Mohon tunggu...
Karimatus Sahrozat
Karimatus Sahrozat Mohon Tunggu... Editor - Writer, Editor

Smile. It will bring you luck.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Percakapan #2: Luka

26 Desember 2021   14:59 Diperbarui: 26 Desember 2021   19:02 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pexels.com

Sometimes we do not see how much someone is already hurting and so when we hurt someone just a little, and they react, we think they're overreacting, that they're hostile and they think they're finally being brave. -- Ian S. Thomas, Every Word You Cannot Say

...

"Do you love me?"

Benar-benar pertanyaan paling esensial darinya malam ini. Juga sekaligus pertanyaan yang masih terus kucari jawabannya dalam setiap embusan detik yang terkadang memacu detak. Apakah aku mencintainya?

Tapi sesekali, aku senang ditanya begitu. Sebab seringnya, orang-orang selalu lebih suka bertanya begini: Bapak bagaimana kabarnya? Masih suka bikin ulah? Mama bagaimana? Sehat sekarang? Apa masih kuat dia meladeni bapakmu yang begitu?

Kakakmu? Dengar-dengar belum juga jadi pegawai negeri, ya? Kasihan ya, sudah lama berjuang tapi belum juga ada hasilnya. Kalau dua adikmu? Yang satu masih kuliah? Yang satu lagi sudah dapat kerja belum? Cobalah kasih modal, suruh dagang saja. Kan kasihan dia enggak kuliah sendirian. Masak kamu tega.

Ada masanya aku lelah mendengar pertanyaan yang selalu begitu-begitu saja. Ada masanya aku cuma bisa menjawabnya dengan senyum canggung yang kupaksakan. 

Bapak masih sama. Masih saja bergulat dengan dunianya--aku tak ingin menghakimi, tapi rasanya Bapak cuma peduli dengan dirinya sendiri. 

Mama pun tak banyak berubah. Masih rutin berkeluh kesah di hadapanku karena sikap Bapak, tapi di waktu yang sama juga tetap setia melayaninya. Juga masih selalu merasa bersalah kepadaku karena sekarang aku jadi satu-satunya yang bisa Mama andalkan dalam segala hal. Kurasa cuma ada satu hal yang berubah dari Mama: rambutnya makin memutih. Wajahnya lebih sering kelihatan lelah meski sekarang dia sudah tak lagi perlu bekerja keras seperti dulu.

Kakakku? Dia sudah punya kehidupan sendiri dengan suami dan anaknya. Kadang dia meneleponku untuk sekadar minta bantuan urusan finansial. Tapi terlepas dari semua itu, aku tahu dia sudah cukup bahagia tanpa harus menjadi seperti yang orang-orang harapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun