Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Romansa Kusuma (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hakikat Manusia yang Termaktub dalam Rutinitas Senin

23 November 2020   06:00 Diperbarui: 23 November 2020   06:52 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi untuk anak-anakku (dokpri)

Pagi ini, aku terbangun dengan terpaksa bersama alarm digital yang berdering,
Sambil menguap mengucek mata tanda masih ingin melanjutkan mimpi,
Aku berjalan menuju suara gemericik air sembari berdoa, "Terima kasih Tuhan atas mimpi yang indah."
Selamat datang rutinitas Senin, semoga hari ini kau membahagiakan setiap langkahku.

Sang guru melafalkan munajat,
Memuji keagungan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
Menyambungkan jiwa kepada cahaya di atas cahaya,
Menyiapkan rencana pembelajaran yang berkesan dan berkah.

Dentuman motor berlomba masuk ke jalan pendengaran,
Menciptakan polusi dunia yang semakin menua,
Sebenarnya, siapakah yang merusak kehidupan?
Tak perlu dijawab, karena kebanyakan kita hanya memikirkan perut dan di bawah perut.

Baju korpri yang sudah dicuci,
Dipakai untuk memberi sebuah arti,
Dengan kopyah khas peninggalan ayahanda, siap untuk menyapa wajah-wajah generasi muda,
Senyum,
Salam,
Sapa.

Dalam layar laptop mereka menyapa,
Ada yang berkobar semangat belajarnya, kebanyakan diam dan menjadi pendengar setia,
"Masa seperti ini tidak boleh membebani mereka!"
Ucap hati yang merindu keberadaan jiwa yang nyata,
Katanya, tahun depan sudah bisa bertatap muka kembali,
Menjalani aktivitas di kelas yang lama berpenghuni makhluk tak kasatmata.

Apakah tahun depan kita akan bahagia? Atau akan muncul ketidaksenangan baru?
Begitulah manusia, tak pernah puas dan selalu mengeluh.
Ditambah kompor dan bisikan-bisikan seperti ingin kembali pembelajaran daring saja.
"Ah ternyata lebih enak belajar di rumah, bebas!"
Ada saja insan yang nanti akan mengutarakan demikian.

Sejarah seperti berulang kembali,
Yang bahagia tetap bahagia,
Yang nyinyir tetaplah nyinyir,
Sudah berapa generasi manusia yang bersemayam di bawah langit kefanaan? Mereka saling membunuh, mengingkari Nabi, merusak negeri, hingga datang bertubi-tubi bencana memorakporandakan mereka.

Semua terangkum dalam kitab suci yang tepercaya,
Tanah dan jasad adalah saksi peradaban yang tak terbantahkan,
Aku, Yoga Prasetya, hanya menyampaikan kisah dalam diksi yang berbalut puisi,

Hanya berbagi,

Semoga menginspirasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun