Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Buku Melahirkan Gagasan yang Besar

30 September 2025   10:39 Diperbarui: 30 September 2025   10:39 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pastor Adolf Heuken, SJ: Never Forget the Past (Indonesia Expat)

"Lebih banyak Anda membaca, lebih banyak hal yang Anda ketahui. Lebih banyak hal yang Anda pelajari, lebih banyak tempat yang Anda kunjungi."  (Dr. Seuss)

Membaca buku akan melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru dan besar yang akan berguna bagi para pemimpin. Sebab untuk membangun bangsa ini tidak hanya dibutuhkan otot, tetapi terutama otak yang berisi ilmu dan gagasan baru. Ilmu dan gagasan baru itu tidak diperoleh di ruang rapat atau di lapangan semata, tetapi terutama dari buku-buku referensi.

Adolf Heuken SJ (1929-2019),  Pendiri Yayasan Cipta Loka Caraka mengatakan, "Orang bijak dan pandai akan membaca buku yang baik dan bermutu, supaya memperoleh banyak keterangan dan memperluas cakrawala pengetahuannya."

Tanpa membaca buku banyak hal tidak akan diketahui. Banyak informasi tidak bisa diperoleh. Dan gagasan-gagasan besar tidak bisa dilahirkan. Sebab setiap orang memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan pengetahuan dan informasi itu hanya bisa dijembatani melalui membaca buku.

Emil H. Tambunan dalam bukunya "Pendidikan Keluarga Sukses", mengutip Ellen G. White mengenai peran orang tua dalam pembinaan anak menulis bahwa masalah mengapa sampai orang tua bertindak kurang adil terhadap anak sudah barang tentu karena mereka kurang teguh dalam prinsip, kurang mendasarkan azas pendidikan pada kebenaran Kitab Suci. Dan itu hanya bisa diperoleh kalau mereka setia membaca Kitab Suci setiap hari dalam keluarganya (hal. 282-283).

Demikian pun halnya dengan para pejabat kita. Sebagaimana Kompasiana menulis, "Seberapa dekat pejabat kita dengan buku?" Banyak netizen yang ramai menyoroti kebiasaan pejabat yang gemar pamer kemewahan, tapi hampir tak pernah pamer buku. Hal ini tentu sangat ironis sebab dari mana mereka akan mendapatkan ide dan gagasan besar untuk menyuarakan pembangunan bangsa ini, kalau tidak melalui membaca buku. 

"Sebab dari bacaanlah lahir gagasan besar yang dibutuhkan untuk memimpin bangsa atau melahirkan kebijakan."

Semua orang tahu. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai daerah sejak Senin, 25 Agustus 2025, semula memprotes besaran tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Namun kemudian berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan di berbagai lokasi di Indonesia.

Pada Sabtu sore (30/8-2025), ratusan orang tiba-tiba menggeruduk kediaman anggota DPR Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menjarah sejumlah barang milik legislator tersebut, mulai dari kursi, lemari, kasus, jam tangan, sejumlah uang, mesin pendingin, hingga berangkas uang yang berisi pecahan dollar. 

Aksi tersebut disiarkan live di Tiktok oleh sejumlah orang yang datang ke lokasi. Dan warganet yang menonton siaran itu kemudian ramai-ramai menimpali untuk melanjutkan penjarahan ke rumah Eko Patrio, Uya Kuya hingga pejabat negara seperti Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Nama-nama ini merupakan orang yang beberapa waktu terakhir mendapatkan sorotan publik atas berbagai pernyataan kontroversinya. (Tempo.co. 31/8/2025).

Namun yang kemudian menjadi persoalan dan diangkat oleh Kompasiana menjadi topik pilihan adalah bahwa dari barang-barang yang dijarah atau dirusakkan massa pendemo, tak satu pun para pejabat negara itu yang dikabarkan dirusakkan lemari perpustakaan atau sejumlah buku yang dihamburkan keluar.

Entahkah karena kurangnya perhatian para pendemo terhadap buku-buku yang dipajang di rumah pejabat atau para legislator kita, ataukah memang para pejabat kita tidak memiliki perpustakaan atau buku bacaan pribadi sehingga hal itu luput dari perhatian. Dari situlah kemudian terbersit topik pilihan Kompasiana "Darurat Baca Pejabat Kita..."

Pada hal negara ini mengharapkan agar para pejabat termasuk legislator kita yang selalu berkaitan kerja langsung dengan hukum dan kebijakan Ipoleksosbudhankam harus memiliki banyak referensi. Referensi itu tidak lain adalah hasil belajar mereka antara lain membaca buku. Untuk itu sangat diharapkan mereka memiliki buku-buku yang sesuai dengan bidang atau komisi mereka.

Presiden ke-33 Amerika Serikat (AS), Harry S. Truman, pernah berkata, "Not all readers are leaders, but all leaders are readers" atau dalam bahasa Indonesia, "Tidak semua pembaca adalah pemimpin, tetapi semua pemimpin adalah pembaca."

Dengan membaca, pemimpin atau pejabat juga akan mempunyai daya imajinasi yang bisa berdampak pada visi dan misinya ke depan. Daya imajinasi yang kuat memungkinkan para pejabat menjadi visioner dengan visi yang jauh ke depan, termasuk merencanakan pembangunan.
Imajinasi itu akan memungkinkan mereka untuk melihat kemungkinan-kemungkinan baru, menciptakan gambaran masa depan yang berbeda, dan menemukan solusi kreatif serta peluang yang tidak terlihat oleh orang lain bagi bangsa dan negaranya.

Bagaimana Seharusnya?

Berikut penulis mengemukakan beberapa hal yang hendaknya diperhatikan agar para pejabat, legislator dan para calon lainnya memberikan perhatian pada pentingnya membaca buku. Ada sekurang-kurangnya 6 hal penting sebagai berikut:

1.  Tunjangan buku/bacaan

Negara harus membantu para pejabat kita untuk mencintai kepustakaan atau buku. Maka supaya para pejabat memiliki budaya membaca di rumah perlu diberikan semacam "tunjangan buku." Nah, sehubungan demonstrasi yang lalu karena banyaknya tunjangan para legislator baiklah kalau yang lain ditiadakan dan ditambahkan tunjangan referensi untuk pejabat dan para legislator kita.

2.  Budaya Literasi

Selain tunjangan buku, juga perlu dibudidayakan literasi di antara para pejabat atau legislator melalui berbagai event seperti bedah buku, seminar tentang tema tertentu, menulis buku bersama, dan pameran buku para pejabat atau legislator. Dengan demikian mereka sendiri memiliki pengalaman dalam memulai budaya literasi sehingga tidak hanya memerintahkan orang lain mengerjakan tetapi mereka sendiri mempraktekkannya.

3.  Memberi Hadiah Buku

Meskipun dalam bentuk proyek buku sudah biasa dilakukan, namun sehubungan topik yang menarik ini baiklah dibangun sebuah habitus baru untuk selalu dan di mana saja membawa dan menghadiahkan buku bacaan kepada sahabat atau pejabat. 

4.  Membangun Pustaka Pribadi

Bukan hanya sekadar membangun perpustakaan di rumah atau keluarga, tetapi juga terlebih memberi apresiasi positif terhadap para pejabat yang membangun atau memiliki pustaka pribadi di rumah.

5.  Menghapus Stigma Dinas Perpustakaan Daerah sebagai Dinas Pembuangan Pejabat

Setiap kali selesai hajatan politik seperti Pilkada, pihak yang kalah atau dianggap lawan politik akan menerima tugas buangan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah.

Stigma ini harus dihapuskan sehingga orang memandang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan bukan sebagai dinas pembuangan, tetapi menjadi dinas yang membangun  sumber daya manusia.

6.  Pengembangan Perpustakaan Daerah

Banyak pemerintah daerah belum memberi perhatian pada perpustakaan daerah karena itu tadi masih memandangnya sebagai tempat untuk membalas lawan politik.

Sebaliknya kalau sudah terjadi pemahaman yang benar akan fungsi perpustakaan daerah maka saatnya untuk diperhatikan pembangunan gedung perpustakaan daerah yang representatif, menambah koleksi dan jumlah buku pada perpustakaan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas internet dan digitalisasi perpustakaan.

Penutup

Menumbuhkan kebiasaan membaca sejak usia muda terbukti menjadi salah satu hal terbaik yang telah dilakukan untuk diri sendiri dan yang disadari seiring bertambahnya usia. Buku menjadi kekayaan yang kadang tidak diperhitungkan. Tetapi hasil dari sebuah kebiasaan membaca buku selalu mengagumkan. Itupun jarang disadari. 

Karena itu membaca buku dapat melahirkan gagasan yang besar, termasuk untuk pembangunan bangsa dan negara Indonesia menjadi bangsa yang besar. Semoga cita-cita ini dapat terwujud paling tidak untuk generasi Emas Indonesia tahun 2045.

Atambua: 30.09.2025

Sumber Bacaan:

A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I-IX A-Z, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta 2004

Emil H. Tambunan, Pendidikan Keluarga Sukses, Mencegah Kenakalan Remaja dan Mewaspadai Penyalahgunaan Narkoba, Indonesia Publishing House, Bandung 2008

https://kumparan.com/raihan-muhammad/pemimpin-adalah-pembaca-dan-penulis-20gbJGy5aqs/1

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun