"Apa yang masuk ke dalam tubuh kita, itulah yang menentukan bagaimana kita menjalani hari." -- Seorang bijak
Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah, penuh makanan lezat, dan... penuh godaan.
Sejak azan magrib berkumandang, meja makan berubah menjadi medan pertempuran. Ada kolak, es buah, kurma, martabak manis, dan tentu saja, gorengan yang tak tergantikan. Itu baru pembuka. Belum lagi hidangan utama yang sering kali melebihi kapasitas perut.
Di satu sisi, kita ingin menikmati berbuka dengan penuh syukur. Di sisi lain, kita sering kali kalah dengan nafsu makan. Maka, lahirlah kebiasaan makan berlebihan yang sering kali berakhir dengan perut kembung, kantuk berlebihan, dan ibadah tarawih yang terasa semakin berat.
Lalu bagaimana agar tetap bisa menikmati gorengan dan takjil tanpa terjebak dalam pola makan yang tidak sehat? Mindful eating mungkin bisa jadi solusi.
Tapi... mungkinkah itu diterapkan di tengah aroma pisang goreng yang menggoda?
Gorengan: Si Kawan Setia yang Tak Mudah Ditolak
Gorengan dan Ramadan itu seperti dua sahabat lama yang sulit dipisahkan. Coba perhatikan: di mana ada takjil, di situ ada gorengan. Entah itu tahu isi, tempe goreng, risoles, atau bakwan yang baru diangkat dari wajan.
Kenapa gorengan begitu menggoda?
Pertama, karena renyahnya. Kedua, karena rasanya. Ketiga, karena entah bagaimana, gorengan bisa membuat momen berbuka terasa lebih lengkap. Tapi ironisnya, gorengan juga bisa jadi penyebab perut tidak nyaman dan energi yang malah turun setelah berbuka.
Maka, mindful eating mengajarkan: menikmati gorengan boleh, tapi tahu batasnya.