Aku masih terdiam dengan wajah yang mungkin lebih mencemaskan dari wajah adikku. Aku mengangkat kain yang aku setrika yang ternyata itu adalah sarung Bapak. Dan aku melihat cap yang benar-benar jelas gambar bekas setrika yang tengahnya membuatku semakin syok.
"Ya ampun, tengahnya bolong dik?" Aku garuk-garuk kepala dicampur dengan wajah cemas takut dimarahi Bapak. Ku angkat pelan-pelan sarung Bapak itu untuk memastikan seberapa besar bolongnya. Sedikit ku tutul bolongan itu dengan jariku. Namun tiba-tiba, kain gosong disekitar bolongan malah ikut patah saking gosongnya dan serpihan kain gosongnya berjatuhan. Kedua adikku menatap serpihan kain gosong diatas lantai. Dan tiba-tiba..
"kwkwkwkwk..." Kami bertiga tertawa.
"Tambah besar bolongnya kak?" Kata adikku terpingkal-pingkal.
"Kwkwkwkw.." Kami semakin tertawa tanpa merasa berdosa sedikitpun.
"hush, jangan tertawa terus. Jangan ribut....." Belum selesai aku bicara, jari adikku yang satunya dimasukkan ke lobang sarung yang gosong itu. Lucu, dan...
"Kwkwkwkwkw.." Kami tertawa terpingkal-pingkal lagi.
"Sudah. Sudah. Jangan tertawa terus. Ketahuan Bapak nanti." Ucapku sedikit lirih
"Terus gimana kak."
"Kakak umpetin aja sarung Bapak di lemari kakak." Ucapku sok tenang
"Kalo Bapak nyari gimana?"