Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [9]

13 Desember 2020   15:13 Diperbarui: 13 Desember 2020   15:18 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Jangan panik. Aku akan langsung kesana."

Setelah menutup sambungan telepon, aku melihat keadaan sekitar sambil membagikan posisiku kepada Chungdae oppa. Baik, aku tidak akan bisa melakukan apapun kalau kubiarkan pikiran negative mengusasaiku. Aku hanya perlu tenang. Ini sulit, tapi... Chungdae oppa akan kesini. Dia akan menolongku. Aku hanya perlu bertahan sebentar lagi saja... ya, aku akan baik-baik saja. Chungdae oppa, cepatlah kesini...

***

BAEK CHOEUN'S POV

Aku bersin sekali. Ah, biasanya aku baik-baik saja dengan udara dingin. Apa yang terjadi denganku? Aku duduk di bangku yang tersedia di depan mall setelah aku membersihkan setumpuk salju dari permukaannya. Kurapatkan jaket yang kupakai dan kugosok hidungku dengan tanganku yang terbungkus sarung tangan. Mungkin aku terlalu capek bekerja akhir-akhir ini dan di acara begadang semalam, aku sangat heboh. Selain makanku banyak dan bicaraku banyak juga, aku juga minum cukup banyak. Tapi tak apa, toh sebentar lagi aku akan bertemu dengan Chungdae dan menghabiskan waktu dengannya. Aku tak akan sakit lagi kalau sudah melihatnya. Kami belum merencanakan apa yang akan kami lakukan sesudah menonton, tapi kurasa dia akan setuju saja dengan rencana apapun yang akan kubuat. Jadi kurasa kami akan makan malam saja, ada tempat makan baru yang dibuka di mall dan mereka memberi diskon cukup besar. Lalu... entahlah, mungkin aku akan ke apartemennya untuk menyapa orangtuanya... atau dia mau main ke apartemenku? Lalu kita bisa main game bersama. Tapi... Aku mengambil ponselku dan mengecek jamnya. Sudah jam setengah enam sekarang. Dimana Chungdae? Kami seharusnya mulai mengantri masuk bioskopnya sekarang, atau kalau tidak, kami akan terlambat. Tak biasanya dia terlambat ketika membuat janji denganku. Apakah sinyal ponselku tak beres? Aku membuka aplikasi Kakao Talk lalu Instagram, tapi tak ada pesan apapun yang masuk. Biasanya Chungdae juga akan mengabariku kalau ada sesuatu yang darurat. Tapi... kemana dia? Aku berusaha mengalihkan pikiranku dengan sibuk memperhatikan postingan di Instagram. Lima belas menit sudah berlalu, tapi masih tak ada apapun. Apa dia ketiduran? Aku mengirimkan beberapa pesan padanya. Baiklah, tak apa, meski aku tak suka menonton film meski ketinggalan sedikit saja, asalkan kami hanya ketinggalan bagian depannya saja, untuk hari ini, aku akan mentoleransi itu. Aku kembali mengalihkan pikiranku, aku melanjutkan chatting-ku dengan Eunyul eonni. Syukurlah luka-luka yang didapatnya kemarin sudah banyak yang sembuh dan tidak meninggalkan bekas apapun. Lalu aku bersin lagi. Ah sial, apa aku benar-benar sakit? Sudah jam enam lewat dua puluh menit sekarang dan langit mulai agak sedikit gelap. Kubuka aplikasi Kakao Talk-ku lagi, tapi pesanku tidak dibaca Chungdae. Pikiran negative mulai menghantui otakku. Apakah Chungdae sakit? Apakah dia ketiduran? Apakah dia lupa? Kalau alasan ketigalah yang membuatnya tidak datang, akan kuhajar dia. Aku memutuskan untuk meneleponnya. Sekali... dua kali... tiga kali... tapi teleponku tidak diangkat meski aku sudah meneleponnya sampai enam kali. Tidak mungkin dia bahkan tidak terbangun karena ponselnya (aku tau selalu dia letakkan di ranjangnya) bergetar hebat kan?

"Heo Chungdae, kemana kau?"

Apa kudatangi saja apartemennya daripada aku terus menebak-nebak? Ah, ide yang bagus. Aku berdiri dan sejenak kurasakan kepalaku agak pusing. Sepertinya aku perlu mampir untuk beli obat apapun itu sebelum aku ke tempatnya.

"Aku juga lega sekali."

Aku nyaris tidak percaya pada suara yang kudengar dan apa yang kulihat. Akupun memutar arah dan agak bersembunyi di balik pohon terdekat. Jelas itu adalah suara Chungdae, dan jelas dua orang yang duduk di bangku itu adalah Chungdae dan Youngkyong. Lalu aku tak bisa mendengar apapun yang mereka bicarakan, tapi aku bisa melihat mereka berdua tertawa bersama. Chungdae juga mengelus pundak Youngkyong ketika Youngkyong sibuk berbicara tanpa henti dan sesekali dia membersihkan tumpukan salju di kepala Youngkyong. Aku coba untuk menelepon Chungdae lagi, tapi Chungdae disana tidak menunjukkan reaksi apapun. Baik, aku tidak seharusnya berpikiran negative, ada baiknya juga kalau aku berjalan mendekati mereka seakan aku tidak sengaja melihat mereka dan menanyakan apa yang terjadi pada Chungdae. Tapi entah kenapa, aku tidak bisa melangkah. Sepatuku rasanya beratnya lebih dari lima kilogram sekarang, kakiku tak bisa maju meski otakku memerintahkannya untuk maju. Chungdae melepas topi wolnya (aku mengenal baik topi ini karena ini topi couple kami) untuk dipakaikan ke Youngkyong. Aku tidak boleh cemburu pada Youngkyong, aku tidak boleh berpikiran negative pada apa yang Chungdae lakukan sekarang. Itu hanyalah perhatian pada seorang teman. Tapi entah kenapa... entah... aku... aku tidak bisa. Aku menyerah. Bukannya melangkah mendekati mereka, aku malah melangkah menjauh, dan menyerahkan segala energy positifku untuk dilahap oleh semua bayangan negative itu. Aku bersin lagi ketika aku berlari, tapi aku sudah tak peduli lagi dengan keadaanku sendiri.

I can't say it out loud

But I can't quietly erase these feelings

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun