Ada saatnya mempertanyakan pada generasi berikutnya apa yang akan terjadi
Itulah hidup yang terkadang menjelajah antariksa
Jauh di atas tanpa pernah ada akhirnya
Melayang tanpa udara
Dan berdiri sendiri di atas kehampaan
Seketika daun-daun itu yang mulai keguguran
Tanya kenapa ?
Diobrak-abrik reranting yang berserakan di atas hamparan hitam
Kitalah generasi yang terbayang keputusan
Berdiri tanpa mengenal hari
Kitalah generasi yang masih memutar masa lampau
Kitalah generasi yang mengkhianati impian demi sebuah ambisi
Menyaksikan drama yang menyebalkan di atas lantai yang pecah
Seperti yang saat itu terkatakan
Ketika fajar lebih baik dari senja
Lalu kemudian beranjak
Senja lebih baik dari fajar
Bukankah saat itu hidup adalah sederhana
Yang terbawa impian pulang
Ketika pulang pun kita menghitung senja
Bukan lagi langit orange tapi juga langit yang merah menua
Dibawahnya, bukit itu masih sama berdiri tegak
Tapi kita runtuh karenanya
Alunan memori keberhasilan telah menjadi kegagalan
Seperampat abad kita hidup tanpa menghasilkan apapun
Hanya impian yang tidak terkejar karena kecerobohan
Awan pun masih terlihat berkelana
Mengajak kita untuk mengawalnya
Apakah kau mengikuti deru angin
Yang tanpa ujung entah kemana
Dunia ini begitu sempit dan menakutkan sekarang
Seketika itu kita berteduh dari terik angin sore
Sambil menyaksikan hampanya keputusan itu
Setapak langkah yang menciptakan jejak
Atau rumput yang dulu kita enggan langkah di atasnya
Apabila ada jurang...
Pasanglah kayu-kayu rapuh sehingga tidak ada injakan di atasnya
Lalu apakah kau berpikir soal takdir ?
Berebahlah di atas akar yang kokoh !
Pikirkan keberuntungan yang sangat tinggi!
Manakah kayu yang sudah usang ?,
Biar ku bawa pulang
Itu adalah kerangka impian yang dulu pernah kita buat
Walaupun harus terbenam dalam keanggunan badai
Kau bisa menyendiri di tengah kegelapan
Sambil menunggu gerbang putih dibentangkan
Kalau itu sudah hilang, apa yang akan kita lakukan ?
Di situ di bawah rimbunan dahan tua