Selama ribuan tahun, anak-anak belajar melalui yang oleh Haidt disebut sebagai "pekerjaan" masa kecil: permainan bebas. Melalui permainan fisik, di luar ruangan, tanpa pengawasan langsung orang dewasa, anak-anak secara alami mengembangkan keterampilan sosial yang vital---kemampuan bernegosiasi, berkompromi, menyelesaikan konflik, dan mengatur diri sendiri. Mereka belajar membaca isyarat sosial, memahami hierarki kelompok, dan mengembangkan empati melalui interaksi yang spontan dan otentik.
Permainan juga mengajarkan anak-anak tentang risiko dan konsekuensi. Ketika seorang anak memanjat pohon, mereka belajar menilai kemampuan fisik mereka, mengelola rasa takut, dan membangun kepercayaan diri. Ketika mereka bertengkar dengan teman, mereka belajar bahwa tindakan memiliki konsekuensi sosial dan mengembangkan strategi untuk memperbaiki hubungan.
Munculnya Budaya Ketakutan: Safetyism dan Overprotection
Namun, sejak tahun 1980-an, terjadi perubahan fundamental dalam cara masyarakat memandang masa kanak-kanak. Kasus-kasus penculikan anak yang dipublikasikan secara luas oleh media, meskipun secara statistik sangat jarang, menciptakan gelombang panik moral yang mengubah norma-norma pengasuhan. Orangtua mulai mengembangkan apa yang Haidt sebut sebagai "safetyism"---sebuah ideologi yang menempatkan keselamatan fisik dan emosional anak sebagai nilai tertinggi yang mengalahkan segala pertimbangan lain, termasuk kebutuhan anak untuk mengalami tantangan dan mengembangkan kemandirian.
Budaya ketakutan ini mengakibatkan anak-anak kehilangan akses pada pengalaman-pengalaman yang sebenarnya krusial untuk perkembangan mereka. Taman bermain dibuat "terlalu aman" dengan permainan yang tidak lagi menantang. Anak-anak dilarang bermain sendiri di luar rumah, menjelajahi lingkungan sekitar, atau mengambil risiko-risiko kecil yang sebenarnya penting untuk membangun ketahanan dan kompetensi.
Konsep Antifragilitas: Mengapa Anak-anak Butuh Tantangan
Haidt memperkenalkan konsep yang sangat penting dari Nassim Taleb: antifragilitas. Berbeda dengan sesuatu yang rapuh (mudah rusak oleh guncangan) atau resilient (tahan terhadap guncangan), sistem yang antifragil justru menjadi lebih kuat ketika dihadapkan pada stresor atau tantangan dalam batas yang wajar.
Anak-anak, seperti sistem kekebalan tubuh, adalah sistem yang secara alami antifragil. Paparan terhadap kuman dalam jumlah kecil membuat sistem imun menjadi lebih kuat. Demikian pula, paparan terhadap tantangan emosional dan sosial dalam tingkat yang sesuai dengan usia membuat anak-anak menjadi lebih tangguh secara psikologis.
Jatuh dari sepeda dan bangkit lagi mengajarkan ketekunan. Merasa tersisih dalam permainan kelompok dan kemudian belajar bagaimana bergabung kembali mengajarkan keterampilan sosial. Merasa takut saat memanjat pohon tinggi dan berhasil mengatasinya membangun kepercayaan diri. Ini semua adalah "vaksin" psikologis yang membantu anak mengembangkan apa yang oleh psikolog disebut sebagai "mode penemuan"---sebuah orientasi mental yang terbuka pada pengalaman baru, percaya diri, dan optimis tentang kemampuan sendiri untuk mengatasi tantangan.
Sebaliknya, anak yang terlalu dilindungi dari segala bentuk ketidaknyamanan akan terjebak dalam "mode bertahan"---sebuah orientasi mental yang cemas, menghindari risiko, dan melihat dunia sebagai tempat yang penuh ancaman yang harus dihindari.
Pengkabelan Ulang Besar-besaran: Empat Pilar Kerusakan