Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [22]

14 Februari 2021   20:55 Diperbarui: 14 Februari 2021   21:28 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

  • SF9 -- Different
  • Chen & Punch - Everytime
  • Sondia -- First Love
  • Im Hanbyul -- Heejae
  • Chunji & Eunha -- Hold Your Hand
  • Bolbbalgan4 -- To My Youth
  • EXO - Wait
  • ASTRO -- We Still
  • Jeong Sewoon -- When You Call My Name
  • J_Ust -- You

SPECIAL APPEARANCE:

AN DOHYEOK = Kang Daniel

NURSE 1 = BLACKPINK Jisoo

NURSE 2 = BLACKPINK Rose

BAEK CHOEUN'S POV

Hari Jumat yang dinantikan mahasiswa Hyojae University sudah tiba. Karena teman-temanku semuanya bersemangat untuk ini, akupun ikut bersemangat. Lagipula Million Stars juga akan secara tidak langsung menjadi sponsor di acara ini, aku akan bersantai saja dengan menikmati acara disana. Lagipula kudengar ada banyak makanan yang dijual di acara ini. Acaranya sendiri akan berlangsung selama tiga hari dari jam 9 pagi sampai jam 10 malam. Aku langsung saja bisa masuk begitu pintu dibuka karena punya kartu akses khusus sponsor. 

Di sekitarku segalanya berwarna-warni: ada banyak tenda, dekorasi yang bermacam-macam dan gedung di kejauhan juga tampak dihiasi spanduk dan dekorasi lainnya. Aku menerima brosur berupa map dan jadwal acara dari seorang mahasiswi. Lomba band akan diadakan hari ini jam 4 sore, dan secara mengejutkan fakultas olahraga, kedokteran dan tentu saja, fakultas seni, ketiganya masuk ke babak final, dan itu berarti aku bisa menonton Chungdae hari ini. Selain itu, aku perlu mencoba Haunted Maze dari fakultas kedokteran juga, karena aku sudah janji dengan Donghyun. Kurasa tidak akan terlalu mengerikan, kan? Jadi aku akan coba itu setelah menonton lomba band saja nantinya.

"Noona!"

"Choeun, selamat datang!"

"Selamat datang!"

Aku disambut mahasiswi-mahasiswi cantik dan bersemangat ketika aku sampai ke tenda fakultas seni, dimana nama caf yang mereka pilih adalah Artafe. Konsep mereka yang menggabungkan karya seni dan caf cukup unik, tapi aku belum sempat menikmati konsepnya karena Chungdae menggandeng lenganku begitu aku menginjakkan kaki ke caf itu. Eunyul eonni sudah stand by di balik bar. Aku juga suka sekali melihat seragam pelayan dan baristanya yang manis bernuansa silver.

Often, love is so lonely

Yes, life is always hard

I know, the days we were together

I had the days I loved you heartbreakingly

To me, you are my first love everyday

Like the snow in the spring, I'm waiting for you

The day when my heart was pounding, the night when I was drunk

I feel strange when it gets windy

To me, you are my first love everyday

Like the snow in the spring, I'm waiting for you

The day when I cried so sadly, the night when I was staggering

I feel strange when it gets windy, even now

(Sondia -- First Love)

"Lihat siapa yang begitu bersemangat menjadi tamu pertama caf kami," sindir Eunyul eonni sambil menunjuk Chungdae dengan anggukan kepalanya.

"Aku tau noona pasti akan kesini dulu," yakin Chungdae.

"Ya memang aku akan membeli minuman buatan Eunyul eonni dulu sebelum membawanya sambil berkeliling."

"Baik, mau pesan apa?" tanya Eunyul eonni sambil tertawa.

Lima menit kemudian aku sudah pamit dari Eunyul eonni, dan ketika aku dan Chungdae keluar dari caf, kami berpapasan dengan Donghyun.

"Oh noona, kau sudah datang," sapa Donghyun.

Donghyun hari ini memakai kaos putih polos dengan celana panjang putih yang juga polos, mungkin dia bermaksud tampil sederhana, tapi menurutku dia malah terlihat seperti malaikat.

"Kau terlihat buru-buru."

"Ya, aku mau memesan minuman, beberapa senior juga mau pesan, jadi sekalian saja," jelasnya cepat, "aku harus kembali ke lokasi secepatnya."

"Kau pasti akan sibuk, Donghyun," keluh Chungdae, "apakah bisa menonton lombaku nanti?"

"Aku akan bertugas jam tiga sampai malam, jadi aku terpaksa harus melewatkan lombamu hyong."

"Yah, hanya sampai begitukah persahabatan kita?"

"Maaf hyong," jawab Donghyun sambil tertawa, "tapi kalian akan mampir kan?"

"Ya, kami akan mampir nanti sore. Sampai ketemu nanti!" pamitku sambil menepuk punggung Donghyun.

"Sukses ya hyong. Kalahkan..." Donghyun perlahan berkata tanpa bersuara, "Hyunah."

Aku tertawa keras, "dia kan mewakili fakultasmu, bagaimana kau bisa mengatakan itu?"

"Pokoknya lakukan sajalah hyong."

Aku diajak berkeliling kampus oleh pemandu yang sangat mengerti detail kampus, dan jelas saja, sama seperti saat di Hwachin dulu, Chungdae punya banyak teman. Tapi kurasa popularitasnya semakin bertambah sekarang berkat gelar kapten tim inti sepakbola yang dipegangnya dan juga profesi barunya sebagai model. Jujur saja aku jadi agak minder berjalan bersamanya, karena mendadak aku merasa pacarku menjadi dua kali lebih tampan dari biasanya, padahal penampilannya biasa saja sekarang. Banyak sekali yang menyapanya selama kami berkeliling kampus.

"Kenapa sih Donghyun benci sekali dengan Hyunah? Apakah kisah mereka masih berlanjut?"

"Hyunah terang-terang menempel padanya kapan saja mereka bisa bertemu... dan Donghyun bilang ada beberapa mata kuliahnya yang sama dengan Hyunah, tapi kurasa dia hanya cukup perlu bertahan semester ini dan semester depan mata kuliah mereka akan benar-benar berbeda," jelas Chungdae panjang, "dan karena Hyunah kapten tim basket wanita ya... kadang waktu latihan kami bersamaan."

"Aduh kasihan Donghyun. Kadang Hyunah suka mampir ke caf juga... makanya Donghyun sekarang selalu tanya padaku apa dia ada di caf sebelum dia datang."

"Dia membuatku merinding," keluh Chungdae, "padahal Donghyun jelas terlihat tak menyukainya, kok dia masih nekad ya?"

"Mungkin dia rela nekad demi Donghyun. Donghyun kan keren? Calon dokter hewan yang tampan, jago olahraga dan pintar."

"Noona benar. Tapi aku lebih keren dari dia kan? Aku calon atlit dan actor yang tampan, aku juga jago olahraga dan aku seorang model."

Sambil berkata begitu, Chungdae berjalan mundur di hadapanku dan meletakkan kedua jarinya di bawah dagunya sambil tersenyum lebar.

"Tidak, kau tidak lebih keren darinya."

"Noona jahat..."

Aku tertawa puas setelah menggodanya. Kerumunan di arah kananku menarik perhatianku: sepertinya mereka mengerumuni sejenis layar TV yang sangat besar di bawah sebuah tenda.

"Ada apa disitu?" tanyaku sambil menunjuk kerumunan itu.

"Oh, itu tempat voting lomba fashion show."

"Oh... itu yang membuat Dongsun sibuk akhir-akhir ini ya? Eunyul eonni mengeluh soal itu."

"Oh ya? Noona mengeluh? Kenapa?"

Aku jadi menceritakan pada Chungdae kejadian tiga hari yang lalu.

Aku sedang menikmati angin musim gugur yang agak dingin di halaman samping caf. Langit senja sudah mulai menggelap dan itu berarti satu hari lagi berlalu, dan aku belum bertemu Chungdae selama seminggu terakhir.

"Choeun."

"Loh eonni? Apa ada jadwal berlatih hari ini? Tapi kan Bojin bilang eonni sudah berlatih dengan cukup minggu lalu?"

"Ya, memang tak ada, aku Cuma mau mengobrol denganmu."

Tapi ekspresinya terlihat tidak bahagia, jadi kami akhirnya duduk bersama di meja kosong. Aku yakin dia datang untuk curhat tentang sesuatu.

"Ada apa eonni? Kau terlihat tidak bahagia."

"Dongsun. Kau tau tidak, akhir-akhir ini dia sibuk sekali?"

"Apakah karena event kampus itu? Chungdae pernah bilang, mereka ada latihan basket, sepakbola, dan kudengar Dongsun juga bergabung di band, panitia lomba memasak dan ikut lomba fashion show?"

"Hmm iya. Siapa yang lebih sibuk, dia atau Chungdae?"

"Kurasa sama saja. Bahkan Donghyun juga tampak sibuk."

"Kami harusnya kencan sore ini, tapi lima menit sebelum aku berangkat keluar rumah, dia membatalkannya."

"Loh, itu tumben sekali? Kurasa Dongsun benar-benar terpaksa melakukan itu."

"Dia memang terpaksa. Itu karena dia harus menemui designernya dan mengurusi kostumnya."

"Oh sayang sekali..."

"Aku bukannya tidak suka dia punya banyak kegiatan, tapi... rasanya tetap kosong. Aku tidak bisa protes padanya kan? Aku sendiri juga sibuk... meski tidak sesibuk dia."

"Sabar ya eonni, kurasa segalanya akan segera kembali normal setelah acara berakhir."

"Kuharap juga begitu."

"Sudah, ayo bersemangat. Ayo kita pergi ke Itaewon dan makan apa saja yang kita mau malam ini."

"Ide yang bagus untuk mengalihkan pikiranku," Eunyul eonni terdengar bersemangat, "ayo kita pergi."

"Ah ya jadi begitu... memang benar Dongsun begitu sibuk karena dia masuk final untuk lomba fashion show ini."

"Kuharap dia bisa mengurangi kesibukannya nanti."

"Hmm... entahlah, noona."

"Ayo kita voting untuk Dongsun."

"Yakin mau voting sekarang? Ramai sekali disitu..."

"Ayo voting saja sekarang daripada kita lupa."

"Ya sudahlah, ayo noona."

Kami akhirnya berbaris di tenda itu untuk menunggu giliran melakukan voting. Setelah berbaris sepertinya lima menit lamanya, akhirnya kami tiba di depan layar.

"Kita bisa voting sekali tiap hari, noona. Karena menggunakan system iris recognition, kita tidak bisa membohongi mesin votingnya. Ayo lihat foto-foto Dongsun, aku dan Joonki yang menjadi fotografernya."

Chungdae menekan layar sentuh itu dan foto dari tujuh model berlalu dengan cepat dan bahkan aku belum sempat membaca nama mereka, sebelum akhirnya foto Dongsun keluar dan namanya tercetak jelas di bawah fotonya yang memakai sejenis seragam sekolah berwarna biru tua: Min Dongsun. Setelah itu, ada empat foto lainnya: yang pertama fotonya memakai coat panjang berwarna ungu yang melapisi kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam berlatarkan senja ("Aku yang ambil!" seru Chungdae bangga) dan ya, aku bisa melihat nama Chungdae tercetak kecil di ujung bawah foto: HCD (inisial yang selalu dipakainya dalam foto yang diambilnya); foto kedua Dongsun memakai kostum serba putih dan rambutnya agak dibuat berantakan ("Ideku!" Chungdae berteriak seru lagi); foto ketiga Dongsun memakai kemeja lengan pendek berwarna biru tua dengan motif kain bergaris vertical yang difoto oleh JKSon; dan foto terakhir rambut Dongsun berantakan lagi dan dia menatap kamera, memakai kemeja lengan panjang bermotif hitam dan putih yang dikancing hingga ke lehernya, dan dia tampak seperti anggota boygroup disana, foto terakhir itu diambil oleh Joonki juga. Dongsun memang pada dasarnya tampan, tapi dia tidak benar-benar memperhatikan penampilannya sedetail yang dilakukan adiknya, jadi jika penampilan mereka dibandingkan, Dongsun akan terlihat lebih "serampangan" dibanding Donghyun, tapi pesonanya benar-benar tampak sempurna di foto-foto ini. Aku cepat-cepat memberikan votingku padanya tanpa perlu melihat sembilan kandidat lainnya. Setelah aku dan Chungdae memberikan voting, kami bisa melihat halaman dengan hasil voting yang ditunjukkan dengan grafik bar. Dongsun adalah peserta nomor delapan dan barnya berwarna merah.

"Wah kurasa Dongsun punya voting cukup banyak... dia tampaknya seri dengan peserta nomor dua... mereka di peringkat ketiga."

"Ayo kita ingatkan yang lain untuk voting juga," ajakku sambil mengeluarkan ponsel, "dimana Dongsun? Aku penasaran melihatnya memakai kostum apa hari ini. Dan aku juga mau ketemu dengan designernya yang hebat itu."

"Kurasa dia bisa ada dimanapun hari ini... mungkin bersama Eunyul noona? Nanti saja kita temui dia. Designernya juga bisa berada dimanapun sekarang..."

Kami menghabiskan siang yang menyenangkan dengan mencobai banyak makanan dan minuman, lalu Chungdae juga memenangkan beberapa permainan kecil, jadi sekarang aku mengangkat shopping bag ukuran besar yang semuanya berisi hadiah yang dimenangkan Chungdae. Dan jam tiga sore, aku duduk di barisan paling depan kursi di depan panggung untuk menunggui Chungdae yang bersiap di backstage. Mereka akan menjadi peserta ketiga, yang pertama akan tampil duluan adalah dari fakultas kedokteran. Ada tiga dosen yang menjadi dewan juri (ketiganya dipilih yang tidak mengajar di ketiga fakultas yang menjadi peserta) dan 30% dari nilai akhir akan diambil dari voting penonton. Aku tau Chungdae sudah berlatih keras selama tiga bulan terakhir, jadi aku berharap dia akan menang. Tapi sebenarnya dengan ke babak final mereka sudah pasti menang, hanya saja tentunya posisi pertama akan lebih menyenangkan untuk diraih. Aku akui Hyunah pintar bernyanyi dan band-nya bagus; band dari fakultas seni tentu saja sangat bagus juga; dan akhirnya band Chungdae tampil. Aku bisa mendengar teriakan heboh dan ramai ketika mereka muncul ke atas panggung, dan aku yakin mendengar fans Chungdae meneriakkan namanya dengan histeris. Rasanya sedikit cemburu dan aku cukup bangga juga sebenarnya. Mereka memainkan salah satu lagu dari grup band Day 6 yang berjudul "Love Me or Leave Me" dan dengan sedikit pengetahuanku tentang musik, aku merasa Chungdae bermain dengan cukup baik, dan tak ada kesalahan. Chungdae bergabung denganku setelah berjuang melewati kerumunan yang sepertinya ingin menyekapnya, ketika langit sudah berubah warna menjadi oranye tua.

"Bagaimana yang tadi itu?" tanya Chungdae bersemangat.

"Pacarku keren sekali," pujiku sambil membersihkan keringat di pelipisnya dengan tisu, "mari berharap kalian menang."

"Kalau begitu beri aku hadiah dong," dia menunjuk pipinya.

"Kau gila? Aku tak akan melakukannya disini!"

"Kalau begitu ayo kita lakukan di tempat lain."

My left hand and your right hand

Thinking about holding hands with you

Makes my heart tremble

My left hand and your right hand

I won't ever let go, out fingers will be laced

Wherever you wanna go

We'll go together

Even after time

When our hot hearts become warm

Don't let go of this hand

I will only love you

And care for you

Now hold my hand

(Chunji & Eunha -- Hold Your Hand)

Chungdae sudah menarik tanganku meskipun aku meneriakinya "gila" sambil tertawa. Tapi mendadak dia berhenti menarikku dan mengambil ponsel dari sakunya.

"Ya, Jehoon-ssi? Hah? Apa? Kenapa bisa begitu? Sekarang? Aku... ya baiklah, tunggu ya."

"Ada apa?"

"Noona, aku harus kembali ke backstage, katanya ada masalah dengan sound system kami... aku harus memastikannya tidak rusak ataupun terjadi sesuatu sebelum kami kembalikan ke gudang. Noona mau menungguku dimana?"

"Hmm karena sudah janji dengan Donghyun, kurasa aku akan mampir ke tempatnya. Kalau kau sempat, kita ketemu disana. Kalau tidak... mungkin kita ketemu di caf Eunyul eonni saja."

"Oke noona. Aku akan menelepon noona kalau masalahnya sudah selesai ya."

Aku melambai pada sosoknya yang berlari cepat menjauhiku. Yah, pacarku sangat sibuk. Tak apalah, aku akan ke Haunted Maze duluan kalau begitu. Aku meneliti peta yang dari tadi kusimpan dengan baik di dalam tas selempang kecilku dan meneliti jalan mana yang harus kuambil. Aku harus ekstra hati-hati karena aku buta arah. Akhirnya sambil terus melihat ke peta itu, aku sampai ke area Haunted Maze. Hanya ada sekitar 4 orang yang mengantri di depan wahana itu. Aku kagum ketika melihat mahasiswa kedokteran yang pasti berjuang sangat keras mengubah area parkir dengan rumput-rumput pendek ini menjadi seperti maze dengan dinding yang dibuat dari kardus. Tapi tentu mereka tidak menggunakan sembarang kardus, dindingnya tampak cukup kokoh dan aku yakin cukup tebal juga. Seperti wahana lainnya, aku harus mengisi daftar nama di ipad yang dipegang oleh mahasiswa penyambut tamu. Mahasiswa yang menyambutku terlihat sangat muda, mungkin dia seumuran dengan Donghyun, dan dia tampak bersemangat saat menemaniku mendekati antrian.

"Selamat malam. Ada beberapa peraturan yang perlu aku jelaskan kepada tamu yang akan mencoba Haunted Maze."

"Oh ya silakan."

"Yang pertama, kami tidak mengizinkan tamu kami mengambil foto ataupun video, juga tidak boleh menggunakan cahaya dari ponsel, jadi ponsel bisa dititipkan pada kami, dan bisa diambil di jalan keluar nanti," jelas mahasiswa itu cepat, "maze punya lima jalan keluar yang cukup berdekatan dan lima jalan buntu. Jika memang menyerah, silakan tembakkan pistol ini ke atas. Pistolnya akan mengeluarkan asap bercahaya dan kami bisa menjemputmu. Kamu juga harus masuk sendirian. Kami akan memberi jarak lima menit antara tiap tamu untuk masuk maze. Kalau perjalananmu lancar, hanya butuh waktu lima menit untuk keluar dari maze. Kami juga punya peraturan tamu tidak boleh keluar lewat jalan masuk, akan ada hantu yang berjaga di dekat pintu masuk dan mengusir tamu kalau mereka mencoba keluar dari sana. Apakah itu cukup jelas?"

Kurasa aku akan baik-baik saja. Aku bukannya tidak takut dengan hantu dan hal-hal mistis, tapi yang di dalam semuanya palsu kan? Dengan pemikiran itu kurasa aku akan baik-baik saja. Aku menganggukkan kepalaku.

"Hantu kami tidak akan menyentuh para tamu... tapi beberapa mungkin akan mengejar sampai batas tertentu," tawa mahasiswa itu sambil menjelaskan.

"Baiklah, aku mengerti, tak masalah."

"Baiklah, tolong nanti beri voting untuk wahana kami di pintu keluar ya."

"Oh ya, apa kamu kenal Min Donghyun?"

"Oh, Min Donghyun, jurusan kedokteran hewan semester dua? Aku juga semester dua tapi di jurusan kedokteran. Aku kenal dia."

"Dimana dia? Kudengar dia jadi panitia juga?"

"Iya, dia ada di dalam."

"Kenapa dia ada di dalam? Apakah dia menjadi... hantu?"

Si mahasiswa tertawa sebelum mengubah ekspresinya dengan cepat.

"Maaf, apakah kamu... pacarnya?"

"Hah? Apa? Aku? Oh bukan..."

"Oh, kukira... ah silakan masuk. Semua barang bawaanmu bisa dititipkan padaku."

Aku menyerahkan tasku dan shopping bag padanya dan dengan percaya diri melangkah masuk maze. Kudengar dari Donghyun, wahana ini dibuka dari jam 5 sore, dan aku mengerti alasannya. Hanya ada cahaya remang-remang yang menolong para tamu dari beberapa bohlam yang dipasang di dinding dengan jarak cukup jauh, dan cahaya remang-remang dari lampu di sekitar area parkir. Untung jalanannya berupa rerumputan, jadi resiko jatuh cukup kecil. Dan sekarang aku yakin kardus yang dipakai sebagai pembatas dinding memang tebal karena suara tampaknya cukup teredam disini. Mau tak mau aku merinding juga... karena sepertinya aku benar-benar sendirian. Kugenggam pistol kecil dengan erat dan memperingati diriku sendiri supaya tidak menembak hantu yang kutemui dengan pistolnya. Pertama-tama jalan langsung bercabang empat dan aku mengambil jalan paling kiri. Kudengar ada langkah di belakangku dan aku tidak mau menoleh melihat apapun itu. Tapi aku tergoda untuk menoleh ke kanan, disitu ada cermin yang tampak besar dan kuno. Ya, kukira itu cermin karena bingkainya berukir, tapi rupanya cermin itu bolong dan ada wajah pucat dengan mata serba putih memandangiku dari sana.

"KYAAAAAAAH!!!!"

Aku mengumpat dan berlarian tanpa arah, aku tak tau kemana aku melangkah dan aku masih mendengar ada langkah cepat ikut berlarian bersamaku, lalu aku masuk ke area yang penuh cermin sebagai dindingnya. Dengan jantung yang berdebar keras aku bisa melihat "aku" dimanapun, dan ini cukup menakutkan. Bahkan wajahku terlihat pucat, kurasa efek kaget tadi yang membuatku begini. Ada dua jalan bercabang di depanku, jalan mana yang harus kupilih? Aku akhirnya mengambil jalan ke kiri lagi, namun mendadak ada peti jatuh di ujung jalan yang kupilih, tutupnya menjeblak terbuka dan aku berbalik arah sambil berteriak tanpa perlu tau apa yang keluar dari peti itu. Aku berlari memilih jalan satunya dan aku masih terus berteriak. Namun tiba-tiba ada yang menyentuh kakiku. Tangannya terasa dingin. Aku menundukkan kepalaku dan ada tangan yang sangat pucat mencengkeram pergelangan kakiku, tangan itu keluar dari dinding.

"TIDAK! TIDAK LEPASKAN AKU!!!"

Aku meronta sangat kuat dan mencoba berlari, tapi tangan yang mencengkeram kakiku itu mencengkeram dengan lebih kuat lagi dan aku kehilangan keseimbangan, aku terjatuh ke depan dengan cukup keras. Daguku menghantam tanah dengan keras, dan sesaat kemudian aku merasakan daguku perih, begitu juga telapak tangan dan lututku (aku memakai mini dress dipadu celana di atas lutut, yang aku sesali sekarang).

"NOONA!"

Aku merasa ada yang menarikku berdiri dan menggendongku, tapi ketika kesadaranku kembali, rupanya seseorang, aku tak tau, bukan seseorang, tapi sesosok hantu yang memakai atribut kerajaan (aku mengenali topi yang dipakainya, semacam topi yang dipakai oleh anggota kerajaan atau pejabat di masa lampau), dengan wajah yang sangat pucat dan bercak darah di dekat bibirnya, adalah sosok yang menggendongku sekarang.

"LEPASKAN AKU! KALIAN BILANG TAK AKAN MENYENTUHKU!"

Seakan membuat pikiranku gila, aku menggigit lengan hantu ini dengan sangat keras dan dia berteriak sama kerasnya denganku.

"JANGAN NOONA!"

Tapi dia tidak melepaskan aku, dia tetap menggendongku sambil berlarian dan membawaku keluar maze. Aku bisa mendengar suara-suara lagi, tapi pikiranku sangat kalut untuk mengerti tentang apa isi suara-suara itu. Aku hanya terus meronta karena diculik hantu ini. Kugigit lengannya sekali lagi dengan lebih keras.

"NOONA HENTIKAN, INI AKU, DONGHYUN!"

Dan rasa bersalah mendadak menyergapku secepat jantungku berdebar. Aku harusnya sadar ketika dia memanggilku noona. Dan bagaimana aku tidak mengenali bau tubuhnya? Bagaimana aku tak mengenali suaranya? Kami masuk ke University Infimary (aku sempat membaca label ruangan ini di dekat pintu masuknya) dan dua orang yang memakai seragam perawat berteriak ketika Donghyun menggeser pintunya dengan kasar dan membaringkan aku di ranjang.

"Maaf, sunbaenim, ini aku, Min Donghyun!"

"Oh, ini kau, Donghyun. Gila, kau benar-benar membuat kami gila."

"Apa yang terjadi?"

"Tidak apa, aku bisa mengatasinya."

Kedua perawat yang sepertinya mengenal Donghyun itu memandangiku sejenak, lalu mereka menganggukkan kepala.

"Bisakah kami meninggalkan kalian sebentar kalau begitu?"

"Bisa, aku akan menggantikan sunbaenim disini. Tapi tolong sampaikan pada Sangsoo sunbaenim bahwa aku akan kembali kesana nanti waktu penutupan."

"Tunggu, sebelum itu... kami mau berfoto denganmu!"

"Ah baiklah sunbaenim..."

Pasti rasanya aneh berfoto dengan... hantu. Tapi aku juga ingin berfoto dengannya nanti.

"Kami akan mencari Sangsoo-ssi sekarang. Terima kasih, Donghyun!"

Kedua perawat cantik itu pergi sambil tertawa dan berbisik-bisik, dan ketika pintu digeser menutup, suasana mendadak sepi. Aku sekarang bisa melihat Donghyun dengan jelas. Sementara dia membelakangiku dan sibuk di depan sebuah lemari, aku bisa melihat punggungnya: dia bahkan memakai baju kuno, tapi ternyata dia bukan pejabat, aku mengenali itu sebagai jubah raja. Replica bajunya dibuat dengan sangat bagus: kainnya yang berwarna merah terlihat seperti kain mahal dan emboss naganya terlihat hampir seperti dibuat dengan benang emas. Donghyun menoleh lagi padaku dan aku sempat menjerit lagi.

"Oh maafkan aku noona, apakah aku benar-benar terlihat mengerikan?"

 Setelah meletakkan kotak first aid di kaki ranjangku, dia ke pojokan ruangan dan menghampiri cermin besar.

"WAH GILA!"

 Aku tertawa mendengar reaksinya dan dia cepat-cepat mengambil tisu.

"Tunggu, Donghyun tunggu, jangan dihapus! Kau bawa ponsel?"

"Ya, kenapa noona?"

"Ayo kita berfoto dulu. Ini kesempatan langka. Lagipula kau ini aneh sekali, masa tadi saat berfoto bersama para perawat itu, kau tidak memperhatikan dandananmu?"

"Tidak, aku tidak berkonsentrasi tadi..."

Donghyun mengambil ponsel dari balik jubahnya, lalu beberapa menit kemudian kami sibuk mengambil beberapa foto dengan berbagai pose. Sekarang setelah tau Donghyun-lah yang tadi menggendong dan menolongku, aku merasa malu sendiri karena sudah meneriaki dan menggigitnya. Donghyun lupa menghapus makeup-nya dan sekarang sibuk mengobati luka-lukaku.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa noona bisa jatuh?"

"Ada yang mencengkeram kakiku."

"Apa noona yakin? Hantu tidak akan menyentuh tamu kok."

"Aku yakin. Kau tidak melihatnya?"

"Kurasa aku sedikit terlambat, karena ketika aku berbelok, aku sudah melihat noona jatuh."

"Kau yakin hantu tidak boleh menyentuh tamu?"

"Tentu saja."

Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Aku merinding membayangkan...

"Jangan-jangan itu hantu sungguhan."

"Ah tidak mungkin!" hardik Donghyun cepat, "aku akan laporkan pada Sangsoo sunbaenim nanti."

"Aduh!"

"Ah maaf, aku akan pelan-pelan."

Donghyun meniupi telapak tanganku yang baru dibubuhi obat olehnya. Aku tersenyum karena aku sedang diobati oleh raja sekarang. Ah maksudku, hantu raja.

"Makeup dan kostumnya bagus sekali."

"Oh ini... kami menyewa beberapa talenta makeup artist muda, dan kostumnya dipinjami anak-anak acting... ah tunggu! Apa aku merusak kostumnya?"

Sesaat semua kegilaan ini membuatku lupa kalau Donghyun itu sebenarnya konyol. Dia menjauh dan cepat-cepat melepas jubahnya.

"YA! APA KAU GILA?"

"Aku pakai baju kok!"

Dan benar dia memakai kaos putih polos dan celana putih di balik jubah itu. Aku sudah ketakutan dia akan menelanjangi dirinya di depanku. Akhirnya dia duduk lagi di ranjang dan meneliti luka-lukaku.

"Sejak kapan kau mengikutiku?"

"Dari awal. Aku mendengar suaramu di luar, noona. Akulah hantu penjaga pintu depan yang dimaksud Dohyeok-ssi tadi. Aku bertugas menghalau tamu kalau-kalau mereka akan keluar lewat pintu depan."

"Kau benar-benar membuatku takut. Kenapa kau tidak bilang saja dari awal?"

"Kalau aku bilang, apa noona percaya? Lagipula kukira noona cukup berani berjalan sendirian, jadi rencananya aku hanya akan menjaga noona. Ngomong-ngomong dimana Chungdae hyong?"

"Oh, sepertinya terjadi sesuatu di backstage, jadi dia menyuruhku pergi duluan."

"Tunggu, jam berapa ini? Apa kita terlambat untuk mendengar pengumuman pemenangnya? Haruskah kita kesana sekarang?"

"Tunggu," aku menarik lengan Donghyun, "biar aku periksa."

Aku menarik lengan kaos Donghyun ke atas dan aku bisa melihat beberapa area yang berwarna kebiruan.

"Ini... aku... maaf, Donghyun."

Even if I walk on a path without you

Feels like you'll be there at the end

All the paths I walked on without you

I'm trying to go back

As long as you love me
As long as you miss me

Not just anyone

But one person for you

I don't want to hide any longer

Now I'm going to you

As long as you love me
As long as you miss me

I want to look at the same place

Put on a smile together

And with good thoughts

Call out

Your name

(Jeong Sewoon -- When You Call My Name)

"Ah, tak apa, noona. Memang sakit sih, tapi kurasa ini akan sembuh dalam beberapa hari."

Donghyun menurunkan lengan kaosnya lagi.

"Aku lebih khawatir pada ini..."

Donghyun menyentuh daguku dan secara otomatis aku menjerit tertahan. Rupanya luka di daguku bukan sekedar lecet biasa.

"Sakit? Aku akan mengobatinya pelan-pelan."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun