Mohon tunggu...
Fransiskus Xaverius Magai
Fransiskus Xaverius Magai Mohon Tunggu... -

Aku Rindu Padamu Wahai Diriku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Darah Bisu Pak Guru Gila

19 April 2014   23:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397898641554358498

Oleh: Fransiskus Xaverius Magai


Hari itu tanggal 18 agustus 2011. Bendera Sang Saka Merah Putih ukuran 5X5 meter yang dikibarkan sejak 5 hari lalu oleh Tentara Indonesia masih berkibar genit ditiup angin diatas tiang kayu di puncak Bukit Bobaigo. Bukit ini menjorok masuk ke Danau Paniai, danau yang tercatat sebagai salahsatu danau terindah di dunia dan di bukit bobaigolah menurut cerita orang-orang tua, konon soekarno mengambil Burung Garuda kemudian dibawah ke Jakarta lalu dijadikan Lambang Negara Indonesia.

Yulianus, pria berusia 54 Tahun adalah seorang PNS dan berprofesi sebagai guru di SD YPPGI Enarotali. Ia telah mengajar selama puluhan tahun untuk memerangi kebodohan demi menciptakan generasi bangsa yang cerdas. Tak perlu medan tugas yang terisolir, upah kecil dan fasilitas sekolah tak mendukung, ia tak pernah kehilangan semangat menjalankan tugas itu, baginya profesi guru adalah tugas mulia dan merupakan amanat yang diberikan oleh Tuhan maka ia harus menjalankan tugas itu dengan penuh tanggung jawab.

Sungguh disayangkan setelah kian lama mengajar akhirnya Yulianus harus meninggalkan tugasnya itu karena mengalami gangguan jiwa (gila) secara mendadak tanpa gejalah dan penyebab yang jelas.

Yulianus gila punya cara tersendiri dalam menunjukkan jiwa patriotis dan nasionalime sebagai bentuk kecintaan terhadap Negara dan Bangsa Indonesia. Ini merupakan wujud keterikatan emosional yang kuat dengan mendiang bapak yang merupakan polisi pada zaman Belanda yang juga sangat gigih berjuang merebut Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Kenangan ketika ia kecil biasa ikut bapa menaikkan dan menurunkan Bendera Merah Putih di Pos Polisi Enarotali. Kenangan ketika ia melihat bapa yang tampak gagah dengan memakai pakaian polisi lengkap tengah memegang senjata. Dan semua kenangan bersama bapa, kini seakan hadir kembali dalam diri Yulianus

yang tak waras.

Peristiwa tragis ini terjadi kira-kira pukul 07.00 pagi. Dengan mengenahkan seragam  polisi coklat abu-abu yang lusuh. Sepatu laras tua dan topi polisi yang sama tua dengannya.

Pria gila inipun bergegas mendaki bukit Bobaigo. Sempai di puncak, ia mengambil tempat persis depan Bendera Merah Putih. Ternyata manifestasi bapanya lebih dominan dalam diri Yulianus. Ia sekarang bukan lagi dirinya yang adalah seorang guru tapi 100% polisi ikut bapanya. Lantas iapun mengambil sikap siap bak prajurit polisi, ia beri hormat pada Sang Saka yang berkibar di depan. Kemudian bendera itu diturunkan. Digenggamnya erat-erat, lalu ia mencium bendera itu. Entah apa yang tengah dipikir, bendera itupun di robek menjadi empat potong. Yang satu diikat pada kepala, dua potong ia ikat di pergelangan bahu dan yang lain pada leher. Yulianus yang kini tampil  bak patriot bangsa bergegas turun dengan gaya.

Setibanya di ujung airport enarotali yang terletak tak jauh dari bukit bobaigo, secara mengejutkan ia dikepung oleh sekelompok tentara berpakaian preman. Ternyata aksinya diatas bukit tadi telah diketahui oleh para tentara. Tanpa menunggu perintah, sambil mengeluarkan kalimat, “Bangsat kau OPM” para tentara langsung mengeroyok Yulianus.

Ia di tendang kerkali-kali di dada, jatuh terkapar di jalan aspal kasar. Wajahnya diinjak-injak. Diseret satu meter ke depan. Wajahnya di tendang lagi berkali-kali. Kepala dipukul dengan potongan besi beton hingga berdarah. Sambil diseret, beberapa tentara terus mengencarkan serangan kearah dada dan wajahnya. Ia terkapar lagi, kepalanya kembali di pukul dengan potongan besi. Ditendang lagi berkali-kali di bagian wajah. Dalam keadaan lemas, dadanya dinjak lagi ulang-ulang. Darah segar mengalir deras dari mulut, hidung dan kepala. Sesekali ia menjerit kasakitan minta tolong, tapi tak satupun yang berani menolong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun