Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

MENGHAMILI BUKU (Sebuah Cerpen)

22 Agustus 2025   21:20 Diperbarui: 22 Agustus 2025   21:20 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Siorus Ewainaibi Degei

Di dermaga pelabuhan Samabusa-Nabire,  terlihat seorang remaja menenteng koper barang berwarna hijau dan mengenakan tas bertulis logo laptop Asus. Ia sepertinya anak remaja yang baru lulus SMP dan berniat melanjutkan studinya ke Kota Jayapura pada jenjang SMA.

Namanya Juan, ia tidak di antara keluarga lengkap layaknya anak-anak lain yang bersamanya di pelabuhan Samabusa. Hanya mama yang setia menemaninya bersama seorang kaka perempuannya. Mereka bertiga duduk di ruang tunggu. Kapal Gunung Dempo tujuan Jayapura akan bertolak kisaran jam 02:30, jadi mereka harus lebih awal tiba di Jayapura. Ini adalah pelayaran pertama Juan ke Jayapura. Ia anak rumahan dan gerejaan. Tidak pernah jalan jauh selain ke kampung halamannya saat natal atau libur kenaikan kelas di bulan Juni-Juli.

Ia memutuskan cita-citanya sejak kecil untuk menjadi seorang imam Katolik atau orang yang berguna bagi banyak orang kelak sekalipun tidak menjadi seorang imam, 'Mama sepertinya kapal nanti terlambat sandar, jadi mama sama kaka pulang lebih dulu sudah' minta Juan ketika melihat mama dan kakanya sudah mengantuk.

Betapa tidak, mereka sudah berada menunggu kapal sejak siang jam 12:30 sampai sore jam 16:00 pun tidak nampak tanda-tanda sama sekali raut kapal di persada kulit air laut, 'Tapi Juan tidak apa-apa Mama kasih tinggal Juan sendirian di kapal begini?' tanya mama sambil mempertimbangkan permintaan anaknya yang akan pergi beberapa tahun ke tempat yang tak mudah ia kunjungi, 'Tidak apa-apa mama, nanti Juan jalan sama orang-orang kenal yang mau ke Jayapura. Di sini banyak sekali yang Juan kenal, ada banyak kaka-kaka dan teman-teman yang pakai kapal ini juga jadi' balas Juan dengan penuh meyakinkan mamanya.

Padahal Juan tahu bahwa ia sudah membohongi mama kandungnya. Ia hanya tidak mau merepotkan mamanya. Sebab ia merasa ia sudah mandiri, bukan anak kecil, 'Tidak papa mama kasih tinggal Juan sendiri ini?' tanya mamanya lagi memastikan keteguhan Juan. Sebab sebagai seorang mama, ia tidak kuasa melepaskan anaknya pergi seorang diri ke negeri yang ia sendiri belum pernah kunjungi, 'Mama tidak papa sekali, ini ada banyak orang kenal ini, saya bisa tanya-tanya mereka dan minta antar ke seminari nanti, jadi mama sama kaka pulang saja, sekarang tinggal tunggu kapal saja, petugas bilang satu jam lagi kapal sudah masuk' balas Juan dengan nada semakin meyakinkan, 'Baik sudah, mama sama kaka pulang dulu yah Juan. Jaga diri baik-baik di sana. Kalau sudah sampai telepon mama yah sayang. Mama tinggal dulu' mama Juan memeluk putranya, ia meneteskan air mata, menahan kuasanya untuk menahan putranya.

Mereka pulang, 'Sebenarnya tidak tega biarkan Juan pergi ke Jayapura sendiri' ucap Mama sambil menangis, 'Itu sudah mama, apalagi dia juga baru kali pertama ke Jayapura, seharusnya bapanya temani dia ke sana' balas Kaka Ina, ia melanjutkan 'Tapi bagus, adik Juan anaknya sudah mandiri sejak keci. Saya kenal dia, dia beda dengan anak-anak lain', 'Iyah Ina, dia tidak biasa bikin susah mama. Kalau saudara-saudarinya yang lain baru paling suka bikin susah orang tua', balas Mama Juan, 'Itu sudah mama. Jadi mama jangan terlalu sedih, adik Juan pasti aman-aman saja. Mama kita doakan adik dia saja supaya bisa tiba dengan selamat, juga supaya bisa sekolah di seminari dengan baik dan jadi orang hebat di kemudian hari' ucap Kaka Ina menguatkan Mama Juan sambil menyetir motor melintasi Kimi menuju Kota.

'Duummm....duummm......dummm' bunyi stom kapal Gunung Dempo dari ujung bibit Tanjung Samabusa, 'Wiss lihat Kapal sudah masuk' teriak seorang dari kerumunan penumpang. Kapal sudah masuk perairan pelabuhan. Ia mencari posisi aman untuk sandar. Juan dan penumpang lainnya bersiap-siap. Kapal sudah sandar dengan sempurna, petugas kapal mulai menurunkan tangga-tangga penumpang tujuan Jayapura dan tangga-tangga turun untuk penumpang tujuan Nabire.

Juan masuk dalam kerumunan penumpang yang berdesak-desakkan menuju pintu masuk kapal. Terlihat para petugas berseragam pegawai PELNI kerepotan mengatur hilir-mudik penumpang. Biasa ini Bulan Juni-Juli, 'Bulan anak-anak sekolah'. Ada yang pulang liburan ada juga yang baru mau mendaftar kuliah.

Juan naik lebih awal bersama penumpang lainnya. Ia melihat nomor tempat tidur di tiketnya tertera nomor 1025, ia menuju salah satu penjual makanan ringan di dalam kapal, 'Abang permisi, mau numpang tanya, kira-kira tempat nomor 1025 ini di dek berapa yah' tanya Juan dengan sedikit hosa dan tergesa-gesa karena baru tiba dalam kapal, 'Oh nomor 1025 ini di dek tiga bagian belakang adik, jadi nanti adik naik lagi satu deka, lalu ke bagian belakang' jawab penjual sambil menunjukkan anak tangga menuju dek tiga, 'Baik abang, makasih banyak yah' balas Juan sambil memikul koper hijaunya ke arah arah dek tiga belakang sesuai petunjuk penjual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun