Kalau kapasitas dan perspektifnya adalah "jurnalisme warga", itu sangat bagus, tapi kalau mereka dikarbit menjadi jurnalis profesional dadakan, jelas tidak pada tempatnya.

Mungkin, ada yang memang berbakat menulis atau punya etos kerja hebat, tapi  menghadirkan perspektif berbeda yang berkualitas, itu soal lain. Dimensinya jauh lebih kompleks.

Ada kredibilitas yang dipertaruhkan. Sebanyak apapun produksi kontennya, sepopuler apapun platform nya, sekali rusak, ruwet.

Tentu saja, ini jadi satu paradoks memprihatinkan, karena minat baca semakin berkurang justru di saat bacaan yang ada semakin banyak.

Disadari atau tidak, sudah ada begitu banyak situs yang menghadirkan banyak informasi dengan isi hampir serupa, dan itu mulai mendekati titik jenuh.

Dengan kecenderungan sebagian besar orang untuk berpandangan praktis, hanya sedikit dari sekian banyak itu yang rutin diakses. Sisanya, seperti serigala berebut tulang, keras seperti survival game.

Kalau terus dibiarkan, rasanya senja kala artikel di situs digital tinggal menunggu waktu, karena klik masih jauh lebih diperhatikan daripada kualitas dan keragaman perspektif isi, yang seharusnya jadi hak pembaca.

Soal potensi keuntungan yang bisa didapat,  kesempatannya memang sudah lebih terbuka, tapi kalau tanggung jawab memperkaya perspektif pembaca terus dikikis, mungkin sudah saatnya kita menyebut fenomena ini sebagai "Jurnalisme Pengabdi Klik", dengan judul dan isi tulisan yang kadang tidak sinkron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun