Pemerintah bereaksi dengan permintaan maaf. Tapi rakyat sudah bosan. Kata-kata "maaf" terdengar basi, seperti kaset rusak yang diputar berulang.
---
Bagian VI: Militerisasi Kehidupan Sipil
Alih-alih belajar dari amarah rakyat, pemerintah justru menambah luka. Presiden mengumumkan pembentukan 100 batalion militer baru, bukan untuk perang, melainkan untuk mengurus sektor sipil: pangan, pembangunan, bahkan kehidupan sehari-hari.
Sejarah berulang. Dwifungsi ABRI yang dulu dikubur, kini bangkit dari kubur. Militer masuk ke ruang sipil, demokrasi dipinggirkan.
Apa bedanya dengan Orde Baru? Rakyat hanya bisa bertanya-tanya.
---
Bagian VII: Sejarah yang Dimutilasi
Di tengah semua itu, pemerintah juga coba memanipulasi sejarah. Buku sejarah nasional yang baru dituding menghapus peristiwa kelam: tragedi 1965, reformasi 1998.
Inilah cara paling licik untuk melucuti daya kritis rakyat: menghapus ingatan. Jika rakyat lupa masa lalu, mereka akan mudah dikendalikan.
Namun publik melawan. Akademisi, aktivis, hingga pelajar menolak. Buku itu akhirnya ditunda. Tetapi niat pemerintah sudah jelas: membentuk generasi tanpa ingatan.